°¹° s á t ú

134K 8.5K 820
                                    

Selamat Membaca-------

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Selamat Membaca
-
-
-
-
-
-
-

Derap langkah nya terdengar cepat, hampir terlihat seperti berlari. Sesekali ia mengusap permukaan wajah nya yang basah terkena rintik hujan yang kelamaan semakin deras. Wajah lelah nya berkali kali menoleh ke arah bawah, memastikan bahwa bingkisan plastik di pelukannya tidak kemasukan air hujan.

Tubuh ringkih nan mungil itu ia bawa membelah hujan yang semakin membesar. Keinginan untuk berteduh ia urungkan, mengingat bahwa keluarganya sedang menunggu dirinya saat ini. Tak memperdulikan kaki nya yang beberapa kali tersandung kaki nya sendiri, mata nya bergulir kebawah, ke arah kaki nya yang terbalut sandal jepit dewasa, terlalu besar di kaki mungil nya.
Sandal ini bukan miliknya, tentu saja.
Dari ia mulai bisa berjalan, ia belum pernah memiliki sandal miliknya sendiri. Ia lebih sering bertelanjang kaki, dan jika berjalan jauh seperti ini, ia akan memakai sandal yang sudah tak terpakai di rumah nya.

Banyak orang melayangkan tatapan ke arah nya, cukup heran ketika melihat anak kecil berumur kisaran empat sampai lima tahun, berlari menembus hujan dengan sesuatu dipelukannya. Ingin membantu untuk sekadar meminjami payung, namun langkah yang diambil si mungil terlalu cepat, mereka tak mampu mengejar, akibatnya mereka hanya menatap punggung mungil itu semakin menjauh dari pandangan.

Setelah melewati beberapa tikungan, akhirnya ia melihat rumah berlantai dua di ujung jalan. Tubuh nya mulai menggigil, ditambah lemas yang luar biasa akibat perut kosong yang belum terisi sama sekali dari kemarin siang. Namun dengan sisa tenaga yang ada, ia berhasil menginjakkan kaki mungil nya tepat di depan pintu rumah nya.

Mengetuk daun pintu dengan pelan, bermaksud memberi salam, tangan mungil nya mulai memutar gagang pintu dan mendorong nya pelan-pelan, namun belum terbuka separuh, pintu di hadapannya sudah terbuka lebar. Menampilkan pria dewasa dengan bertelanjang dada, terlihat perut buncit penuh lemak yang semakin hari terlihat semakin membesar.

"Dari mana aja sih?! Warteg deket kenapa lama banget? Maen dulu lo ya?!," Bentakan itu berhasil membuat si mungil mundur satu langkah. Meskipun bentakan kasar sudah menjadi makanan sehari-hari, namun ia masih saja terkejut jika mendapatkan bentakan kasar seperti saat ini.

"Gila ya? Gue kelaperan disini, lo malah asik main hujan-hujanan!," Tangan besar nya menarik kasar bingkisan di pelukan si mungil, terlalu kasar hingga membuat tubuh kecil terdorong cukup keras.

Binar polos sarat ketakutan menatap pria dewasa di hadapannya, lalu tatapannya beralih menatap bingkisan yang sudah berpindah tangan.

Meneguk saliva nya, kaki nya melangkah maju ingin berjalan masuk, namun dorongan keras di kening nya mengakibatkan keseimbangan tubuh nya menghilang dan membuat nya terjatuh di atas tanah basah yang masih di tetesi ribuan air hujan.

Manik coklat terang nya melihat ke atas, menatap tak mengerti mengapa pria di hadapannya malah menutup daun pintu rumah nya.

"Apa?! Mau ini?! Iya?!" Tangan bergelambir itu terangkat, menunjukan bingkisan plastik yang tadi berada di pelukannya.

Arnuka's LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang