Kakek Gunadi memang sudah tidak bisa melakukan apa-apa, namun pikirannya masih sehat. Dia masih bisa mengingat hal-hal yang terjadi di masa lalu, salah satunya pada saat dia bertengkar pada Himawan. Air mata Kakek Gunadi tak berhenti menetes ketika dia mengulang lagi pertengkaran mereka.
"Sampai kapan pun, aku tidak akan mengakui anak harammu dengan karyawan muda itu!" desis Kakek Gunadi tegas. "Kau bisa buang anak itu. Atau singkirkan sekalian. Aku tidak peduli! Kau tahu berapa banyak kerugian yang harus kutanggung sejak skandal anakmu Halena!"
"Kenapa, Pa?" jawab Himawan putus asa. "Kenapa tidak Papa bebaskan saya dari pernikahan saya dengan istri saya? Saya tidak mencintainya, dengan Naya saya bisa merasakan apa itu kenyamanan, kasih sayang..."
"Omong kosong!" Kakek Gunadi menampar keras pipi Himawan. "Kau ingin mengorbankan keluargamu yang sempurna untuk gadis yang tidak ada harganya. Gadis yang menjajakkan tubuhnya ke pria mana pun yang siap membayar!"
"Saya tidak peduli! Saya cinta padanya, saya tidak peduli dia berasal dari lumpur sekali pun!"
"Gadis itu seusia anakmu, Himawan! Apakah kau tidak merasa jijik? Setidaknya jijik pada dirimu sendiri, hah?!"
"Tidak, sebab cinta tidak memandang apapun. Tidak pada usia. Tidak juga pada latar belakang."
"Tristan," kata Kakek Gunawan kemudian. "Dia sudah berpacaran lama dengan gadis itu. Mereka sama-sama kuliah di Amerika. Gadis itu tidak mencintaimu, Himawan. Dia hanya tidak bisa menolak ajakan bosnya untuk tidur. Tidak mengertikah juga kau?"
Tubuh Kakek Gunadi gemetar hebat. Kemarahan dan kekecewaannya terhadap Himawan masih memicu emosinya. Dia ingin sekali kembali sehat, berjalan ke makam anaknya, lalu dimarahinya anaknya di sana. Ah, Himawan, desis Kakek Gunadi dalam hati. Kalau waktuku sudah tiba, akan kumaki kau saat kita bertemu. Sampai hari ini ketololanmu tidak akan bisa kulupakan. Bahkan di saat-saat aku mendekati ajalku, kau masih saja membuatku marah, Himawan.
Halena. Tristan. Alex.
Tiga orang yang tidak seharusnya bersama. Tiga orang yang tidak seharusnya menjadi keluarga.
"Kupilih Tristan sebagai menantuku karena aku ingin dia merasakan apa yang kurasakan," kata Himawan sebelum dia meninggal. "Tidak ada seorang pun yang bisa memiliki Naya. Tidak juga dia. Aku juga ingin, dia merasakan apa yang kurasakan. Menikah dengan wanita yang tidak dicintainya."
"Aku tidak kaget kau bisa melakukan ini pada orang yang tidak kau kenal, tapi tidakkah kau memikirkan perasaan anakmu sendiri? Dia harus menikah dengan pria yang mencintai wanita yang sama dengan yang dicintai ayahnya," sahut Kakek Gunadi heran.
"Itulah hukuman yang pantas dia terima. Salahnya kenapa dia lahir dari perempuan yang membuat saya terikat pada pernikahan sialan itu. Kini Halena harus merasakan apa yang orangtuanya rasakan. Terjebak dalam pernikahan yang tidak diinginkannya demi nama baik keluarga."
Karma itu terus berlanjut, desis Kakek Gunadi. Tristan membesarkan Alex tanpa kasih sayang. Dia juga terus-terusan menyakiti Halena dengan tidak pernah mencintainya.
**
Hanya Tuhan yang tahu sampai kapan pernikahan Halena dan Tristan terus bertahan. Barangkali, tidak akan pernah ada perpisahan selagi keduanya masih hidup. Halena mulai ragu Tristan akan melepaskannya sekali pun Alex menjadi direktur di perusahaannya. Tristan begitu lantang untuk mendekapnya dalam pernikahan itu.
