TIGA PULUH EMPAT

8.5K 1.8K 67
                                    

"Dasar parasit."

"Anak yang tidak berguna."

Pada awalnya ... Aster bukanlah seorang anak jalanan yang mempunyai hidup tak menentu. Dia pernah punya keluarga. Namanya juga bukan hanya Asterion saja. Ada Dautly di belakangnya. Itu adalah sebuah keluarga dari daerah Timur yang dikenal dengan kecakapan setiap generasinya dalam menggunakan sihir. Ayah Aster, seorang Duke Dautly, membencinya setengah mati.

Itu karena Aster seorang anak yang lemah. Sejak lahir, ia di klaim punya mana yang sedikit dan membuatnya terbelakang dalam menggunakan sihir. Padahal, di tempat tinggalnya itu, tingkat kekuatan sihir merupakan tolak ukur kehormatan seseorang. Apalagi saudaranya yang lain jelas lebih cakap kemampuannya. Hal itu menyebabkan Aster terabaikan dan dipandang sebagai aib Dautly.

Sebenarnya, ada dua alasan seseorang mempunya tingkat kekuatan sihir rendah. Itu sudah pasti karena dia punya mana yang sedikit. Atau menang dia tidak punya bakat dalam bidang itu. Tetapi Aster bisa. Dia hanya kekurangan mana saja. Jika dalam kasus mana sedikit, pemakaian kristal mana bisa jadi solusi. Tapi kristal itu sangat sulit didapat. Makanya harganya  sangat mahal. Terlebih, orang Timur sangat enggan menggunakan hal semacam itu yang mereka anggap sebagai cara pecundang.

Pada akhirnya, Aster akan tetap terbelakang. Puncaknya, saat ia masih berumur enam tahun, ayahnya benar-benar membuangnya. Dunia Aster runtuh. Tidak ada seorang pun yang peduli pada anak itu meski dia masih kecil sekali pun.

Setahun berlalu sejak Aster tinggal di jalanan. Alih-alih lapar, rasa kesepian itu lebih menyakitkan. Kenapa semua orang berpaling padanya? Kenapa semua orang memunggunginya? Hidup ini tidak adil, tentu saja! Aster sudah cukup tau tentang itu sekarang. Tetapi, bodohnya dia masih berharap ada seseorang yang bersedia mengulurkan tangan padanya dan membawa ia keluar dari rasa kesepian itu.

Entah hari itu Dewa benar-benar menurunkan rahmatnya atau apa, di malam festival Yustita, Aster bertemu penyelamatnya. Ya, hari itu. Saat di mana ia benar-benar kelaparan, ditambah para bandit yang mengejarnya untuk dijadikan seorang budak. Saat-saat di mana Aster tidak bisa lagi melawan setelah mendapat pukulan, dua orang pria datang bersama para majikan mereka. Anehnya, fokus Aster tertuju pada seorang bocah perempuan yang menatap khawatir dirinya.

Sebelumnya tidak ada yang menatapku begitu.

Barulah saat itu Aster hilang kesadaran dan tahu-tahu, saat bangun ia sudah berada di tempat asing. Hal pertama yang ia lihat selain ruangan asing adalah seorang bocah perempuan dengan rambut pirang dan mata biru yang berkilau.

Aster masih samar mengingat menit-menit sebelum ia pingsan, jadi dia bertanya dengan panik pada bocah itu. Tetapi pertanyaan Aster tidak dihiraukan dan bocah perempuan itu malah menyebutnya sebagai adik kecil. Padahal Aster itu sudah tujuh tahun. Yang anak kecil itu 'kan si bocah perempuan!

Meski bocah perempuan itu terlihat baik, tetapi Aster tidak terbiasa dengan kebaikan seseorang. Jadi, setiap kali bocah itu ingin menjangkaunya, ia secara refleks menepis dengan kasar dan mundur menjauh.

Tetapi, ia selalu merasa takut saat anak perempuan itu ingin pergi. Karena anak itu, yang ia tahu bernama Evy adalah satu-satunya orang yang bersikap peduli padanya. Evy selalu mengunjunginya dan berkata bahwa Aster boleh tinggal selama yang ia mau. Aster bahagia. Tetapi dia tidak tahu bagaimana caranya bersikap. Itu sebabnya, terkadang ia memperlakukan Evy dengan dingin dan membuat anak perempuan itu memberengut dengan bibir mengerucut.

Saat itu Aster berpikir, kenapa ada manusia seimut Evy?!

Selajutnya hari-hari Aster berjalan menyenangkan berkat Evy. Meski terkadang ia mendapat serangan mental dari kakak laki-laki Evy yang selalu menatap tajam dirinya. Tapi, percayalah. Aster sudah terbiasa dengan tatapan seperti itu. Itu tidak akan berefek padanya. Yang memberi efek pada hatinya hanyalah tatapan berbinar Evy.

Tapi, tampaknya Aster baru tahu bahwa  ada lagi orang yang akan menatap tajam dirinya di mansion itu. Itu adalah ayah Evy. Duke Cameron. Aster pernah mendengar nama itu yang dikatakan sebagai pahlawan. Seorang pria yang kuat dan gagah itu kini menatap Aster seolah bersedia menikam.

Jadi ... sekarang Aster tahu bahwa bukan hanya dia yang haus perhatian Evy.

"Aster, kenapa kau selalu melirik ke arah lain?! Fokuslah ke sini!"

Aster sedikit tersentak saat Evy berbicara dengan nada jengkel. Saat ini mereka sedang duduk di kursi taman dengan Evy memegang kue kecil yang terdapat lilin di atasnya. Semua bermula saat Aster mengatakan bahwa ia tak pernah merayakan ulang tahun. Jadi, Evy mengadakan acara kecil untuknya. Padahal ini bukan hari ulang tahun Aster.

"Sekarang, aku akan menyanyikan lagu selamat ulang tahun. Disaat itu, kau tiup lilinnya, oke?!" Evy tersenyum dan membentuk simbol oke pada jemari kecilnya.

Aster hanya mengangguk dengan kaku.
Dia masih ditatap tajam oleh Ethan yang bersembunyi dari arah belakang Evy.
Aneh, harusnya Aster terbiasa dengan tatapan seperti itu. Tetapi aura Duke Cameron  memang bukan main.

"Selamat ulang tahun~ selamat ulang tahun~ selamat ulang tahun Aster~ semoga panjang umur~"

Tidak, Evy! Umurku tidak akan panjang setelah tau ayahmu menatapku tajam begitu!

"Hei, Aster! Kau tidak fokus lagi. Tatap ke sini, tiup lilin dan buat permohonan."

"Ha? Oh, i-iya. Aku akan membuat permohonan." Aster sedikit menundukkan kepalanya dan bersedia meniup lilin. Ia menatap Evy sebentar dan melirik ke arah Ethan lalu membuat sebuah permohonan.

Aku tau ini serakah tapi, aku harap aku bisa terus bersama Evy tanpa ada yang menghalangi.

"Sudah." Aster tersenyum manis dan sebisa mungkin mengabaikan Ethan. Sedangkan Evy membalas senyumannya dan mengelus kepala anak itu dengan lembut. Nah 'kan, hanya Evy yang memperlakukannya lembut begini.

[]

Cameron's HouseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang