12.0. Who?

911 99 10
                                    

Kayrani menatap wajahnya di cermin. Ia menguyel-uyel pipinya yang mulai gembul, mengusap mukanya yang kusam. Dan, terdapat kantung mata warna hitam samar-samar. Gadis itu menghela napas, sudah lama dirinya tidak melakukan perawatan wajah, sederhananya yaitu masker.

Jadi... sekarang ia memutuskan untuk memanjakan sejenak muka kucelnya ini, menggunakan masker yang dapat memberikan sensasi segar dan dingin pada kulit mukanya.

Dikala tangannya sibuk mengoleskan masker ke dahi, ponselnya berdering. Nama Devon terpampang. Kayrani tersenyum tipis, sudah lama sekali mereka tidak berkomunikasi lewat panggilan seluler.

"Hai," sapa Kayrani terlebih dahulu, sembari menekan tombol loudspeaker. Kemudian menaruhnya di meja.

"Lagi apa?"

"Aku? Bersantai...." kekeh Kayrani. "Tumben, nelpon?"

"Aku... lo mau makan apa? Gue mau masak."

Kayrani menaruh mangkok kecil berisi masker di meja riasnya. Itu tadi, suara perempuan? Masak?

"Dev! Kamu sama siapa!" serunya.

Tut....

"What the...." Kayrani memandang ponselnya dengan curiga. Mengapa cowok itu memutuskan sambungan begitu saja.

Devon patut untuk dicurigai!

-o0o-

PYARR!

Piring yang berada di atas meja dapur jatuh hingga pecah, akibat meja itu bergeser kasar akibat dorongan dua manusia.

Ellena berusaha melepaskan cengkraman tangan Devon yang berada di lehernya. Cowok itu tengah mengungkung badannya di tepi meja.

"Tau, apa kesalahan lo?" tanya Devon.

Mata Ellena berkaca-kaca, ia lalu menggeleng.

"Jangan bicara saat gue nelpon atau ada orang lain selain gue! Atau leher punya lo hilang dari tempatnya!" ancam Devon, menghempaskan tubuh Ellena kasar.

Ellena terduduk di lantai sembari memegang leher. Ia menghirup udara banyak-banyak, saturasi oksigen di tubuhnya seakan berkurang karena cekikan Devon.

Cowok itu memperhatikan Ellena yang mengelus leher, ia mendengkus. "Berdiri!"

"Aw!" Ellena meringis, sial, kakinya menginjak pecahan piring.

"Punya mata gak dipakek!" omel Devon. Meskipun begitu, dirinya berjongkok untuk melihat keadaan kaki adik kandungnya. "Bodoh!" ia menyetil dahi Ellena.

Devon menyelipkan tangannya di leher dan lutut Ellena. Gadis itu kaget, sebab ia tak menyangka cowok kejam ini akan menggendongnya. Meski wajahnya sangat kentara tidak menyukai hal ini.

Dilihat dari bawah. Cowok itu terlihat makin tampan, ekspresi datarnya justru menambah kesan cold and cool.

"Apa liat-liat?" tanya Devon. Ia mendudukkan Ellena di sofa, kemudian dirinya sendiri mengambil perban dikotak P3K.

Ellena memperhatikan keseriusan Devon ketika membersihkan luka di kakinya. "Nama lo siapa?"

"Devon," jawab Devon seraya meneteskan betadine.

"Aws, perih...." ringis Ellena saat Devon mulai menutupi lukanya menggunakan perban.

Devon menegakkan punggungnya, ia menaruh kedua tangannya pada sisi-sisi badan Ellena. Sedangkan cewek itu sendiri sibuk mengalihkan pandangannya saat ditatap oleh Devon. Ia tidak boleh baper dengan pacar orang.

"Ingat apa yang gue bilang tadi." Devon mencium kening Ellena lantas mengusap sudut mata gadis itu, "jangan nangis. Apa yang lo hadapi sekarang, jauh lebih baik dibandingkan kenyataan yang akan lo tau nanti."

-o0o-

Pagi baru, semangat baru, dan kecurigaan baru. Kayrani mengerutkan kening.

"Kamu mikir apa, sih, Kay. Sarapannya sampai dianggurin begitu?" tanya mamanya. "Kamu gak usah mikir negara begitu, udah ada yang nanggung."

Kayrani menatap orang tuanya yang harmonis.

"Ma, kalau Papa selingkuh, gimana?" tanyanya dengan mimik wajah polos tanpa dosa.

Kayrani meringis melihat papanya tersedak.

"Kok, Papa, Kay?" tanya papa.

"'Kan cuma contoh, hehehe." cengir gadis itu.

Mama menggeleng, "pasti Mama marah lah! Kenapa tanya begitu, kamu lagi ada masalah sama Devon, ya?" tebaknya.

"Iya."

"Apa penyebabnya, kalau Devon bikin kamu sakit hati. Bilang sini, Papa bakal gilas anak itu pakai ban tronton."

Kayrani terkekeh, moodnya seketika naik mendengar ucapan papanya. "Tadi malam pas telponan, ada suara cewek di dekat dia. Pas aku tanya, Devon matiin sambungan begitu aja."

Mama kembali duduk di kursinya setelah menuangkan air ke gelas papa. "Kamu tau apa masalah terbesar dalam suatu hubungan?"

"Orang ketiga?" jawab Kayrani ragu.

"Ada lagi yang lebih parah yaitu, kita tidak saling percaya." sambung papa.

"Jadi?" tanya Kayrani.

"Kalian harus sering komunikasi," ucap mama.

Komunikasi = interogasi. Oke, nanti dirinya harus bertanya kepada Devon. Harus! Sampai cowok itu berkata yang sejujurnya.



TBC.

WANTED ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang