"Aku dipecat dari pekerjaanku karena mereka menganggap aku momok. Akan mencoreng nama perusahaan. Kau tahu, Tris, pekerjaan ini satu-satunya yang menopang hidup keluargaku. Aku tidak akan bisa bekerja di tempat lain, sebab pasti aku dimasukkan ke daftar hitam begitu aku dipecat dari sini."
"Tris? Apakah kau jadi menikahi perempuan itu? Kalau begitu aku berharap kau berbahagia dengannya. Kau tak usah khawatirkan aku lagi. Anakmu yang ada di perutku telah tiada. Aku keguguran."
Dua puluh tahun Tristan masih jadi kacung di perusahaan. Dia tidak punya kekuasaan untuk melakukan apapun sesuka hatinya, termasuk menjanjikan Naya kehidupan yang layak atau setidaknya memberikan pekerjaan untuk Naya. Naya pun menolak uang yang diberikannya. Perempuan itu menghilang begitu saja sejak dipecat dari perusahaan keluarga Halena.
Sebelum menikahi Halena, Tristan pernah mendatangi ayah Halena seorang diri. Dia bertanya apakah ayah Halena, yang saat itu direktur di PT Gunadi Energi, mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan Naya. Ayah Halena saat itu tertawa kencang dan menempelengnya.
"Tikus tak bermoral macam dia harus kusingkirkan, agar tidak menjadi benalu untuk anakku. Menurutmu, aku tidak tahu dia mengandung anakmu, Tristan? Berita itu bagai burung, cepat sekali terbang ke meja saya."
"Tapi perlukah Anda mengusirnya? Apakah ini Anda lakukan untuk kebahagiaan anak Anda? Anda tidak peduli ada perempuan berjuang tanpa suami untuk melahirkan anaknya?"
"Salah orangtuamu. Kenapa mereka menyodorkan pria bermoral jelek sepertimu? Menurutmu, keluarga saya bisa saja kau tipu dengan perangaimu yang sok manis di depan kami? Sayang sekali saya sudah menandatangani kontrak kerjasama dengan perusahaan ayahmu, dan saya tidak punya pilihan selain mengutamakan kebahagiaan anak saya," kata ayah Halena santai. "Pergilah, lupakan perempuan itu. Perempuan itu akan menjadi aib bagimu, Tristan. Beda dengan Halena."
Halena memang tidak mau disentuh olehnya sebelum mereka menikah. Meski Halena besar di luar negeri, keperibadiannya yang kuat adalah salah satu mengapa Tristan kagum padanya. Halena tidak terpengaruh pada hal-hal yang biasa dilihatnya. Bagi perempuan itu, penting bagi wanita untuk menjaga kesuciannya dan tentu saja Tristan menghargai itu walaupun dia tidak setuju. Mau perawan atau tidak, semua orang sama saja bagi Tristan. Mereka punya hak untuk bahagia dengan cara masing-masing.
Halena tidak punya kekurangan apapun. Dia cantik, tubuhnya seperti model profesional, dan dia bisa melayaninya dengan baik. Sayangnya, setiap Tristan memandangnya, Tristan teringat pada ayah Halena yang kejam. Wajah Halena yang mirip dengan ayahnya memicu kemarahan Tristan. Dia berharap, dia bisa melakukan hal untuk memperbaiki masa lalunya. Setidaknya jika ia tidak bisa menikahi Naya, dia bisa memastikan Naya hidup yang pantas.
Tristan dapat membayangkan pedihnya hidup Naya, ditinggal kekasih yang dicintainya, dan menanggung aib yang begitu besar. Sementara Tristan? Dia bisa hidup bahagia seakan-akan masa hidupnya bersama Naya tak pernah terjadi.
Sesampainya di rumah, Tristan kembali menemukan istrinya di ruang musik. Selama ini, dari kejauhan, ia selalu memerhatikan istrinya tanpa disadari istrinya. Hari itu Halena tidak terlihat murung. Senyumnya mengembang di wajahnya saat ia memainkan lagu My Favorite Things dengan pianonya.
Apakah dia sudah memutuskan untuk tetap bersamaku, pikir Tristan. Dia tidak mau merelakan sahamnya. Kapan akan kuberitahunya perihal Naya? Akan kujelaskan padanya nanti, mengapa aku menghendaki sahamnya. Aku ingin menghibahkan saham itu pada orangtua Naya. Mereka berhak saham sebanyak itu setelah mereka kehilangan anak mereka.
Aku memang laki-laki tidak tahu diri. Aku menggunakan saham istriku untuk menebus kesalahanku. Tapi aku merasa, ini semua terjadi karena kesalahan ayahmu, Halena, gumam Tristan. Mereka harus membayar apa yang mereka lakukan pada Naya. Naya harus menderita karena ayahmu tidak memberikannya kesempatan untukku memberi kehidupan yang layak untuk Naya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Surat Cerai untuk Halena #Completed
RomanceTristan mencengkram kedua bahu istrinya. "Kau orang yang merenggut kebebasanku. Aku harus kehilangan wanita yang kucintai karena kau. Kenapa sekarang aku repot-repot memperhatikan perasaanmu agar bisa lepas dariku?" Tristan tersenyum licik pada istr...