TUJUH BELAS

16.5K 2.8K 26
                                    

Di tengah malam yang dingin, aku terpaksa bangun dari tidur karena suara bising yang datang dari ruangan yang kuduga merupakan ruang kerja Ethan. Jika aku anak empat tahun normal, mungkin di situasi ini aku akan menangis karena melihat banyak orang yang heboh berkeliaran. Maaf ... ini 'kan rumah bukan pasar malam.

"Ada apa?" Aku bertanya pada salah satu pelayan yang berlari tergopoh melewati koridor.

"Ah, Nona terbangun." Pelayan itu meraih tanganku dengan hati-hati. "Tidak terjadi apa-apa. Nona tidur saja lagi, akan saya temani."

Tidak ada apa-apa katanya. Mana mungkin aku percaya. Aku bukan bocah naif yang percaya semua perkataan orang dewasa. Jelas-jelas suasana di sini terasa kacau ditambah dengan atmosfer yang mencekam.
"Aku celius beltanya, ada apa?"

"Uhm ... itu ... bagaimana mengatakannya, ya?" Astaga, pelayan itu malah bimbang disaat aku sudah sangat penasaran. Apakah ini serius sehingga dia bingung memikirkan bagaimana menjelaskan situasi ini pada seorang anak kecil?

"Katakan caja. Cepat!"

"Itu, saya tidak tau apa Nona mengerti, tapi kediaman ini sudah diserang."

"Dicelang?" Aku membeo. Aneh. Harusnya mansion ini punya tingkat keamanan yang mencukupi. Sebelumnya pun walau Ethan punya musuh yang membencinya, hal seperti ini tidak pernah terjadi. Tidak akan ada orang yang mau menyerang seorang pahlawan perang jika masih sayang nyawa. Meski kuanggap konyol, Ethan itu orang yang tidak mudah untuk dilukai. Apalagi dia punya Kaisar di belakangnya. Melihat, situasi ini ... pasti penyerangan yang dilakukan merupakan kegiatan terencana.
"Penyelangnya cudah ditemukan?" tanyaku lagi.

"Untuk itu saya tidak tau, Nona. Penyerangnya hanya mengirim panah beracun yang digerakkan oleh sihir. Informasi lebih masih dalam tahap penyelidikan. Makanya, Nona tidak perlu khawatir. Nona tidur saja, ya?"

"Tungu! Tadi kau bilang panah belacun, apa ada yang telkena panahnya?"

"Oh, itu ... karena yang menjadi target adalah Tuan Duke, jadi—"

Tak mendengarkan lanjutan dari si pelayan, aku melepaskan tautan tangan kami dan berlari kesetanan ke ruang kerja Ethan. Bukannya apa, tadi 'kan mereka bilang itu panah beracun, sudah pasti bahaya 'kan? Bagaimana pun, Ethan 'kan sudah jadi keluarga dan sumber uangku di masa depan, tentu aku khawatir. Apalagi dia langsung ditargetkan. Kemungkinan, bisa saja Ezel yang merupakan penerusnya disangkutpautkan.

Bahaya. 

Keluarga ini bahaya. Aku sudah bisa menebak bahwa pelakunya pasti musuh Ethan yang datang dari medan perang. Mustahil bahwa orang kekaisaran ini yang melakukanya. Karena bagaimana pun, di sini Ethan diistimewakan.

Aku masih berlari dan berhenti untuk langsung mendobrak pintu kuat-kuat.

***

"Kondisi Ayah bagaimana?" Ezel bertanya pada salah satu tabib yang mengobati Ethan.

"Karena racunnya sudah dinetralisir, dalam satu atau dua hari, itu akan membaik. Tidak perlu khawatir, karena kami akan mengobati beliau dengan baik."

"Baiklah. Kau bisa pergi."

Tabib itu membungkuk hormat dan mengambil langkah untuk keluar dari ruang kerja itu segara. Sedangkan Ezel memilih duduk di sofa yang berhadapan dengan Ethan. Untungnya, Ethan hanya terkena panah pada bagian lengan saat dia mencoba menghindar.

"Ayah jadi melemah sekarang. Cih."

Kening Ethan berkerut kesal. Ia menatap putranya tajam.
"Apa itu yang kau katakan pada ayahmu yang terluka?"

"Lalu mau apa? Ayah apa ada yang sakit? Semoga Anda cepat sembuh, Yah. Ayah ingin saya berucap begitu? Saya bukan anak perempuan yang akan bersikap manis." Ezel berucap dengan tangan bersedekap. Membuat Ethan yang menatap serta-merta hanya bisa menghela napas lelah.

Kadang pria itu berpikir. Apa benar Ezel anak kandungnya? Karena rasanya dia selalu diayahtirikan.
Mungkin disaat seperti ini, perhatian manis dari seorang anak perempuan adalah sesuatu yang Ethan butuhkan. Tapi siapa, ya?

Tepat saat itu, seseorang membuka pintu dengan dobrakan kuat. Menampilkan bocah perempuan dengan lengan montok dan pipi tembamnya yang memerah karena sesak setelah berlari.

Itu Evy.

[]

Cameron's HouseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang