16.0. Bright Spot

930 88 3
                                    

Komentar dan vote kalian sangat berarti untuk ku♠

Jovan menatap layar proyektor yang lebar di depan sana, ia mengembuskan napas berat. Kepribadian dirinya yang cukup ceria ternyata tidak berguna di Amerika. Kebanyakan dari mereka adalah individual, sama seperti teman-temannya sekarang.

Jangankan untuk bicara, padahal mereka duduk berdekatan. Menyapa dan senyum pun hampir tidak pernah, apalagi saling bertanya tentang materi atau tugas. Itu berlangsung selama empat Minggu, setelah penerimaan mahasiswa baru berlangsung. Sangat sulit memang.

Kelas manajemen akhirnya selesai, kini Jovan tengah berjalan keluar kelas, dengan beberapa tumpuk buku ditangannya dan pensil yang dirinya pegang. Mata Jovan melirik kesana-kemari untuk menghilangkan jenuh. Namun, pensil yang dirinya pegang terjatuh, ia kemudian merunduk untuk mengambilnya. Sayangnya, ada tangan lain yang juga mengambil pensilnya. Kemudian orang itu menyerahkan benda milik Jovan.

“Punya mu?"

Namun Jovan malah menangis.

-o0o-

Semilir angin menerbangkan daun-daun yang mengering. Surai Kayrani yang digerai ikut berkibar, seolah menambah daya tarik miliknya, sehingga beberapa cowok menoleh dua kali ke arahnya.

Gadis itu menatap langit yang mendung. “Devon, apa kabar?”

“Kay! Mau kemana?” seorang perempuan merangkul bahunya, dia adalah teman barunya. Namanya, Fafa.

“Mau ke kantin, gue belum makan siang.” Kayrani menyengir seraya memegang perutnya.

“Gue ikut, ya! Eh, lo tau gak, sih?”

Kayrani menggeleng.

“Sebenernya lo gak peka atau pura-pura gak tau, sih?” tanya Fafa.

“Hah? Tau apa?”

“Lo tuh, disukai banyak cowok di kampus ini, tau gak! Aduh, Kay... lo gak nyadar apa?" omel Fafa ketika tahu temannya itu menatapnya heran.

“Eh, masa, sih? Gak mungkin, lah. Orang gue anaknya biasa-biasa aja,” tutur Kayrani.

Kini mereka berada di penjual bakso, mereka memesan, kemudian mencari tempat duduk.

“Lo liat cowok yang pegang gitar itu.” Fafa menunjuk meja di depan mereka, ada sekitar lima cowok. Dan satu di antaranya yang memegang gitar tengah menatap Kayrani.

“Emang mereka kenapa?” Ia mengalihkan pandangannya kearah Fafa, saat matanya bertatapan dengan cowok tadi. Ia jadi merinding.

“Mereka mahasiswa semester lima, kayaknya yang pegang gitar, suka deh, sama lo.”

Kayrani tertawa, “ngadi-ngadi! Mungkin dia liat lo.”

“Ih! Dibilangin juga, gue mah kentang. Gak mungkin ada yang suka,” ucap Fafa memanyunkan bibirnya.

“Merendah untuk meroket, ya? Orang lo cantik begitu, terus yang kentang asli gimana?” Kayrani mendecih.

Pesanan mereka telah tiba, kuah panas bakso membuat asap mengepul membawa aroma yang berhasil membangkitkan selera mereka.

“Aduh, laper banget gue!" ujar Fafa. “Laper, makan bakso ditemenin cogan. Aduhai hidup ku....”

“Lagian kalau mereka suka gue, gak bakal gue bales.” Kayrani melirik kumpulan kakak tingkatnya.

“Ehm, kenapa?”

“Karena gue, udah punya pacar.”

-o0o-

Ellena terkekeh melihat Jovan yang mengelap ingus menggunakan lengan. “Jorok banget! Ewh!” ia bergidik.

Wajah Jovan yang sembab menatap Ellena dengan teliti. “Gue gak salah orang, ’kan? Lo beneran Ellena, cewek yang ada di rumah Devon dulu.”

Melihat gadis rambut blonde itu mengangguk, Jovan merasa kalau sedikit bebannya telah berkurang. Pencariannya dengan Kayrani kini menemukan titik terang.

“Gak nyangka, lo bakal kuliah di New York juga,” ungkap Ellena.

“Lebih gak nyangka gue. Kalau lo ada di tempat ini. Btw, hubungan lo sama Devon apa?” Jovan berubah serius.

Tidak disangka, Ellena malah tertawa. “Hufft, baru kita ketemu. Lo udah bawa topik yang serius aja.” kekehnya.

“Jadi gimana? Lo di Amerika sama Devon, ’kan?” serbu Jovan. Bahkan dia sampai mendekatkan badannya ke Ellena.

“Dia... baik.” Ellena berdiri, tangannya membersihkan belakang roknya yang sedikit kotor. “Lo mau ketemu Devon?”

Jovan ikutan berdiri dan mengangguk dengan semangat, “bawa gue ketemu Devon!”

Hutan rindang menjadi pemandangan Jovan ketika Ellena mengajaknya ke suatu tempat. Ah, rupanya hutan itu menyimpan sebuah mansion megah.

Untuk mencapai pintu utama, harus memakai kendaraan. Karena kalau berjalan kaki, Jovan perkirakan akan membutuhkan waktu yang lama.

“Welcome to Alexandre's mansion.”




TBC.

Makasih udah baca, makasih buat yang sudah vomment.

Love y'll.
See ya....

WANTED ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang