"Pwa pwa pwa."
Ah, sial! Apa pun yang coba aku katakan tetap saja yang keluar hanya bahasa alien ini. Menjengkelkan! Huft ... ditambah aku sangat bosan sekarang. Serta-merta itu membuat tempramenku jadi kacau.Ezel sedang belajar, para pelayan sedang bekerja, dan memainkan mainan bayi itu memalukan. Jadilah aku seperti orang bodoh di kamar ini sendirian. Padahal di kehidupan ini aku punya semangat yang kuat. Aku ingin hidup lebih bebas dan melakukan apa pun yang kusuka tanpa ada tuntutan dari siapa-siapa. Tapi tubuh bayi ini menghalangiku untuk melakukan kegiatan.
Merangkak pun rasanya sangat melelahkan, SIALAN! Aku benar-benar depresi besar.
Saat aku menjambak rambutku sendiri dengan frustasi, saat itulah aku melihat sesuatu yang melintas dengan gerakan cepat sampai-sampai aku terkesiap. Apa itu? Itu kecil dan bercahaya hijau disekitarnya. Karena penasaran, aku mengikuti cahaya itu sampai keluar kamar karena penasaran. Aku merangkak sekuat tenaga. Sayangnya, itu tak cukup untuk menyayangi kecepatan cahaya yang sedang kukejar.
Aku masih merangkak di sekitar lorong sampai sebuah pasang kaki yang berdiri di depanku serta-merta menghentikan langkahku. Aku mendongak dan mendapati Ethan yang menatapku dengan raut aneh. Oh, aku baru melihat dia sekarang.
"Kenapa dia berkeliaran sendirian di sini?" Ethan bertanya pada ajudan yang ada di belakangnya.
Ajudan itu hanya menggeleng tak tahu. Lalu saat itu seorang pelayan datang dan langsung menggendongku. Pelayan itu adalah Lulu. Dia terlihat gugup saat berhadapan dengan Ethan.
"Maaf, Tuan. Saya lalai menjaga Nona," ucap Lulu berusaha tenang."Ada tiga pelayan yang kutunjuk untuk mengasuhnya. Kenapa kalian tidak bisa menjaga satu bayi saja?" Nada Ethan terdengar tajam. Oke, aku jadi bingung. Dia ini sebenarnya peduli padaku atau tidak, sih?
"Apa perlu aku memecat kalian yang ceroboh ini?"Lulu yang menggendongku langsung gemetar. Yah, dipecat itu menakutkan. Apalagi kalau dipecat dengan alasan tidak becus melakukan pekerjaaan. Para bangsawan akan menolak pelayan yang punya riwayat bekerja yang buruk. Dengan begini, akan sulit bagi Lulu untuk mencari pekerjaan lain nantinya. Aduh, aku jadi merasa bersalah.
"Jawab aku kalau masih punya mulut!" ucap Ethan yang terdengar sarkastis. Aku ingin menghentikannya, tapi aku tak tahu harus berbuat apa.
"Lidahmu mau kupotong, ya?"Eh? Apa katanya? Dasar Ethan gila! Kau tak bisa memotong lidah seseorang hanya karena perkataanmu tidak mendapat jawaban. Karena kesal dengan Ethan, aku secara spontan mengulurkan tangan dan menampar pipinya dengan tangan gemukku.
Ethan tercengang sambil memegang pipinya yang baru saja kupukul. Dramatis, ciuh! Padahal itu tidak sakit sama sekali.
"Ka-kau!" katanya dengan nada bergetar. Astaga ... mental Ethan terguncang kawan-kawan. Kemana dirinya yang intimidatif tadi?"Pwa pwa?" Aku memiringkan kepala. Tersenyum dan menatapnya dengan polos seperti bocah yang tak tahu apa-apa.
Bisa kulihat, Ethan sedang berusaha menormalkan dirinya agar kembali terlihat tenang.
"Bawa dia kembali ke kamarnya." Selepas mengatakan itu, Ethan pergi dari hadapan aku dan Lulu.***
"EVY ... KATANYA KAU MEMUKUL KEPALA AYAH, YA?!
Pintu kamarku di dobrak dengan kuat dan tampilan Ezel yang datang dengan tatapan berbinar adalah pemandangan pertama yang aku lihat.
Apa lagi ini?
Tadi apa katanya? Memukul kepala Ayah? Dari mana dia tahu dan bagaimana pula ceritanya bisa berubah? Aku 'kan hanya memukul pipi Ethan bukan kepalanya. Wah, siapa yang membuat rumor palsu begini?!
"Ayah bilang kau memukul kepalanya."
Oh ternyata si Ethan yang menceritakan. Tapi serius! Kenapa dia mengubah ceritanya dan kenapa pula dia mengadu pada anaknya?
Mentalnya memang lemah sekali ternyata.Aku fokus lagi pada Ezel. Sekarang dia sudah menggendong dan mendudukkanku di pangkuannya.
"Kerja bagus adikku," puji Ezel dengan gembira. Hah, dia memujiku ternyata. Kupikir dia marah karena aku menampar EthanOrang-orang di keluarga ini ternya memang sangat unik ya.
[]
KAMU SEDANG MEMBACA
Cameron's House
FantasiaKeluarga Cameron merupakan keluarga bangsawan terpandang. Reputasi baik mereka pun tak pernah padam. Beruntung atau sial, Evy bisa-bisanya berakhir di dalam rumah itu dengan takdir konyol. Dia juga menemukan suatu fakta. Tidak seperti pandangan kha...