10.1. Love Letter

989 103 9
                                    

C o m m e n t & v o t e.
Kamera mengintaimu🎥📹📸📷 ada mata batinku, mata Tuhan juga.
:-D
_____


“Buatlah sebuah surat, tema bebas untuk siapa saja, ya. Besok dikumpulkan, harus membuat. Jangan ada yang tidak mengumpulkan,” tutur Guru Bahasa Indonesia. “Terima kasih, kalian boleh istirahat. Jangan lupa tugasnya dikerjakan, tidak boleh lihat di internet. Apalagi mencontek punya teman. Oh, Saya ralat! Surat itu besok akan ditukar dengan teman sebangku.”

Kayrani bengong, “surat, ya?”

“Eh, Kay. Udah dapet ide?” tanya Nalta dari belakang.

“Belom!” Tidak, bukan Kayrani yang menjawab, tetapi Devon yang langsung membalikkan badannya menghadap Nalta. Dari sekian murid di kelas ini kenapa harus Kayrani yang ditanya?

“Emang nama lo itu, Kay?” Nalta sewot.

“Bukan, tapi gue punya hak buat jawab pertanyaan lo tadi.” Devon menyeringai.

“Baru juga pacar,” sindir Nalta memulai pertengkaran.

Kayrani menggeleng. “Kenapa kalian gak akur, sih? Apa susahnya jadi teman?” ia menatap Devon dan Nalta bergantian, ada banyak perubahan di antara mereka. Dulu, Devon melihat Nalta seperti tengah mengincar sesuatu. Lalu Nalta yang ketakutan melihat Devon. Sekarang tampaknya mereka semakin akrab, walaupun harus melalui adu mulut.

-o0o-

Kayrani mengerang, berkali-kali ia menulis, kemudian menghapusnya. Menulis lagi, menghapus lagi. Seakan kalimat yang dirinya rangkai tidak juga ada yang pas di hati untuk dituang di atas kertas itu.

Surat ini akan ditukar dengan teman satu bangku, jadi akan ia tukar dengan punya Devon.

“Surat cinta boleh, gak, ya?” gumam Kayrani seraya memutar pensil ditangannya.

Detik demi detik berlalu, ia mulai menulis bermodal kepercayaan diri. Salah atau benar urusan nanti, yang penting ia menulis dari hati.

-o0o-

“Tukar dengan teman satu bangku kalian,” perintah Guru Bahasa Indonesia.

Devon memberikan satu amplop kepada Kayrani, begitupun sebaliknya. Devon membuka amplop itu.

“Tunggu!” Kayrani memegang tangan Devon yang akan mengambil surat.

“Kenapa?”

“Nilai ada di tangan teman kalian. Jadi yang bikin surat cinta, pasti dapat nilai seratus dari teman sebangku kalian,” ujar Guru Bahasa Indonesia.

Dear My Lovely, Kezia... gue Nalta, Ron. Bukan Kezia.” balas Nalta setelah membaca surat Ronald.

Gelak tawa terdengar di kelas ini. Ronald mendengkus, “tadinya mau gue kasih ke Kezia. Bukan buat lo, gue lupa kalau harus dituker sama temen sebangku. Kenapa juga gue panggil lo My Lovely." omel Ronald seraya membuka kasar amplop dari Nalta.

“Kamu baca di rumah, ya....” pinta Kayrani. Ia tidak akan kuat salah tingkah apabila Devon membaca tulisannya sekarang.

“Oke.”

“Ibu mulai dari absen pertama, siapa teman sebangkunya?” tanya Guru itu. “Oh, kamu, berapa nilainya?”

Yang sudah kerja sama pasti akan senang hati menyebutkan angka seratus, dan yang memiliki dendam terselubung pasti akan menjatuhkan nilai tersebut.

“Devilio Devon?”

Kayrani menarik napas. “Seratus!” dan ia tidak sabar membaca apa isi surat dari sosiopat itu.

Bel istirahat berbunyi. Devon bisa melihat kepala sahabatnya yang tengah mengintip dari luar.

“Oi.” panggil Devon.

“Kuy, mabar.”

“Gak mood,” jawab Devon. Jovan terkulai lesu mendengarnya. “Gudang.” lanjut Devon.

Jovan merangkul pundak Devon, sesekali Jovan menimpali sapaan murid yang menyapa mereka. Persahabatan mereka itu terkenal di SMA Jaya. Si Judes dan Si Ramah.

Devon duduk di kursi, kakinya yang panjang dirinya naikkan di atas meja. Ia merogoh sakunya dan mengeluarkan amplop dari Kayrani. Syukurlah tidak berwarna pink.

🖇️

Manusia lahir, berkembang, merangkak, berjalan, berlari, dan memulai sebuah fase baru kehidupan.

Begitupun dengan fase cinta ; bertemu, menilai, jantung berdebar, kemudian bertemu untuk berbicara dari hati ke hati. Setelah itu mulai berani mengungkapkan rasa cinta seperti belajar berjalan untuk pertama kali. Selalu ada ketakutan di dalamnya, takut akan jatuh dan takut dengan sebuah penolakan yang dapat membuat patah hati.

Satu Hari, satu Minggu, satu Bulan, dan seterusnya hingga rasa cinta itu mulai berkembang menjadi lebih besar.  Aku harap... fase tersebut selalu berjalan lancar. Namun, aku salah. Kita pernah terjatuh ketika dulu baru bisa berlari, hal itu sama seperti fase yang kita alami. Kita pernah menangis untuk rasa sakit di hati.

Tapi itu lah, fase cinta. Tidak mudah untuk dijalani, tetapi sangat berarti.

^ Kay.

🖇️

“Ah, gila! Jangan serang gue, woy! Gue tim lo bangsat!” Jovan memukul meja di depannya. Ia menoleh kepada Devon dan dirinya langsung keluar dari game.

Jovan memperhatikan Devon yang sibuk senyum-senyum tidak jelas. Jovan ingin tahu, sahabatnya itu tengah membaca apa? Tangannya mencoba mengambil kertas dari Devon. Namun sahabatnya mempertahankan kertas itu dengan kuat.

Srek!

Mata mereka berdua bertemu dan membola.

“JOVAN!”


TBC.

Btw, ku gak punya mata batin. Ada ( kita semua punya), tapi gak aktif 😊

Follow me :
WP : namecodes
IG : story.namecodes

P.S. akun nn_codx udah gak aktif.

See you my friends 👍

WANTED ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang