ANIMA CODE

600 144 9
                                    

ANIMA CODE

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

ANIMA CODE

"Apa maksudmu?"

"Sekitar 40 persen prosedur tersebut tidak akan berhasil. Aku khawatir kau mungkin tidak akan mengizinkan dia untuk mengajukan permintaan keluar dari klan," jelas Pelayan Joo dalam ruangan itu. Hanya ada mereka berdua. Beomgyu masih kaget betapa seriusnya Pelayan Joo sekarang. Apalagi, beliau tidak pernah bicara dengan seformal ini. "Kau akan kehilangan dia."

"Apa?" pekik Beomgyu. "Ini tidak mungkin. Taehyun sangat sehat, dia akan melakuk—" Sepasang mata Beomgyu melebar kaget. "Jangan katakan."

Pelayan Joo sudah membaca maksud Beomgyu, jadi dia mengangguk. Sementara itu, Beomgyu masih tegang di kursinya. Pengadilan Antar Klan sudah pasti bukan tempat paling 'ramah' di bumi, tapi dengan aturan seketat itu, Beomgyu tahu, peluangnya sangat sempit. Jika Taehyun tetap kukuh maju agar dia keluar dari klan White Wolf, maka dia akan celaka.

"Kau tahu, kan? Klan bukan sekadar nama, atau embel-embel yang melekat dalam dirimu. Itu hidupmu, cara kau hidup. Sejak perang pecah, anima dalam diri kita muncul, dan anima berkaitan erat dengan klan. Bahkan itu jadi ciri khas klan. Dalam arti lain, kalau keluar dari klan maka kau tidak berhak menjadi anima yang merepresentasikan siapa klanmu."

"Itu berarti..." Suara Beomgyu terputus.

Pelayan Joo lagi-lagi mengangguk. "Kau harus kehilangan anima-mu."

.

.

Dalam modul itu, ada banyak foto, artikel berita, dan potongan jurnal.

Beomgyu menekuninya, masih kalut luar biasa. Apalagi, Taehyun tengah berbadan dua! Bagaimana mungkin dia tetap mengizinkannya? Bukan hanya Taehyun yang akan terluka, tapi juga janin dalam kandungannya. Jika ini tetap berlangsung, Beomgyu yakin, dia tidak akan sanggup melihat Taehyun menderita. Anima adalah bagian kuat dalam dirimu, mengeyahkannya berarti mengeyahkan dirimu sendiri.

Seperti melenyapkan diri sendiri.

"Apakah tidak ada cara lain.." Beomgyu membolak-balik modul dengan resah. Separuh dirinya sangat takut, separuh lain sangat cemas. Beomgyu merasa keringat dingin terasa di telapak tangan, sedangkan lebih banyak foto mengerikan tertera di lembar demi lembar. Sejak bertahun-tahun yang lalu, sudah banyak yang ingin mengajukan permintaan keluar dari klan, dan ada banyak kasus kematian daripada yang bisa diduga. Beomgyu sadar, sedikit sekali yang bertahan tanpa anima mereka. Tanpa dapat bertransformasi ke wujud anima yang merupakan identitas klan mereka.

Beomgyu mengerang samar, berhenti membaca lagi. Dia hanya terbayang ruangan operasi, lampu menyorot silau, dan para dokter yang berusaha melakukan operasi tersebut. Beomgyu tidak sanggup kalau Taehyun yang berbaring pucat dan tersenyum lemah kepadanya, padahal Beomgyu bisa saja pingsan di tempat.

"Aku tidak apa, Beomgyu."

Tidak akan!

Tanpa sadar, Beomgyu merasa air matanya mendidih.

.

.

Taehyun duduk seraya mengusap perutnya. Sekarang perutnya belum terihat bulat seperti jeruk, tapi Taehyun senang, setidaknya dia bisa mengajak obrol si baby meskipun yah, dia juga ragu karena ini terlalu dini.

"Kau tahu, aku juga takut, sih. Tapi, mau bagaimana? Aku juga pasti akan diusir dari rumah, jadi aku tidak punya pilihan." Ayah Taehyun tidak akan mengizinkan Taehyun menginjakkan kaki di rumah, terlebih kalau dia sudah tahu Taehyun hamil. Harapan satu-satunya adalah kakaknya, Gaeun. Tapi, dia juga pasti akan mengikuti perintah ibu mereka, jadi yah, Taehyun tetap diusir juga.

"Aku tahu.. aku ini putus asa. Tapi, apakah aku bisa berpikir sekarang? Jawabannya tidak," ocehnya lagi, kembali mengusap perutnya. "Tapi jangan khawatir, aku akan tetap menjagamu, oke?" Taehyun menunduk dan tersenyum. "Baby, sehat terus, ya. Nanti kita bertemu."

Taehyun tersentak sewaktu seseorang masuk ke dalam ruangan yang ditempatinya. Dia tengah menunggu Pelayan Joo menjemput, tapi yang muncul dengan tergesa-gesa justru Beomgyu. Taehyun hendak menyapa ceria, namun Beomgyu sudah terlihat kaku dengan wajahnya yang memerah. Sepasang tangan Beomgyu juga sudah mengepal sempurna.

"Gyu."

"Jangan."

Taehyun tergelak singkat. "Apanya yang jangan?" tanyanya seraya bangkit. Dia hendak mendekat, namun Beomgyu sudah lebih dahulu mendekapnya. "Yah, apakah kau khawatir doal persidangannya? Jangan khawatir, Pelayan Joo juga membantu carikan pengacara handal. Aku tahu, aku akan merepotkanmu tapi aku akan berusaha mencari uang setelah ini—"

"Kumohon, jangan," bisik Beomgyu dengan cepat menahan tubuh Taehyun agar merapat. Sepasang tangannya membungkus tubuh Taehyun dengan posesif. "Aku takut."

"Apa maksudmu?"

"Kau pasti sudah tahu.. bahwa syarat utama keluar dari klan adalah penyingkiran anima, dan kau tahu, prosedur itu terlalu berbahaya. Kau juga hamil! Bagaimana bisa hati nuraniku membiarkannya?" Beomgyu berucap dengan keras, terbawa emosi. "Aku mohon, jangan lakukan."

"Choi Beomgyu."

Beomgyu bergeming, tidak melonggarkan pelukan itu. Dadanya sakit, tubuhnya penuh dengan ketegangan dan dia bisa saja menangis lagi sekarang. Membayangkan Taehyun merintih kesakitan saja sudah membuat Beomgyu sinting. Apalagi sampai membayangkan Taehyun menjalani prosedurnya sampai usang. "Kumohon, Tae. Kita bisa kawin lari saja, tidak perlu takut."

"Tapi.. beda halnya dengan anak kita. Dia butuh perlindungan hukum, dia butuh identitas dan dia butuh diakui negara ini. Aku tidak mau dia hidup menjadi buronan, aku tidak masalah."

"Tapi aku tidak mau kehilanganmu!" pekik Beomgyu, marah. Beomgyu menarik wajahnya, air mata sudah terlihat berjatuhan di pipi. "Kau paham itu? Aku tidak mau sampai kau terluka!" Beomgyu tidak pernah meninggikan suaranya, Beomgyu sadar, sehingga dia langsung mendekap Taehyun lagi. Bahunya naik turun dengan napas memberat. "Maafkan aku, aku sangat takut."

"Beomgyu." Perlahan Taehyun mengusap punggung Beomgyu.

"Aku tidak ingin.... kau mengalami hal buruk. Kalau sampai itu terjadi, aku tak akan sanggup memaafkan diriku sendiri."

[]

HESTIA CLASS | beomtae ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang