Pesta itu hanya dihadiri beberapa orang dari kalangan tertentu saja. Tamunya tidak sampai seratus. Halena dengan gaun berwarna merah muda yang menunjukkan bahunya yang kokoh dan mulus membuat orang yang melihatnya menahan napas.
Rambutnya sengaja diurai ke belakang. Menunjukkan leher bagian depannya yang jenjang. Di sebelahnya, Tristan dengan jas dan celana hitam terlihat biasa saja. Untung saja rambutnya diberi gel jadi dia terlihat menarik. Usianya dengan istrinya sama, namun dia terlihat lebih tua dengan kerutan-kerutan halus di dahinya.
Saat datang di griya tawang Halena langsung memberikan hadiah pada yang ulang tahun. Mereka langsung berdesah saat anak itu membuka hadiah dari Halena. Satu buah jam Cartier.
"Tenang, ini bukan gratifikasi, lho...," sambung Tristan disambut tawa kerabat-kerabatnya. "Kau ini sudah tujuh belas. Seharusnya sudah bisa diberi tanggung jawab menjaga jam mahal."
Itulah Tristan. Mau berapa pun kerut di wajahnya, namun terang auranya lebih menarik sebab setiap orang yang melihatnya seakan bisa mencium bau uang dari tubuhnya. Istri-istri dari kerabatnya mendekatinya, secara jelas menggodanya, menanyakan apakah dia masih ke klub malam yang biasa dia kunjungi saat dia muda.
Halena hanya tersenyum masam mendengar itu. Syukurlah aku sudah biasa dengan dunianya, pikir Halena miris. Kalau tidak aku pasti termakan api cemburu. Tristan juga tampaknya senang-senang saja dihampiri wanita-wanita cantik seperti ini.
Setelah sesi tiup lilin, mereka makan bersama di meja panjang. Obrolan mereka seputar bisnis dan investasi. Halena juga yang sudah kenal dengan istri-istri di sana, ikut bicara mengenai pendidikan anak-anak mereka. Ya obrolan biasa ibu-ibu pada umumnya.
Perhatiannya beralih pada lagu Clair De Lune menggema griya tawang tersebut. Dia menoleh ke arah suara. Seseorang berdiri memainkan biolanya di tengah ruangan.
Lucas?
Halena segera menatap Tristan yang juga menatapnya. Dia pasti kesal dalam hatinya, pikir Halena. Bagaimana tidak. Lucas begitu sempurna berdiri di sana.
"Anak saya ini penggemar Lucas," jelas yang punya acara. "Bu Halena dulu pernah kolaborasi dengannya, bukan. Ah andai saja kita semua bisa melihat kalian duet di sini."
Tristan tampak tak senang dengan ide itu. Dia menggenggam tangan istrinya. "Anda harus buat janji dulu, Pak Ikram." Kemudian dia menunjukkan senyum terpaksa.
Anak Ikram, Isabella yang sedang berulang tahun memohon pada Halena. "Ayolah, Tante. Aku dulu pernah sampai nonton konser Tante di Milan."
"Iya, Pak Tristan," sahut Pak Ikram. "Nanti kita atur lagi soal investasi kita di Kalimantan." Pak Ikram mengedipkan satu matanya memberi kode.
Dengan berat hati Tristan mengangguk. Dia melepaskan tangannya dari tangan istrinya. Napasnya jadi tak keruan melihat istrinya berjalan mendekati piano dekat Tristan.
Dadanya panas saat melihat istrinya saling bertatapan dengan Lucas. Sialan, maki Tristan dalam hati. Pria itu masih sama dengan dulu. Tak punya istri dan anak rupanya membuatnya tak menua! Dia masih tampan dengan wajahnya yang blasteran itu!
Apa yang dipikirkan Halena saat ini? Senangkah? Berbunga-bungakah dia melihat mantan kekasihnya di hadapannya lagi?
Lagu Nocturne in C-Sharp Minor Op. Posth.-nya Chopin yang seharusnya dinikmati kesyahduannya, justru menyiksa Tristan. Mereka bermain dengan sempurna. Dan Tristan melihatnya sesekali memandang Lucas dengan sorotan yang tidak bisa Tristan mengerti.
Saat mata Tristan melihat betapa lincahnya Lucas menggesek biolanya, dia teringat pada masa kecil Alex yang suka bermain biola. Tristan tak pernah mendekat saat suara biola terdengar di rumah. Sebaliknya, dia menghindarinya. Setiap Tristan melihat anaknya bermain, dia merasa tidak nyaman. Merasa curiga. Merasa anak itu bukan anaknya.
Setelah satu lagu selesai, Halena kembali ke tempat duduknya. Dia menolak untuk bermain lagi dengan alasan dia harus latihan dulu. Dia juga menambahkan dia orang yang perfectionist, tidak suka jika bermain saat belum matang. Semua orang di situ mengangguk-angguk memahami alasannya.
Dia memang tidak bermain, tapi Lucas yang disewa malam itu untuk menghibur mereka tetap menyuguhkan lagu-lagu yang mengingatkan Halena pada masa lalu. Pada kenangannya di mana dia jatuh cinta pada Lucas.
Halena membantah dalam batinnya. Sudah tidak ada gunanya lagi bukan mengingat masa lalu, pikirnya. Diperhatikannya Tristan yang dari tadi tidak berhenti memandangnya dengan tajam.
Setelah pesta usai, Halena tidak menyapa Lucas sama sekali. Dia langsung ikut suaminya masuk lift. Sekilas matanya menoleh pada Lucas yang menatapnya dengan sendu.
Tidak, tidak boleh!
Selama di mobil, dengan keduanya duduk berdampingan di jok belakang, Halena menunggu. Menunggu sampai Tristan buka suara. Tapi sampai mereka tiba di rumah, Tristan tidak bicara apa-apa. Apakah dia tidak mau bertengkar depan sopir, pikir Halena penasaran. Rupanya benar kecurigaannya.
Pertengkaran itu dimulai di kamar mereka.
"Kau pasti senang kan, bertemu lagi dengan mantan kekasihmu yang ganteng banget itu," kata Tristan sambil melepaskan jasnya kemudian melemparnya ke sembarang arah. "Jujur! Kau sebenarnya tidak berhenti memikirkannya kan sepanjang pesta tadi!"
Halena menghela napas panjang. Malam ini tidak akan singkat baginya.
**
KAMU SEDANG MEMBACA
Surat Cerai untuk Halena #Completed
RomanceTristan mencengkram kedua bahu istrinya. "Kau orang yang merenggut kebebasanku. Aku harus kehilangan wanita yang kucintai karena kau. Kenapa sekarang aku repot-repot memperhatikan perasaanmu agar bisa lepas dariku?" Tristan tersenyum licik pada istr...