Tarik napas ... buang ....
Oke, sekarang aku butuh sesuatu untuk menghilangkan stresku saat ini. Kira-kira apa yang biasa dilakukan anak empat tahun untuk menghibur diri, ya?
Bermain? Tapi aku terlalu malas. Hmm, mari pikirkan ....
Ah, mungkin ke taman jauh lebih baik. Angin segar dan pemandangan yang bagus pasti bisa menghilangkan pikiran suntuk ini.Aku turun dari kursi kecil yang ada di kamarku. Kemudian mendekat ke arah Lulu yang sedang bersih-bersih dan menarik sedikit roknya.
"Aku au ke taman," ucapku padanya."Baiklah. Saya akan menemani Anda."
"Tidak!" Aku menolak dengan cepat. Aku hanya ingin waktu untuk sendiri. Lagi pula taman itu berada di dekat kediaman Duke Cameron. Sudah dipastikan itu akan aman.
"Lulu lanjut kelja aja."Sesuai dugaanku, Lulu masih memasang tampang tak mau.
"Hem ... Nona yakin?" tanyanya memastikan dan aku beri anggukan mantap.
"Baik. Tapi janji harus hati-hati, ya?"Astaga, Lulu. Aku hanya ke taman. Dia bersikap seolah aku akan pergi ke medan perang saja. Meski begitu, aku tetap menjawab dengan ceria, "Janji!"
Tak butuh waktu lama, sekarang aku sudah ada di taman. Aku ingat sering ke sini bersama Ezel. Huft, sayangnya kali ini aku sendiri. Karena tak ada siapa-siapa, aku memilih berteduh di bawah pohon besar dan duduk di atas rerumputan. Menikmati angin yang berhembus teratur.
Sudah kuduga. Ini adalah pilihan terbaik untuk menghilangkan sedikit stres yang kurasakan. Apalagi ada aroma mawar yang merangsek ke indera penciumanku. Aku menyukainya!
Hening untuk beberapa lama.
Sesaat, mataku tak sengaja menangkap sesuatu. Aku melihat sesuatu yang kecil dan terbang. Itu bercahaya hijau di sekitarnya. Ah, aku ingat! Saat kecil aku juga pernah melihat itu. Aku mengerjap, memastikan aku tidak salah lihat.
Berbeda dengan waktu itu. Dulu saat kukejar, cahaya itu lari. Tapi sekarang, itu mendekat ke arahku! Aku jadi bisa melihatnya dengan jelas. Ternyata itu adalah peri. Itu kecil. Ukurannya hanya sebesar jari pria dewasa.
Di dunia ini, bukan hanya eksistensi Dewa yang banyak dipercaya. Tapi adanya peri, hewan magis, monster atau bahakn kekuatan sihir sekalipun memanglah ada. Jadi, aku tidak terlalu kaget saat melihatnya.
Aku melirik lagi peri yang terbang itu. Melihat ukurannya, dia pasti anakan. Ah, lucunya .... Sejak tak akrab lagi dengan Ezel, sudah lama aku tidak melihat sesuatu yang lucu seperti ini.
Saat aku asik-asiknya menikmati momen, seseorang menghampiriku. Ah, aku merasa deja vu dengan situasi ini. Tempat yang sama. Rambut perak yang sama. Hanya beda waktu dan kondisi saja. Yap. Sekarang yang berdiri di hadapanku adalah Logan Arcturus, Putra Mahkota yang secara telak memusuhi kakakku.
"Hm, kau adik si sombong 'kan?"
Aduh ... apalagi ini?!
Aku berusaha tersenyum dan membungkuk untuk memberi salam.
"Cayam Yang Muiya. Emoga bekah kekaicayan menyeltai Anda. Pelke—""Pftt."
Aku mendongak dan mendapati Putra Mahkota itu tertawa. Heh, apa yang lucu di sini? Aku sudah mencoba mengikuti tata krama yang baik, tahu!
Aku masih menatapinya yang tertawa entah karena apa. Serius, aku ingin menendangnya. Tapi kutahan, karena bisa saja aku dihukum penggal atas dasar tuntutan menyakiti keluarga kekaisaran.Lagi pula. Aku bingung dengan Putra Mahkota satu ini. Setiap datang ke kediaman Cameron, dia selalu singgah ke taman. Padahal aku yakin, dia datang ke sini karena titah Kaisar untuk menjumpai Ezel. Selama ini, Kaisar sengaja mendekatkan mereka yang punya hubungan buruk. Aneh-aneh saja memang.
"Emm, Yang Muiya, apa ada cecuatu yang lucu yang membuat Anda teltawa?"
"Haha, cara bicaramu. Cadel hahaha."
Ha ... tidak kuduga itu alasannya.
Tidak tahu kah mereka seberapa menderita aku dengan lidah cadel ini?[]

KAMU SEDANG MEMBACA
Cameron's House
FantasyKeluarga Cameron merupakan keluarga bangsawan terpandang. Reputasi baik mereka pun tak pernah padam. Beruntung atau sial, Evy bisa-bisanya berakhir di dalam rumah itu dengan takdir konyol. Dia juga menemukan suatu fakta. Tidak seperti pandangan kha...