Chapter 7

15.5K 767 22
                                    

Rhea mengetuk pintu pada ruangan wakil CEO setelah ia meminta ijin bertemu pada sekretaris.

"Masuk!" kata seseorang didalam.

Kemudian Rhea membuka pintu dan masuk. Roby yang mengetahui Rhea telah datang langsung pamit keluar ruangan. "Makasih ya yang warna biru tadi," katanya sambil nyengir.

Rhea melotot, ia ingat uang yang ia berikan pada Roby tadi pagi untuk membayar coklat panasnya.
'Huh! Rugi deh!' batinnya.

Alexandre yang mendengar perkataan Roby langsung menyahut, "Apa Rob?"

Roby hanya melirik Rhea kemudian keluar ruangan. 'Rasain! Biar mati penasaran tu si bos!' katanya dalam hati.

Rhea tersenyum cerah ketika melihat Alexandre berjalan kearahnya.

"Seneng banget kamu?" tanya Alexandre sinis.
"Apa maksud Roby barusan?!" tanyanya lagi.

Rhea mengajak Alexandre duduk di sofa panjang. Sedangkan ia duduk di sofa single didepan atasannya itu.

"Udah ga usah dipikirin." kata Rhea. Senyumnya belum juga hilang. Alexandre yang pasang wajah cemberut semakin dibuat penasaran.

"Begini Pak Alexandre yang terhormat." tiba-tiba saja Rhea menjadi karyawan yang mempunyai sopan santun terhadap atasannya. Mengingat tadi pagi ia berteriak sebal pada wakil CEO itu.

"Saya selaku wakil dari tim divisi iklan mau meminjam salah satu ruangan kosong yang ada di gedung ini untuk syuting iklan bulan depan." katanya serius.

Alexandre mendengarkan perkataan Rhea. "Mau bayar berapa per jam?" tanyanya.

Rhea melongo mendengar pertanyaan atasannya itu.
'Maniak duit ternyata!' pikirnya.

Melihat perempuan didepannya hampir meneteskan air liurnya, Alexandre tertawa kemudian berdiri dan berjalan menuju meja kerjanya.
Ia membuka laci lalu mengeluarkan sebuah kotak.

Ia serahkan kotak tersebut pada Rhea.
"Apa ini?" tanyanya.

"Buka aja," sahut Alexandre.

Rhea membuka kotak tersebut dan bingumg kenapa ada ponsel baru didalamnya.

"Itu buat kamu." katanya lagi.

Rhea segera menutup kotak itu dan mengembalikan pada pemiliknya.
"No, thankyou. Aku bisa beli sendiri dengan uang tabunganku." tolaknya.
"Lagian aku belum butuh hape banget." ujarnya.

"Kamu tidak butuh hape, tapi aku butuh menelponmu setiap hari." Alexandre memperjelas maksudnya.

Dada Rhea berdesir mendengar perkataan Alexandre barusan.

'Apakah Andre masih menginginkannya?'
'Ahh tentu tidak!'
'Dia kan udah punya Bu Mita.'
Batinnya bergejolak.

"Dasar playboy!"

"Apa?!"

"Kamu udah ada Bu Mita masih juga mepet perempuan lain!" cibir Rhea.

"Kamu yang playgirl!"

"Apa?? Coba ngomong lagi!"

"Dasar playgirl! Hari ini pulang sama si ini, besok jalan sama si itu."
Alexandre tidak mau kalah.

"Mereka itu temen aku!"

Cih! Alexandre tidak peduli. Ia berikan kotak berisi ponsel itu kembali pada Rhea.

Rhea yang masih diam tak juga menerimanya. Lebih keperasaan takut diteror atasan setiap hari.

Alexandre menghampirinya dan meletakkan ponsel tersebut ketangan Rhea.
Dengan terpaksa Rhea menerimanya. Mengingat ia juga tidak bawa mobil hari ini, ia bingung bagaimana harus menghubungi kakaknya.

Alexandre tersenyum menang.
"Kalian bisa pakai ruang meeting di lantai 4 ini untuk proses syuting." kata Alexandre akhirnya membuat wajah Rhea kembali cerah bercahaya. Senyum manis terpasang diwajahnya.

"Terima kasih banyak, Pak!"
Ucap Rhea dengan wajah berseri.

Kemudian ia pamit dan keluar ruangan.

Sesampainya di ruangan divisi iklan, Rhea segera memberi kabar manager dan teman-temannya kabar bahagia ini. Mereka bersorak dan bertepuk tangan.

"Ahh dana sewa gedung masuk kantong lagi deh." kata Andi yang disambut tawa yang lain.

Ah ya! Rhea lupa menyerahkan proposal itu kebagian keuangan. Ia langsung mencetak proposal tersebut dan segera menyerahkannya.

Jam telah menunjukkan pukul 16:00 sore. Tiga puluh menit lagi waktunya pulang kantor. Ia merogoh sakunya mengambil ponsel yang baru saja diberi bosnya.

Ia mengetik pesan singkat memberi tahu kakaknya bahwa 30 menit lagi ia selesai.

Mas Rio, ini Rhea. Jemput jam 4:30 ya Mas.

Pesan terkirim.

Tak lama kemudian terdengar bunyi pesan masuk.

Hape kamu baru dek?

Iya Mas. Pesan terkirim.

Tapi nanti Mas Rio bisa jemput jam 5 dek. Kamu tunggu bentar ya.

Rhea menghela napas pasrah.

Baiklaaaahhh.

*

Rhea menunggu Rio di lobi utama. Rangga dan Lucy sudah menawarkan tumpangan tapi Rhea menolak. Lagian mereka tidak membawa helm cadangan untuknya. 'Huh, Mungkin hanya basa-basi.' Keluhnya kesal.

Akhirnya sebelum adzan maghrib berkumandang, mobil Rhea memasuki pelataran kantor. Buru-buru ia menghampiri kemudian masuk kedalam mobil.

"Laperrrrr..." katanya ditelinga Rio.

Rio menjauhkan kepalanya, telinganya berdenging.

"Iya. Iya! Kita langsung cari makan!" sahutnya sambil mengelus telinganya.

"Makan nasi ayam goreng didepan situ aja Mas. Ga kuat nih, laper bangett." rengek Rhea.

Rio sebagai sopir dadakan menurut saja. Setelah sampai ditempat makan, mereka mencari tempat duduk. Pelayan segera mendatangi mereka lalu menyodorkan buku menu.

"Ayam kecap satu ya mas, minumnya teh dingin." kata Rhea kepada pelayan itu.

"Ayam goreng satu sama air mineral aja mas," kata Rio juga.

Pelayan mencatat pesanan mereka dan segera berlalu.

"Kamu udah gajian dek?" tanya Rio terkait ponsel baru adiknya itu.

"Belum mas, aku terpaksa beli hape baru nih. Repot juga kalo ada berita penting dari kantor." jawabnya.

Rio manggut-manggut. "Jadi makan malam kali ini kamu yang bayar dong!" tembak Rio langsung menohok jantung.

"Ya mas Rio laaahhh..." jawab Rhea tak mau rugi.

"Asem kon dek," sungut Rio.

Akhirnya pesanannya datang juga. Mereka segera makan. Sesekali mereka mengobrol sambil tertawa. Entah apa yang mereka bicarakan.

Dipintu masuk terlihat Roby dan Alexandre juga memasuki tempat makan itu. Mereka terkejut melihat temannya sedang bersama Rhea. Duduk berdua sambil mengobrol mesra.

Aha!
Siapakah temannya itu?!

***







Mantan Sang CEO (TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang