Sial!
Aku terbangun di tengah malam karena kelaparan. Tadi, aku tidak jadi makan siang karena ketiduran. Alhasil, beginilah jadinya. Aku berjalan menuju ke dapur. Walau sudah malam, pasti dapur tetap dibuka.Aku melewati lorong dengan gerakan lambat. Kaki yang pendek ini tidak membiarkanku berjalan dengan cepat. Aku terus berjalan sekuat tenaga. Tetapi, aku terpaksa menghentikan gerakanku saat aku berada tepat di depan ruang kerja Ethan. Pintunya sedikit terbuka tapi di dalam sana terlihat gelap. Dia masih bekerja?
Karena penasaran, aku masuk secara diam-diam. Aku terkesiap. Kau ingin tahu apa yang kulihat? Ingin tahu? Itu bukan Ethan yang sedang bercinta. Juga, bukan Ethan yang sedang membasmi musuhnya. Tapi aku melihat dia yang terbaring di sofa dengan wajah merah. Bisa kulihat botol-botol alkohol berserak di atas meja.
Ck, ck. Aku tahu dia itu duda galau yang masih tak rela istrinya meninggal. Tapi, haruskah dia hidup se-menyedihkan ini? Ew, seingatku dia bukan pria yang akan membuang moral dan wibawanya walau dalam suasana buruk sekali pun.
Seolah melupakan rasa lapar yang kutahan, aku mendekati Ethan. Berdiri dengan sofa kujadikan tumpuan. Sesekali aku mendengar Ethan bergumam hal yang tak jelas. Dia benar-benar mabuk. Dia pasti sedang dalam pikiran stres akut. Selepas Duchess meninggal, dia tidak punya waktu untuk bersedih sekali pun. Karena Kaisar banyak memerintahkannya tugas ini dan itu. Terkadang, menjadi pahlawan itu tidak serta-merta menyenangkan.
"Ugh ...." Ethan melenguh.
Karena kasihan, aku menepuk-nepuk pelan rambutnya.
"Ssstt, tidul caja lagi." Aku berkata lirih. Tentu dia yang sudah tidak sadar tidak akan bisa mendengar. Tapi aku masih terus bergumam padanya.
"Kau pati cedih, ya? Makanya tidul dan lupakan utuk cebental."Malam itu aku terus menepuk-nepuk pelan rambut Ethan sambil bergumam banyak hal agar dia bisa tenang. Selepas dia sudah agak anteng kurasa, barulah aku keluar.
***
Aku rasa aku sudah gila. Aku makan banyak untuk sarapan kali ini karena tadi malam aku tidak jadi makan. Sudah tiga piring. Perutku sudah menolak tapi entah kenapa rasa lapar ini memberontak.
Lulu yang menjadi tempatku berpangku menepuk pelan punggungku dan kemudian aku bersendawa. Ah, aku tidak sanggup lagi. Bendera putih, berkibarlah.
"Nona makan banyak hari ini." Lala berkomentar.
"Itu tidak apa 'kan?" Lili yang bertanya, ditatap oleh dua saudarinya. Jadi dia melanjutkan dengan canggung.
"Itu ... maksudku, Nona 'kan masih kecil, apa itu tidak akan bermasalah pada pencernaannya?""Yah, kurasa begitu ...."
Astaga, Lulu. Dari caramu menjawab saja aku tahu kau tidak yakin. Aku benar-benar dalam situasi buruk sekarang. Tapi sudahlah. Lagi pula apa yang diketahui mereka yang masih berumur belasan tentang mengurus anak? Mereka itu pelayan, bukan pengasuh. Si Ethan tidak pernah mengirim pengasuh untukku.
Sekarang aku hanya butuh Ezel! Bawa Ezel padaku. Dia itu obat untuk segala penyakit bagiku.
***
Pada akhirnya, aku berakhir dengan Ezel di taman. Karena terlalu banyak makan, aku mengalami masalah pencernaan. Ini salahku! Salahku! Pokoknya aku harus makan dengan benar nanti.
"Sudah lebih baik?" tanya Ezel, sedikit khawatir.
Aku hanya mengangguk di gendongannya dan berucap lemah.
"Iyah ...," kataku tak bersemangat.Lalu saat Ezel mencoba memasuki kembali mansion, langkahnya terhenti. Ethan bersama ajudannya berdiri di depan kami.
"Aneh ...." Ethan bergumam. Namun aku masih bisa mendengarnya. Dia menunduk sedikit lalu menunjukku dengan jarinya.
"Saat aku melihat wajahnya, aku ingat punya mimpi aneh semalam.""Apa yang Anda coba katakan, Ayah?" tanya Ezel bingung. Yah, aku juga penasaran. Semalam 'kan dia mabuk. Apa mungkin dia mimpi terbang naik unicorn bersama aku, putrinya?
"Aku mimpi ada anak anjing yang masuk ke ruang kerjaku. Anehnya, dia menggonggong sambil mengelus kepalaku."
Hening.
.... Dia ... menghinaku sebagai anak anjing, ya? Kalau begitu dia apa? Induk anjingnya? Bahkan induk anjing yang sebenarnya jauh lebih baik dari Ethan.
Ethan, padahal aku mencoba membangun hubungan ayah-anak denganmu. Tapi kenapa kau seperti ini sih?! Walau kau mabuk, itu tidak sopan sialan!

KAMU SEDANG MEMBACA
Cameron's House
FantasyKeluarga Cameron merupakan keluarga bangsawan terpandang. Reputasi baik mereka pun tak pernah padam. Beruntung atau sial, Evy bisa-bisanya berakhir di dalam rumah itu dengan takdir konyol. Dia juga menemukan suatu fakta. Tidak seperti pandangan kha...