SEMBILAN BELAS

16.1K 2.5K 64
                                    

Ethan tidak bisa fokus. Dari tadi ia terus memperhatikan pintu yang tak kunjung dibuka itu. Iya, dia sedang menunggu seseorang.
"Apa kali ini ia tidak datang?" Tepat saat Ethan mengatakan itu, pintu terbuka. Membuatnya secara refleks berdiri.
"Oh, kau sudah datang."

"Siapa?" Tapi bukan suara itu yang sedang Ethan tunggu. "Ayah menunggu saya?" Ezel bertanya dengan kening berkerut. Namun, sepersekon kemudian ekspresinya berubah datar.
"Atau Ayah menunggu Evy, ya?" tanya Ezel lagi.

Tepat sasaran.
Entah sejak kapan, Ethan jadi lebih nyaman bekerja saat ada suara kunyahan dan suara dengan aksen cadel yang memenuhi ruangannya. Kenapa bisa begini? Apa ini perasaan menyenangkan yang selalu Ezel rasakan?

Tiba-tiba, Ezel tertawa sarkastik pada ayahnya.
"Ha, sudah saya duga," katanya, "sulit untuk tidak menyayangi anak itu. Iya 'kan?" Sudut mulut Ezel naik membentuk senyuman asimetris. Sudah jelas sekali bahwa dia sedang mengejek Ethan. Padahal dulu Ethan mengajarkan pemikiran bodoh padanya. Sekarang ayahnya itu yang bersikap lengket?
"Ish, kalau sudah begini Ayah pasti jadi pengganggu. Kebetulan sekali, saya datang untuk mengatakan bahwa Ayah tidak boleh dekat-dekat Evy. Waktu saya dengan Evy jadi terbuang." Ezel berbicara seolah benci ada orang ketiga yang mengganggu hubungan kencannya.

Lalu Ezel keluar dari sana tanpa repot-repot permisi.

Ethan terdiam. Disaat seperti ini, ia jadi teringat perkataan istrinya. Kadang pemikiran anak-anak sulit dicerna oleh orang dewasa. Sekarang Ethan mengerti dengan maksud itu.

Padahal niat Ethan hanya ingin dekat dengan anak-anaknya. Maka itu belakangan ini ia selalu berkeliaran di dekat Ezel dan Evy.
Tapi sepertinya Ethan lupa bahwa pemikirannya yang plin-plan juga sulit dimengerti.

Sebenarnya, ia memang masih takut dengan rasa kehilangan. Tapi rasa sayangnya selalu membuat ia lupa. Karena waktu yang selama ini ia lewati bersama Ezel dan Evy tanpa sadar sudah membuat perasaan sayang itu membumbung tinggi.

Baru sekarang Ethan sadar bahwa betapa menyenangkannya menjadi seorang ayah. Ethan tersenyum ketika mengingat kebersamaan ketiganya (sebenarnya empat karena Logan ikut. Tapi tak dianggap) saat minum teh di taman yang dipenuhi hamparan mawar kesukaan istrinya. Rasanya saat itu keluarga mereka sudah seperti keluarga lengkap yang bahagia meski obrolan mereka tak pernah sejalan.

***

"Evy baik-baik saja 'kan?" Logan yang lagi-lagi ikut di dalam acara minum tehku bertanya dengan raut khawatir. Tolonglah, yang terluka atas penyerangan itu 'kan Ethan. Tapi dia selalu bertanya keadaanku. Padahalkan dia yang lebih tahu info daripada aku karena statusnya yang merupakan seorang Putra Mahkota. Sudah pasti dia ikut andil dalam masalah ini.

Terkadang aku kasihan dengan Logan dan Ezel. Masih kecil tapi beban mereka berat sekali. Duh, bicara tentang itu, kakakku dari tadi tidak kelihatan nih. Tadi katanya ada urusan sebentar tapi lama sekali. Aku sudah bosan dengan Logan yang banyak bicara ini. Jangan lupakan tatapannya yang membuatku tidak nyaman.
Dia tampan sih, tapi bukan tipeku. Terkadang aku merasa berdosa sudah memikirkan hal seperti ini di usia muda.

Tapi mau bagaimana, ya? Memikirkan orang tampan itu bisa membuat segar pikiran. Ah, aku teringat sesuatu.

"Ekhm, Kak Logan. Katanya pangelan ke tiga cangat tampan, ya?" Aku bertanya dengan antusias. Aku mendapat info ini dari Lala.

"Evy, kau jahat sekali. Masa membicarakan laki-laki lain di depanku." Logan yang menjawab dengan ekspresi terluka di wajahnya.

Tutup mulutmu bocah! Laki-laki lain yang ia bilang itu 'kan adik tirinya sendiri. Hm, mereka memang beda ibu. Kalau Logan merupakan anak Permaisuri dan ia menjadi pangeran ke dua. Sedangkan pangeran ke tiga yang kumaksud adalah anak dari seorang selir Kaisar atau Ratu. Huh, hubungan poligami memang rumit.

Ngomong-ngomong, aku penasaran kenapa bisa Logan yang konyol ini jadi Putra Mahkota terlepas dari dia anak kandung Permaisuri? Apa dia punya kemampuan yang tidak kuketahui? Dia ahli dalam politik? Pedang? Ah, entahlah. 
"Kenapa bica Kak Logan yang jadi Putla Mahkota?"

"Itu karena diantara para pangeran, dia yang lumayan."

"Ha?" Aku membalikkan pandang pada Ezel yang baru saja datang dan langsung duduk di dekatku. Dia menjawab pertanyaan yang kulontarkan tadi dengan ekspresi yang seolah mengatakan; 'Aku benci mengatakan ini tapi ini fakta.' Begitulah. Hm, kalau Ezel bilang dia lumayan artinya Logan memang hebat. Perlu diketahui bahwa standar Ezel itu tinggi. Aku khawatir bagaimana ia menilai calon istrinya di masa depan nanti.

"Apa maksudmu dengan lumayan? Aku ini Putra Mahkota yang tak akan dijumpai dalam satu abad ke depan."

"Tidak usah berlagak sombong kalau tidak ada yang bisa dipamerkan."

Hah, mereka akan mulai berkelahi lagi. Aku malas mendengarkannya. Tapi untuk sekarang, hubungan mereka sudah lumayan walau terkadang masih saling lempar makian. Ezel bahkan sudah tidak bicara formal pada Logan. Hanya aku yang masih memakai Anda-Saya karena perintah Ezel. Kakakku itu memang selalu menolak kedekatan Logan denganku.

"Oh, iya. Kakak dali mana caja?"

Ezel berbalik memandangku dan langsung menghentikan pertengkarannya.
"Dari ruang kerja Ayah," jawabnya dengan malas.

Aku hanya membulatkan mulut dan mengganguk. Aku baru ingat. Aku tidak mengunjungi Ethan tadi. Haruskah aku menemuinya setelah ini? Sepertinya hubungan ayah-anak kami juga sudah berkembang dengan lumayan.

Walau terkadang masih ada rasa ingin muntaber dalam diriku setiap kali ia mengatakan 'Putriku' dengan nada menggelikan.

[]

Cameron's HouseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang