43 ~ Bunuh ayahmu jika kau mampu!

8.1K 348 526
                                    


Tristan menolak untuk diperiksa di kantor polisi. Dia mempersilakan dua polisi itu untuk bertanya padanya di lounge kantornya. Apa jadinya jika terdapat fotonya masuk ke kantor polisi sekali pun statusnya akan menjadi saksi?

"Kami mendapat laporan dari warga bahwa perusahaan Anda melakukan kekerasan pada mereka dan penggusuran paksa," kata salah satu polisi.

"Itu tidak benar," jawab Tristan dengan nada congkak. "Tempat itu sudah menjadi sengketa sejak lama, dan kerusuhan sering terjadi di sana, mengapa kalian lancang sekali menuduh perusahaan saya melakukan hal serendah itu?"

"Kami juga memeriksa Pak Ikram Karjadi," sahut polisi yang lain. "Hal ini kami duga ada kaitannya dengan pembangunan proyek terbaru Karjadi Land yang mana Anda kontraktornya untuk proyek tersebut."

"Silakan selidiki apa yang ingin kalian ketahui. Kalian pikir saya apa? Kalian tahu akibatnya jika kalian menuduh tanpa bukti?!"

Tahu tidak akan mendapatkan informasi apa-apa dari Tristan, dua polisi tersebut meninggalkan kantor Tristan. Belum sempat menghela napas lega, Jenny masuk ke ruangannya, menamparnya.

Tristan memegangi pipinya yang kemerahan. "What the hell?"

"Kurang ajar kau, Tris. Kau didik apa anakmu sampai dia bisa mencelakai Juan!" Jenny meludahi Tristan dengan muak. Dia tidak peduli sekali pun akan dipecat setelah ini. "Aku dapat telepon dari teman Juan di Singapura, anakku dirawat karena berkelahi dengan anakmu. Aku tidak akan tinggal diam. Aku akan laporkan ini pada komite kampus agar anakmu di-drop out sekalian!"

"Beraninya kau menuding anakku mencelakai anakmu!" Tristan balik membentak. Suaranya melunak. "Jen, kau takkan bicara apa-apa pada komite. Kau tahu pendidikan sangat penting untuk anakku."

"Aku tidak peduli. Sudah cukup aku jadi kacungmu. Kau sentuh anakku, aku tidak akan segan menyakitimu, Tristan!"

"Kau mau apa agar kau diam? Saham? Uang?" Tristan menatap Jenny lekat-lekat. "You are my bestfriend, Jen. Aku minta maaf atas apa yang Alex lakukan pada anakmu. Aku akan mengganti kerugian padamu. Apakah lima persen saham di Gunadi Energi cukup?"

"Saham? Gunadi Energi?" Jenny tertawa mencemooh. "Akuisisi itu belum tentu jadi, Tristan. Di mana istrimu sekarang? Dia pemegang saham utama. Suaranya adalah suara Tuhan bagimu dan aku yakin istrimu tidak akan setuju dengan ide akuisisi itu!"

"Jenny." Tristan menyentuh kedua bahu Jenny. "Kau percaya padaku. Akuisisi itu akan dilaksanakan. Aku sendiri yang memastikannya."

Tristan tidak lagi pulang ke rumahnya dengan Halena. Dia menemui istrinya di apartemen mewahnya di kawasan Sudirman. Halena tidak bersantai di sana. Dia juga tidak bisa kabur.

Dua pengawal berdiri di depan pintu apartemennya, dan satu pengawal lagi di depan lift. Satu-satunya cara Halena bebas dari tempat itu adalah terbang dari lantai tiga puluh enam. Halena juga tidak bisa meminta pertolongan, sebab ponselnya diambil Tristan, dan telepon apartemen tidak berfungsi.

Selama di apartemen, Halena menyesal, mengapa malam itu dia tidur. Mengapa dia membiarkan dirinya yang tak sadar dibawa Tristan ke apartemen yang tak lain dari penjara. Dia tidak bisa melakukan apa-apa di sana selain tidur dan mandi serta buang air.

Halena sudah nekat untuk mengakhiri hidupnya, sayangnya saat dia mencari pisau di dapur, dia tidak menemukan apapun. Tristan memberitahunya bahwa Halena tidak boleh mati sampai Halena menyerahkan apa yang Tristan mau.

Tristan masuk ke apartemen, menghampiri istrinya yang telentang di atas ranjang dengan air mata yang tak berhenti mengalir. Tristan menyodorkan beberapa kertas di hadapannya. "Tanda tangani surat pernyataan izin kau untuk Ayuni agar dia bisa menghibahkan hartanya padaku. Dan juga surat kuasa untuk mengeluarkan suara di RUPSLB nanti."

Surat Cerai untuk Halena #CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang