Sebenarnya cobaan apa lagi Tuhan berikan padaku yang masih kecil ini?!
Masuk akal tidak, kalau aku harus menjadi penengah perkelahian antar dua bocah yang sedang ada dihadapanku saat ini? Yah, dan dua bocah itu adalah kakakku dan Putra Mahkota. Emm, ralat. Dia sudah memintaku memanggilnya dengan santai. Pokoknya yang sedang berkelahi sekarang adalah Ezel dan Logan."Kenapa memukulku?! Sakit, sialan!" Logan berteriak saat bokongnya mendarat di atas rumput selepas Ezel memukul wajahnya dengan kasar.
Aku masih diam. Tidak sopan tapi sebenarnya ini seru dijadikan tontonan.
"Anda mengabaikan peringatan saya. Pasti bisa mengabaikan rasa sakit ini juga," ucap Ezel dengan geram seraya menginjak kaki Logan. Ugh ... itu pasti sakit. Astaga, kakakku sudah gila!! Jangan sampai karena ini, Ezel jadi dihukum mati. Tolonglah, sekarang sulit mendapatkan bibit unggul. Aku harus melerai!
"BELHENTI!!" Aku berteriak keras dan berlari mendekati Ezel. Menarik tangannya untuk menjauh dari Logan yang sudah melenguh. Aku melirik Putra Mahkota itu kasihan kemudian beralih melirik Ezel kesal.
"Apa yang Kakak lakukan? Kalau mau membunuhnya jagan telang-telangan (terang-terangan) begini!Ezel tidak menggubris ucapanku. Dia masih memfokuskan pandangan tajam pada Logan dan masih menginjak kakinya. Dia itu keras kepala sekali, sumpah.
"Tolong belhenti!" Aku berucap dengan mata terpejam dan memeluk pinggang Ezel untuk menahan pergerakannya. Untuk suatu alasan, dia tersentak."E-evy ...." Ezel bersuara dengan bergetar.
Aku secara otomatis melepaskan pelukanku dan menatapnya dengan kesal.
"Apa yang Kakak lakukan sekalang? Kenapa memukul dia?" ucapku sambil menunjuk Logan yang hanya diam. Aku tahu mereka itu menjadi rival karena sifat kompetitif Logan yang menyebalkan. Tapi Ezel bukanlah orang yang implusif seperti ini. Dia biasanya orang yang akan membalas dengan tenang tapi pasti. Sebenarnya, alasan apa yang membuat dia bertindak bodoh begini?!Untuk sepuluh detik setelah pertanyaan kulontarkan, Ezel masih menutup mulut. Dia sepertinya tak ada niat menjawab. Jadi aku menghela nafas dan berkata, "Jika ingin belkelahi tolong jagan di depanku."
".... Jauhi dia." Ezel membuka mulutnya. Menatapku dengan wajah serius.
"Kenapa?" tanyaku dan membalas tatapan seriusnya.
"Tidak usah dekat-dekat dengannya dan tetap panggil dia Yang Mulia saja."
"Ha. Kenapa Kakak halus mengatulku untuk itu?" Saat aku berkata begitu, aku bisa melihat Ezel menatapku kaget. Mungkin dia berpikir bahwa aku mulai memberontak padanya. Tapi tolong ingat, dia masih belum membangun komunikasi denganku sebelumnya. Jadi aku melanjutkan.
"Aku cuka belmain dengan Kak Logan. Aku juga tidak kebelatan memanggilnya seperti itu. Kenapa Kakak yang selalu menolak kedataganku melalang ini-itu?"Ezel tersentak mendengar perkataanku dan Logan yang masih terduduk dengan bodohnya berkata, "Hei, tolong ingat peranku di sini. Kenapa kalian yang seperti berkelahi?"
"Diam!" Aku dan Ezel bersuara secara bersamaan dan Logan langsung diam.
Ezel kembali menatapku. Entah kenapa aku melihat mata dengan iris birunya seperti ingin menangis. Kemudian dia menundukkan kepala dengan lesu.
"Maaf ...," katanya, "Sebenarnya Kakak menjauhimu bukan karena alasan buruk seperti yang kau pikirkan. Tapi karena takut."Aku mengernyitkan dahi pada pernyataannya yang membingungkan.
"Takut?" tanyaku bermaksud meminta alasan."Iya," jawab Ezel dengan pelan. "Kakak pikir, Kakak telah menyayangimu secara berlebih. Kalau kau menghilang dari dunia, bukankah perasaan itu akan berubah menjadi rasa sakit dan keputusasaan. Kakak tahu ini egois tapi Kakak takut merasakannya lagi. Karena saat Ibu pergi juga begitu." Diakhir kalimatnya, Ezel menghela nafas lemah.
Aku lupa.
Aku melupakan fakta bahwa sebenarnya keluarga ini masih belum bisa melupakan satu anggota keluarganya yang hilang. Selama ini aku hanya melihat kesedihan Ethan dan melupakan Ezel karena dia anak yang selalu bersikap tenang. Meski berbeda dengan anak pada umumnya, dia masih tetap anak kecil. Dia masih butuh Ibu dan punya rasa takut.
Mungkin, keberadaanku adalah penghibur baginya. Tapi di sisi lain, dia takut kalau aku juga bisa jadi alasan kesedihannya.Detik setelah aku mengerti dengan alasannya selama ini menjauhiku dan hanya memperhatikan dari jauh seperti sebelum ini, aku langsung memeluk Ezel.
"Halusnya Kakak megatakan itu lebih awal agal aku tidak calah paham," gumamku.Ezel berjongkok untuk membalas pelukanku dengan nyaman. Dia mengucapkan maaf lagi dengan pelan. Aku jadi bisa melingkarkan tanganku pada lehernya dan menghirup aromanya. Ah, kakakku ini sudah tampan wangi lagi.
"Cekalang, dengalkan aku degan bayik." Aku melepaskan pelukan kami dan menatap Ezel.
"Lasa cayang itu bukan cecuatu yang buluk. Kecewa dan cedih kalena ceceolang pelgi itu kalena kita yang tidak bica melelakan. Kalau cudah bica menelima, hubugan yang celama ini kita bagun denan olang yang dicayang akan jadi kenagan yang paling indah." (Rasa sayang itu bukan sesuatu yang buruk. Kecewa dan sedih karena seseorang pergi itu karena kita yang tidak bisa merelakan. Kalau sudah menerima, hubungan yang selama ini kita bangun dengan orang yang disayang akan jadi kenangan yang paling indah). Hah, aku harap Ezel mengerti dengan aksen cadelku ini.
"Kakak paham 'kan?" tanyaku memastikan.Untungnya Ezel mengangguk dan tersenyum.
"Ya. Kau benar. Terkadang Evy berbicara seolah sudah hidup lama, ya?"Ugh, tolong jangan mengatakan sesuatu yang menusuk begitu. Aku hanya bisa tertawa. Sudah syukur aku memberi penjelasan pada Ezel yang bodoh tentang kehidupan begini.
"Coba kutanya, cekalang Kakak macih teluka kalena kehilangan Ibu?" Aku mencoba bertanya dengan serius."Sudah tidak terlalu ...," jawab Ezel pelan.
"Nah. Itu kalena Kakak sudah bisa melupakan denan lapang dada," kataku senang dan Ezel balas tersenyum.
"Ngomong-ngomong, aku tidak pelcaya Kakak punya pemikilan bodoh cepelti itu.""Ah. Sebenarnya, itu pemikiran yang Kakak dapat dari Ayah.
"Apa?!" kagetku yang dilebih-lebihkan. Aku sudah yakin Ethan mengatakan sesuatu pada Ezel tapi aku tidak menduga saja. Tapi setelah dipikirkan lagi .... Hah, ini sesuatu yang wajar.
"Ya ... tidak helan. Kalena Ayah memang bodoh.""Iya 'kan? Kakak juga berpikir Ayah bodoh." Ezel menyetujui ucapanku dengan riang. Mungkin dia lupa bahwa dia mengikuti pemikiran bodoh itu. Tuhan ... tolong maafkan kami yang berdosa sebagai seorang anak ini.
"Hei, hei. Aku turut bersukacita atas momen mengharukan ini. Tapi tolong ingat, di sini kakiku butuh pengobatan."
Astaga, kami melupakan seseorang. Logan sedang menatap kami jengkel sekarang. Tapi aku tidak peduli tuh. Dia tidak bisa menggangu momen ini.
"Diam!" Aku dan Ezel bersuara secara bersamaan lagi. Saling melirik kemudian tertawa gembira sementara Logan memandang kami datar.
[]

KAMU SEDANG MEMBACA
Cameron's House
FantasyKeluarga Cameron merupakan keluarga bangsawan terpandang. Reputasi baik mereka pun tak pernah padam. Beruntung atau sial, Evy bisa-bisanya berakhir di dalam rumah itu dengan takdir konyol. Dia juga menemukan suatu fakta. Tidak seperti pandangan kha...