SEPULUH

26.1K 3.9K 124
                                    

Ezel yang berdiri di taman, masih memperhatikan punggung kecil adiknya yang berlari menjauh. Lalu iris birunya bersitatap dengan Logan, si Putra Mahkota yang melayangkan tatapan serupa. Memang, mereka masih umur sepuluh tahun tapi permusuhan antar keduanya sudah seperti berlangsung berabad-abad.

Alasan perkelahian sudah pasti pasal kemampuan. Logan benci fakta bahwa dia memang kalah telak jika dibandingkan dengan Ezel.
Namun hari ini, jelas bukan itu alasan yang akan menyulut terjadinya perkelahian antar dua anak ambisius itu.

"Jangan mendekatinya." Ezel bersuara lebih dulu. Nada bicaranya masih terdengar tenang. Tapi Logan bisa tahu bahwa rivalnya itu sedang kesal. Jadi dia hanya tertawa pelan yang serta-merta  mendapat tatapan menghunus dari Ezel.
"Saya serius, Yang Mulia."

Logan langsung berhenti tertawa. Dia melirik lewat ekor mata lalu berkata, "Ah ... padahal aku senang dekat dengannya. Dia anak yang manis dan lucu. Oh, bukankah kau mendengar bahwa ia juga menyukaiku? Hm? Bagaimana menurutmu?"
Oke, mungkin ini adalah hal yang paling bodoh yang dilakukan oleh Putra Mahkota kekaisaran ini. Dia tahu bahwa dia sedang menggangu kucing yang tidur. Tapi dia tidak bisa berhenti karena ekspresi Ezel sekarang terlihat menarik.

Ekspresi Ezel mengeras. Biasanya ia selalu tenang setiap kali berhadapan dengan Logan. Tapi kali ini beda. Kedua tangannya yang berada di sisi tubuh ikut terkepal geram.
"Selagi aku bicara baik-baik, harusnya kau mendengarkan," ucap Ezel yang sarat akan penekanan. Logan sempat tersentak karena rivalnya itu mengubah gaya bicara padanya.

Tapi, tentu bukan Logan Arcturus namanya kalau tidak memancing emosi Ezel. Bagaimana pun dia masih anak-anak.
"Ha. Aku tahu sekarang. Sepertinya Tuan Muda Cameron sangat menyayangi adiknya, ya?"

Ezel memandang lurus pada Logan. Dia tidak bicara tapi matanya jelas mengatakan, bunuh. Namun saat mendengar ucapan Logan tadi, perkataan ayahnya mengenai Evy terlintas begitu saja.
Jangan terlalu menyayangi anak itu.
Semuanya jadi tumpang tindih. Ezel melirik Logan kemudian berdecak.
"Sialan," gumamnya kesal.

"Hah, ada apa denganmu sekarang?" Logan bertanya karena Ezel diam saja.

Ezel memfokuskan pandangan kepada Logan lagi. Ia menatapnya dengan tajam.
"Terpenting, saya sudah memberi peringatan pada Anda, Yang Mulia. Kalau Anda masih mendekatinya, ingatlah bahwa Anda hanya punya satu nyawa."

Logan tersentak. Bahkan saat Ezel sudah pergi, dia masih berusaha menyembunyikan tangannya yang gemetar. Kalimat Ezel tadi sudah seperti siap sedia menerkam dia.

Cih, ada apa dengannya? Dia bahkan lebih marah daripada saat aku menghinanya.

***

Ezel berjalan di sekitar koridor mansion dengan aura suram. Sulit dibayangkan bahwa anak umur sepuluh tahun itu sedang stres berat sekarang.
Memikirkan tentang dia yang menjauhi Evy. Sebenarnya itu ada di luar keinginannya.

Dia ingat bagaimana percakapannya dengan ayahnya.

"Jangan terlalu menyayangi anak itu."

Ezel yang duduk berhadapan dengan Ethan mengernyitkan dahi heran. Sebelumnya ia tak pernah mengobrol dengan ayahnya kecuali itu hal yang serius. Itu karena hubungan mereka memang tidak cukup dekat bahkan hanya untuk bertanya kabar masing-masing.

"Siapa?" tanya Ezel pada Ethan yang dengan santai menyesap teh miliknya.

"Adikmu."

Ezel menaikan satu alisnya sedikit. Heran, kenapa pula ayahnya menyebut Evy seolah bukan anaknya?
"Kenapa? Memangnya apa urusannya dengan Anda, Ayah? Hah. Ayah bahkan tidak peranh peduli dengan urusan saya kecuali itu tentang belajar sebelumnya." Itu benar. Ezel tahu ayahnya tidak akan peduli padanya selain tentang belajar. Sudah dikatakan, bahwa hubungan dia dan ayahnya tidak cukup dekat. Bahkan dengan almarhum Duchess pun, Ezel hanya mengobrol sekali dua kali dalam seminggu. Itu karena Ethan memonopoli ibunya.

Sedari awal, sebenarnya Ezel menganggap ayahnya itu hanyalah orang konyol yang kebetulan jadi pahlawan perang setelah mengalahkan ratusan prajurit lawan.

"Entahlah." Ethan menjawab dengan tidak pasti. Tapi entah kenapa saat Ethan melanjutkan, Ezel bisa melihat ayahnya itu tersenyum pahit. "Aku sadar sekarang. Jika kau terlalu menyayangi seseorang itu hanya akan berakhir menyakitkan ketika dia hilang dari pandanganmu, dari genggamanmu, juga dari hidupmu." Ethan melihat anaknya dan berkata, "Aku hanya tidak ingin kau merasakannya juga."

Percakapan mereka berakhir saat itu.

Ezel masih tak mengerti. Ucapan ayahnya itu terdengar seperti perkataan seorang pecundang. Tetapi hatinya memilih mengikuti saran bodoh Ethan. Itu sebabnya dia mencoba menjauhi Evy belakangan ini. Karena dia tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya kehilangan Evy karena Ezel sudah terlampau menyayangi adiknya itu.

Dia suka dengan mata biru gadis kecil itu. Walau warna mata mereka serupa, tapi binar matanya menakjubkan. Rambut pirangnya juga lembut. Mirip Ibu. Ezel tersenyum untuk suatu alasan. Menurutnya, sikap adiknya juga menakjubkan. Evy bahkan pernah memukul kepala Ethan (sesuatu yang ingin Ezel lakukan tapi tidak bisa) Sebenarnya, itu cerita yang Ezel dapat dari Lulu yang ada di lokasi serupa saat itu.

Ezel tersenyum lagi seolah stresnya tadi tak pernah ada.

[]

Cameron's HouseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang