ENAM

27.6K 4.1K 29
                                        

"Kau kecil dan lemah."

"Telceah."

"Kau terlihat jelek juga."

"Telceah."

"Cara bicaramu cadel, ish."

"Telceah!"

"Kau mengerti dengan apa yang kukatakan? Kau ini bayi atau bukan?"

Arghh!!! Tolong keluarkan aku dari sini!! Aku sudah tidak kuat menghadapi tingkah tidak masuk akal si Ethan sekarang! Entah ada angin apa, dia membawaku ke ruang kerjanya. Tapi bukannya mengajakku bermain atau apa, dia malah terus menghinaku.

Sialan! Dia juga mengusir Ezel dengan alasan kakakku itu harus lebih fokus belajar.

"Akuh mau ama Ejell," rengekku pada Ethan yang kini sudah sibuk mengurusi dokumen-dokumen yang menumpuk di atas meja kerjanya. Dia menatapku dengan ekspresi aneh kemudian menggeleng.
"Bawa aku ke Ejel!"

"Di mansion ini tidak ada yang namanya Ejel."

"Makcudku kakaku bodoh!" Aku berteriak tepat di depan wajahnya. Aku sudah sangat jengkel sekarang. Padahal sebelumnya aku kasihan melihat dia yang menderita semalam, tapi dia punya sikap yang bisa membuatku mengumpat dirinya seratus atau bahkan seribu kali. Meleburkan rasa simpati yang sudah kusimpan. Jadi, jangan salahkan aku jika sewaktu-waktu aku tidak peduli.

Saat aku berteriak, Ethan sedikit melebarkan pupil matanya, kaget.
"Kau tidak bisa menggangunya. Belakangan aku sering mendapat laporan kalau dia bolos hanya untuk mengurusmu. Aku tidak yakin anak kecil sepertimu mengerti tapi, aku serius agar kau tidak menggangu anak itu lagi." Meski begitu, Ethan menjawab dengan tenang sedangkan aku hanya bisa diam. Bergeming seperti orang bodoh di atas mejanya.

Aku mengerti dengan apa yang dia maksud. Sebagai penerus, Ezel memang diberi banyak tuntutan. Aku sudah pernah bilang dia dituntun untuk serba bisa. Itu artinya dia harus belajar mati-matian untuk meningkatkan kemampuannya. Ezel tidak boleh hilang fokus untuk hal-hal yang tidak berguna. Seperti bermain denganku, contohnya. Cih, itu sebenarnya sesuatu yang berlebihan untuk dibebankan pada seorang anak seperti Ezel. Bukankah jika begini dia akan terlalu cepat dewasa dan kehilangan masa kanak-kanaknya?

Tapi memang seperti itulah keluarga Cameron. Kami harus membuang perasaan-perasaan yang tidak berguna untuk fokus menjadi sempurna. Beginilah cara keluarga ini mempertahankan kecakapan mereka dalam berbagai aspek.

Kalau begini aku harus apa? Pasti Ethan membawaku kemari pun agar bisa memberi jarak pada aku dan Ezel. Dasar ayah dan mantan tidak punya hati!

***

"Ayo main bayeng." Aku rasa ini kali ke sepuluh aku meminta hal yang serupa pada Ezel. Dia masih sibuk berkutat pada buku di tangannya. Mengabaikanku secara tak langsung. Aku menggoyang sedikit lengannya lalu berkata lagi, "Ayo main!"

Ezel menatapku sesaat sebelum akhirnya memalingkan wajah pada buku.
"Lain kali," jawabnya. Ini juga kali ke sepuluh dia mengatakan itu. Apakah ini sesuatu yang masuk akal? Sudah lima hari kami tidak bersama. Biasanya dia yang paling semangat mendatangiku. Tapi kali ini aku harus meminta bantuan Lulu untuk mendatanginya. Aku tidak tahu kenapa dia jadi cuek begini. Mungkinkah Ethan mengatakan sesuatu padanya? Tapi aku tidak bisa bertanya langsung.

"Lulu, bawa dia kembali ke kamarnya."

Saat aku melamun, Ezel memanggil Lulu yang berdiri tak jauh di belakangku. Karena perintah dari Ezel, Lulu membawaku ke gendongannya agar segera pergi dari sana. Sekarang Ezel mencoba mengusirku, ya?

Berusaha mengenyahkan pikiran buruk, aku mencoba untuk berpikir positif. Ya, mari pergi saja dulu dari sini. Mungkin dia memang dalam keadaan sibuk.

Melihatku tak ada niat untuk memberontak, pada akhirnya Lulu membawaku keluar dari sana.

[]

Cameron's HouseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang