Keesokkan Harinya.
R. VVIP 220 Sp. Kanker.
Putri masih tertidur dengan nyenyak sehingga ia belum tahu bahwa mama dan papanya sudah ada di sampingnya.
"Ma... pa... maafin Fadil ya karna gak kasih tahu mama sama papa tentang kondisi Putri... Putri yang larang Fadil buat kasih tau kalian, dia gak ingin lihat kalian sedih... Dia gak mau jadi alasan atas air mata yang turun dari mata kalian... Jadi Fadil mohon pa.. ma.. jangan perlihatkan kesedihan kalian pada Putri... Karna Hesti selalu bilang ke Fadil bahwa Putri tidak butuh tangisan dan rasa kasihan, Putri hanya butuh semangat dari orang terdekatnya...." ucap Fadil memandang lekat wajah adiknya yang tertidur.
Mama Kia sudah menangis di pelukan papa Gilang. Ibu mana yang tidak menangis melihat kondisi anaknya sekarang.
"Iya Fadil... papa tahu, papa dan mama paham kenapa kamu tidak memberitahukannya sama kita... Tapi papa dan mama berhak tahu kondisi Putra dan Putri papa mama... Kita juga sakit kalo kalian sakit. Lain kali kalo ada apa-apa kamu harus bilang ke papa dan mama walaupun itu menyakitkan... Kita akan selalu memberikan semangat pada Putri seperti yang Hesti bilang, tapi ngomong-ngomong siapa Hesti?" Jawab papa Gilang sambil menanyakan siapa nama asing yang disebutkan Fadil tadi.
"Dia dokter yang merawat Putri selama ini... Dia dokter yang bisa menjelma menjadi motivator untuk Putri pa... Dia yang bisa membangkitkan semangat Putri untuk sembuh waktu itu (suara Fadil bergetar). Bahkan Fadil hampir putus asa karna Putri sama sekali gak mau makan waktu dia tahu dia mengidap penyakit jahat itu... Sampai akhirnya, datang manusia berhati malaikat yang mampu mengembalikan senyum Putri ma... jadi mama gak perlu nangis (Fadil mendekati sang mama dan menghapus air mata sang mama) Hesti selama ini yang selalu Putri tunggu kehadirannya... mama tahu gak?? Putri sangat sayaaaaangg dengan Hesti.... begitupun sebaliknya." Jelas Fadil menghapus air mata di ujung matanya.
"Antarkan mama bertemu dengannya Dil! Mama ingin berterima kasih padanya..." pinta mama Kia membuat Fadil menunduk.
"Dia sudah tidak di sini... dia sudah kembali ke Bandung. Bahkan untuk pamit pun dia menulis lewat surat, tidak secara langsung..." Jawab Fadil dengan tatapan sendu sedangkan papa Gilang sedaritadi menyadari ada perasaan lebih dari Fadil untuk Hesti saat Fadil menyebut namanya.
"Kau mencintainya?" Tanya Papa Gilang menepuk pundak sang jagoannya lalu Fadil membalas tatapan papanya.
"Iya pa... Fadil mencintainya... Fadil sangat mencintainya.... bahkan sampai-sampai Fadil takut kehilangannya pa... Fadil merindukannya...." jawab Fadil dengan nada yang sangat tulus.
"Tapi...." lanjut Fadil menggantungkan kalimatnya.
"Tapi apa nak? Dia sudah memiliki kekasih??" Tanya sang mama yang sudah tenang dari tangisnya.
"Dia wanita yang bisa membuat semua pasiennya menyayanginya... pasien saja menyayanginya apalagi orang-orang yang dekat dengannya..." Jawab Fadil membuat Papa Gilang paham apa yang dimaksud anaknya.
"Maksud kamu banyak saingan?" Tanya papa Gilang tepat sasaran.
"Fadil! Doa dan takdir bisa mengalahkan segalanya! Sebanyak apapun sainganmu untuk mendapatkannya, kalo memang dia jodohmu dia akan memilihmu..." Ucap mama Kia membuat Fadil yakin dan tersenyum.
"Kalo kamu memang mencintainya... Hari ini papa akan melamarkan dia untukmu." Tambah papa Gilang membuat Fadil terkejut.
"Tapi papa, hari ini Reza akan menembak Hesti di Bandung." Ucap Fadil mulai putus asa lagi.
"Reza??? Sahabat karibmu itu??" Tanya sang mama dijawab anggukan oleh Fadil.
"Apa yang Reza lakukan akan kalah dengan apa yang kamu lakukan nak..." Jawab papa Gilang yakin.
KAMU SEDANG MEMBACA
DOKTER ITU MOTIVATOR ADIKKU
Teen FictionSetelah kejadian yang sangat menyakitkan itu, hingga membuatku terpuruk cukup lama. Aku bangkit dan bertekad orang lain tidak akan merasakan apa yang aku rasakan - Hesti Andryana. Semua masih berjalan baik-baik saja, tapi seketika kebahagiaanku hila...