Andai saja terdapat kasih sayang dan kemesraan dalam dekapan itu. Sayangnya, dekapan itu tak lain hanya bentuk siksaan yang dilakukan Tristan terhadapnya.
Pernikahan. Tristan. Selamanya. Dalam benak Halena, dia dapat membayangkan bagaimana keketusan dan amukan akan mewarnai rumah mereka. Rumah yang sudah menjadi tempat mereka bernaung akan semakin dingin dan mencekam. Segala rasa yang menyiksa-penyesalan, kesedihan, dan amarah-tidak akan pernah berhenti menghampiri Halena.
Dan Tristan menganggap semua itu adalah hal yang biasa. Hal yang seharusnya Halena dapatkan karena telah membuat pria itu menikah dengannya. Halena telah membuat Tristan menderita!
Tapi bukan berarti Halena berbahagia dengan pernikahan yang menyesakkan ini!
"Kau tidak bisa melakukan ini padaku, Tristan. Sampai kapan kau ingin mengurungku dengan pernikahan ini," desah Halena memejamkan matanya, membiarkan tangis yang selama ini ditahannya membeludak saat itu. Rasa sakit atas cengkaman Tristan di bahunya tidak sebanding dengan sakit di hatinya. "Aku tidak keberatan jika kau ingin mengasuh Alex. Atau kau ambil semua yang kupunya. Aku hanya ingin terbebas darimu."
"Dan apa yang bisa kau lakukan jika aku menolak?" Tristan melepas cengkramannya dan tertawa mencemooh. "Aku sudah cukup terhina dengan dibeli oleh keluargamu. Kini kau ingin melakukan lagi apa yang dilakukan ayahmu terhadapku. Membayarku!" Tristan berdecak-decak sinis. "Tidak ada yang bisa kau lakukan, Halena. Mungkin kau bisa menggugat cerai sebab yang kau pikirkan hanya dirimu dan kebebasan-terserah apapun omong kosong itu-tapi aku cukup peduli pada anakku dan reputasiku. Sudah cukup orang menertawakan keputusanku dengan menikahi perempuan bekas pria lain. Apa yang akan dikatakan orang lain nanti jika aku digugat?"
"Reputasi!" sergah Halena, membuka matanya dan memandang suaminya dengan letupan amarah yang meledak-ledak. "Kau tidak pernah peduli pada reputasi. Semua orang juga tahu betapa tidak harmonisnya kita sebagai suami-istri!"
"Karena itu ubahlah sikapmu!" Tristan balas membentak. "Harus berapa kali kuingatkan, kau bukan anak kecil lagi. Kau masih punya anak yang harus kau pikirkan masa depannya. Menurutmu, Alex akan bahagia jika orangtuanya bercerai? Apa yang akan dikatakan keluarga calon istrinya kelak? Kau tahu, untuk beberapa orang, perceraian adalah momok!" Tristan menghela napas, untuk meredam kekesalannya. "Halena. Sayang," katanya tajam. "Kalau kau tidak peduli padaku, setidaknya pikirkanlah anakmu sendiri."
"Oh, please, jangan buat seakan-akan aku tidak peduli padanya. Hanya Alex yang menjadi alasanku bertahan di pernikahan sialan ini!" Dilihatnya wajah Tristan yang tersentak mendengar itu. Ya, sakit hati juga kan kau dengan perkataanku, pikir Halena dalam hati. "Tidak ada yang bisa membuatku hidup selain Alex."
"Kalau begitu kau bisa berdoa kau yang mati duluan daripadanya," jawab Tristan dingin.
*I hope you like the story*
KAMU SEDANG MEMBACA
Surat Cerai untuk Halena #Completed
RomantizmTristan mencengkram kedua bahu istrinya. "Kau orang yang merenggut kebebasanku. Aku harus kehilangan wanita yang kucintai karena kau. Kenapa sekarang aku repot-repot memperhatikan perasaanmu agar bisa lepas dariku?" Tristan tersenyum licik pada istr...