3.1. Devon Offer

1.7K 157 0
                                    

Happy Reading.
Aku harap, kalian bersedia untuk vote & komen cerita ini. See you next part, xiexie^^

Kayrani mengusap sudut matanya yang masih meneteskan air mata, ia ingin keluar dari mobil dan melarikan diri. Namun mobil ini dikunci oleh pemiliknya, sementara cowok itu membeli masker untuk menutupi cap tangannya di pipi Kayrani.

Ia menoleh saat pintu mobil terbuka, masuklah Devon dengan ekspresi datar. Cowok itu bergerak mendekat, memegang kedua pipi Kayrani lalu menciumnya.

Devon kemudian merapikan surai gadisnya, mengambil helaian rambut lalu mengarahkan ke belakang telinga.

"Kenapa kamu diam?" tanya Devon seraya memakaikan Kayrani masker.

"Memang aku harus bicara apa?" tanya balik gadis itu.

"Kamu marah, sama aku?"

"Kamu pikir!" Kayrani melengos, memilih memandang keluar jendela mobil.

Devon mendengkus lalu kembali melanjutkan perjalanan ke sekolah, "aku bukan cenayang."

Saat sampai di SMA Jaya, tidak sedetikpun Devon melepaskan genggaman tangannya dan Kayrani, ia tersenyum tipis karena gadis itu sama sekali tidak protes terhadap perlakuannya. Berbeda dengan Devon, Kayrani justru sangat tegang ketika duduk di bangkunya, teman kelasnya sibuk membicarakan hilangnya dua siswi kelas ini yang hilang dari kemarin.

"TES-TES! Ok, mohon perhatiannya!" seorang cowok bernama Azka mengetuk papan menggunakan penggaris kayu.
"Baik teman-teman semua, sebelum bel masuk lima menit lagi. Gue minta tolong sama kalian semua, sebagai Ketua Kelas, untuk berdoa sebentar. Supaya proses pencarian dua teman kita yang hilang, segera ditemukan. Berdoa...mulai."

Semua anak murid kelas 12 MIPA 1 menundukkan kepalanya, berdoa dalam hati.

"Berdoa, selesai. Terima kasih atas kesediaan kalian meluangkan waktu sejenak untuk mendoakan Mawar dan Stevi."

Kayrani memberanikan diri menatap tajam Devon, "kamu gak kasian sama keluarga mereka? Menunggu anaknya yang gak akan pernah pulang dalam keadaan nggak bernyawa, kamu jahat, Dev," lirih gadis itu, seolah takut teman di depan dan belakang bangkunya akan mendengar.

"Santai, mereka gak akan melakukan hal itu," ucap Devon.

Jantung Kayrani mencelos mendengar respon Devon, "wah! Hebat sekali, ckckck...." Ia terheran-heran.

Bel berbunyi, guru sudah memasuki kelas mereka. Devon mendekatkan bibirnya ke telinga Kayrani.

"Puji diriku lebih banyak lagi, Kay. Aku suka mendengarnya," ucap Devon.

"Ketua Kelas silahkan memimpin doa." Perintah Guru sebelum pelajaran dimulai.

-o0o-

Beberapa Ciri Sosiopat, Antara Lain :
1. Tidak merasa bersalah setelah menyakiti orang lain.

Kayrani melayangkan ingatannya tentang respon Devon mengenai pencarian Stevi dan Mawar. Cowok itu tidak terlihat menyesal sama sekali.

2. Sering bersikap agresif dan sulit mengendalikan emosi.

"Termasuk menampar?" gumam gadis ini.

3. Berbeda dengan psikopat, sosiopat justru masih memiliki rasa empati.

"Hm, meragukan." Kayrani menggulingkan badannya di atas kasur. Rasa empati dari mananya? Menghabisi nyawa, apakah itu termasuk empati?

Drtt....

Kayrani menatap layar ponselnya bingung.

"Halo, ini siapa?" tanya Kayrani, karena yang menelponnya adalah nomor tidak dikenal.

"I'm yours."

Menjauhkan ponselnya dari telinga, gadis itu memandang sekali lagi nomor tersebut.

"Dev...."

"Ya, ini aku."

"Mau apa?"

"Aku maunya kamu."

Kayrani bisa mendengar kekehan Devon, "ekhm. Ingat, aku ingin putus." Gadis itu menatap sambungan telepon yang masih terhubung. "Halo?"

"Emmph, tolong!"

Kayrani mengernyit lantas menjauhkan ponselnya dari telinga, ia salah dengar atau memang benar ada orang yang minta pertolongan?

"Devon! Halo!" serunya karena tak kunjung mendapatkan balasan, "apa terjadi sesuatu di sana?"

Ia tambah terkejut kala telepon itu berubah menjadi video call.

"DEVON!"

"TOLONG!"

"YA TUHAN...."

"Dengar, jangan matiin sambungan video call kita. Aku mau kasih kamu pilihan, kita putus, tetapi dia mati. Atau, kita gak putus dan aku bakalan bebasin dia." tawar Devon.

"Kamu gila," ujar Kayrani.

"Because of you, Kayrani Angeline. Apa jawaban kamu?"

Seketika jin baik dan jahat menguasai pikirannya. Kalau ia menumbalkan orang yang disandera Devon, maka ia akan terbebas dari hubungan mereka bukan? Ah, tapi... dirinya tidak tega, masa iya dirinya mengumpankan orang lain untuk keuntungannya? Itu tidak baik!

"Aku hitung sampai lima, satu." Devon mulai menghitung, sedangkan Kayrani masih menggigit jari.

"Aku...."

"Dua."

Bagaimana ini?

"Ti...."

"Aku mohon sama kamu lepasin dia, kita gak akan putus," ucap Kayrani dengan cepat, karena dirinya tidak tega melihat korbannya Devon menangis tersedu tatkala sosiopat itu mengarahkan pisau tajamnya ke mata.

TBC.

WANTED ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang