"Fyuh." Aku menghela napas lega. Kenapa aku begitu? Karena aku baru saja bisa lolos dari tiga orang aneh. Sejak aku dan Ethan punya hubungan yang normal sebagai ayah-anak, tidak kusangka bahwa si duda galau itu akan sangat lengket padaku. Ditambah Ezel dan Logan juga tambah lengket lebih dari biasanya. Aku rasa mereka akan mati kalau aku tidak ada.
Huh, yang benar saja! Pasti keimutanku ini yang jadi masalahnya.
Aku melanjutkan langkah dengan mulut komat-kamit merutuki si tiga orang aneh sehingga aku tak terlalu memperhatikan langkah dan ...
Bruk!
... yah, aku bertabrakan dengan seseorang. Aduh, mana jidatku jadi sakit. Aku mendongak untuk melihat siapa yang sudah kutabrak ini. Ah, pupus sudah harapanku. Kupikir aku menabrak seorang Kesatria tampan yang bernaung di mansion ini. Tapi itu hanya pria tua. Melihat dari pakaiannya kupikir dia seorang bangsawan dan melihat dia ada di sini, sudah pasti merupakan pengikut Cameron. Yah, bukan urusanku. Dia pasti datang untuk bertemu Ethan.
"Anda tidak apa-apa?" Si pria tua itu bertanya dengan senyum singgah di bibirnya. Dia membantuku berdiri dengan memegang pergelangan tanganku. Entah kenapa, aku merasa tidak nyaman dengan pertolongannya.
"Ya, tidak apa. Telima kacih." Tapi mau bagaimana pun, aku harus bersikap sopan kepada yang lebih tua. Saat aku sudah berdiri, aku merasa tambah tidak nyaman saat pria itu tak melepas pergelangan tanganku. Dia memang tersenyum tapi senyumnya terasa menjijikan.
"Pelmisi, tolong lepac tangan caya.""Ah, maaf." Pria tua itu tersenyum dan berniat ingin melepas. Tapi dia tidak mengangkat tangannya, dia hanya menyeret itu. Ini terasa seperti dia mengelus pergelangan tanganku.
"Hm, ngomong-ngomong perkenalkan nama saya Benjamin Sharlo. Keluarga kami merupakan salah satu pengikut keluarga Cameron. Senang bertemu Anda. Anda si putri bungsu 'kan?"Aku tak menjawab pertanyaannya. Saat ini otakku hanya fokus mengingat tentang nama Sharlo. Di mana aku pernah mendengar nama keluarga itu? Aku ingat Lala pernah menyebutkannya. Tapi aku tidak ingat dia itu siapa.
"Melihat dari warna mata dan rambut Anda sepertinya itu benar bahwa Anda si bungsu keluarga Cameron. Anda sangat kecil dan manis."
Hm? Kenapa kata-katanya terkesan menjijikkan? Ah, mendengar dia mengatakan itu membuatku jadi ingat sekarang. Mungkin dia adalah Count Sharlo. Orang yang Lala bilang menikahi seorang gadis muda. Cih, pantas aku tidak nyaman dengannya.
Tapi kenapa beraninya dia bersikap tidak sopan padaku? Apa dia berpikir aku hanya bocah naif yang tak akan tahu diperlakukan dengan kurang ajar dan akan merasa senang dengan pujian yang ia lontarkan? Kurasa kalau aku bocah normal aku mungkin akan diam saja. Tapi faktanya aku tahu bahwa dia sedang punya pikiran kotor.
Menjijikan.
Aku tidak perlu bersikap sopan kepada pria tua seperti ini.
"Kalau kau cudah celecai bicala, cilahkan pelgi," kataku lalu bersedia ingin pergi melangkah. Aku harus menyuruh Lulu mencuci tanganku yang sudah ternoda bajingan ini."Eh, Anda mau ke mana buru-buru begitu? Saya 'kan tidak berniat menyakiti Anda."
Persetan! Tatapannya tidak mengatakan seperti itu. Aku hanya mengabaikannya dan terus melangkah. Aduh, mana koridor ini sunyi lagi. Tapi kalau dia waras, aku rasa dia tidak akan menggangguku yang merupakan anggota keluarga Cameron.
Sudah pasti begi—"Sikap Anda itu terlalu sombong." Dia bicara begitu dengan mencekal tanganku. Apa-apaan bajingan ini.
Kesal, aku menampar wajahnya yang kini menunduk ke arahku. Lalu mengigit tangannya yang membuat dia mengaduh.
"Aw, sebenarnya tindakan tidak sopan apa itu?!""Halusnya aku yang bilang begitu! Kenapa kau menahan tanganku! Aku 'kan cudah menyuluhmu pelgi!"
"Heh, ternyata Anda memang menggemaskan, ya? Tapi saya katakan sekali lagi, sikap Anda itu terlalu sombong untuk seorang anak yang bahkan tidak dipedulikan ayahnya sendiri."
Apa? Omong kosong apa yang dikatakannya itu? Oh, apa mungkin kabar di luar sana mengatakan seperti itu? Sebenarnya tidak heran juga. Karena sampai sekarang, Ethan belum mengenalkanku kepada para pengikut secara resmi. Mungkin orang-orang akan berpikir bahwa aku ini anak yang diabaikan. Sebelumnya memang begitu. Tapi sekarang sudah beda.
Aku yakin, pasti karena rumor itu si pria tua menjijikan ini berpikir bahwa tidak akan ada yang peduli walaupun ia melakukan sesuatu padaku. Ugh, menjengkelkan!
"Karena itu, sebaiknya Anda bersikap sopan kepada orang tua seperti saya." Si Count Sharlo itu berkata lagi dengan seringai di bibirnya. Aku mau muntah setiap kali ia bicara. Berbicara tentang sopan santun padahal dia sendiri tidak menjaga moralitasnya. Dasar pedofil tua.
"Halusnya kau yang belcikap sopan padaku. Bagaimana pun aku ini angota kelualga Camelon secala cah. Pelhatikan cikapmu Pak tua!"
"Apa?! Dasar bocah tidak tahu diri. Beraninya!"
"Ack! Cakit" Ah, dia menarik kedua tanganku dengan kuat. Sulit untuk melepaskannya. Apa yang bisa kulakukan? Aku ingin menendang selangkangannya tapi susah. Mengigitnya juga tak bisa karena tangannya terlalu jauh disebabkan oleh dia yang menarik tanganku dengan kasar.
"Lepac! Lepac tanganku bajigan tua!""Diam bocah!"
Ah, ya Tuhan, ya Dewa, apa pun itu tolong kirim seseorang di sini sekarang juga.
"Bajingan! Apa yang kau coba lakukan pada putriku!" Seseorang yang muncul dari arah belakangku mendorong tubuh Count Sharlo dan membuat pria tua itu tersungkur.
Aku sudah bisa menebak siapa yang datang sebagai pahlawan hari ini.
[]
KAMU SEDANG MEMBACA
Cameron's House
FantezieKeluarga Cameron merupakan keluarga bangsawan terpandang. Reputasi baik mereka pun tak pernah padam. Beruntung atau sial, Evy bisa-bisanya berakhir di dalam rumah itu dengan takdir konyol. Dia juga menemukan suatu fakta. Tidak seperti pandangan kha...