32 ~ Mama tidak mungkin seperti itu

2.2K 206 249
                                    

Dini hari Halena ditelepon oleh asisten Kakek Gunadi. Begitu mendapat kabar bahwa kakeknya kritis dan dibawa ke RS, Halena bergegas memberitahu pada Alex dan Ayuni.

Ya, Ayuni. Dia ingin, sebelum Kakek Gunadi meninggal, Kakek sempat bertemu dengan Ayuni, dan mengatakan apa yang seharusnya Kakek katakan pada cucu yang tak pernah terlibat dengannya. Maaf, barangkali? Atau terima kasih, karena tidak pernah merepotkan keluarga Gunadi selama ini?

Halena menemui Tristan di ruang kerja pria itu. Sesaat Halena merasa iba melihat suaminya masih bekerja sampai selarut ini. Dijelaskannya perihal kesehatan Kakek yang memburuk, dan Tristan hanya mengangguk dengan sorotan datar, membuat Halena dongkol sekaligus sadar, bahwa tentulah Tristan tidak peduli pada Kakek yang bersikap semena-mena pada Tristan.

Halena tidak membenarkan reaksi Tristan yang demikian. "Bagaimana pun Beliau punya andil dengan apa yang kau punya sekarang, Tris. Kau mau kan sempatkan untuk menjenguknya?"

"Whatever, aku akan sempatkan ke sana setelah aku rapat. Jam sepuluh nanti Ikram Karjadi mau membicarakan proyek penting," jawab Tristan.

Ya, terang dia akan menjadikan pekerjaannya sebagai prioritas, pikir Halena kesal. Dia tidak mau menunjukkan kekecewaannya karena percuma menegur suaminya. Suaminya tidak akan mengesampingkan pekerjaannya untuk orang yang sekarat sekali pun.

"Kau sudah menghubungi Alex?"

"Dia akan ambil flight tercepat yang bisa dia pesan hari ini," sahut Halena tidak menyembunyikan kecemasannya. "Tris."

"Hm."

"Kau mau memaafkan kakekku?" tanya Halena pelan. Dia duduk di kursi dekat meja Tristan. "Kau bisa kan, sekali saja menghilangkan kemarahanmu pada keluargaku dan ikhlas memaafkannya?"

"Aku tidak tahu, Halena, apakah aku punya kapasitas untuk melakukannya. Kau tahu aku bukan orang yang baik, kan?"

"Tapi aku tahu kau orang yang kuat."

Halena punya pikiran, bahwa Kakek Gunadi disiksa di akhir hidupnya sebab Tristan yang masih belum memaafkannya. Tristan yang belum mau berdamai dengannya. Kakek takkan bisa pergi dengan tenang jika Tristan tak kunjung mengikhlaskan perbuatan Kakek di masa lalu.

Melihat kesenduan di mata istrinya, Tristan mengalah. Lagipula apa lagi yang bisa diberikannya pada Halena setelah mereka bercerai? "Oke, nanti akan aku batalkan pertemuanku dengan Ikram. Sekalian aku jemput Alex dari Bandara."

"Saat ini kau masih sibuk?"

"Banyak yang perlu kuurus sekarang, proyek sedang banyak dan nilainya tidak sedikit."

Nada dalam suara pria itu tidak terdengar menyombong, malah Halena dapat merasakan keletihan dalam suara Tristan. Halena mengangguk mengerti. "Aku akan segera ke RS diantar sopir."

"Hati-hati," jawab Tristan sekenanya.

Tristan tidak mengenali apa yang merambati hatinya setiap matanya memandang istrinya. Dia nyaman sekaligus takut. Dia senang berdekatan dengan istrinya, memperhatikan wajahnya yang cantik, namun sesuatu membuatnya merasa tidak aman dengan perasaan itu. Perasaan yang aneh. Perasaan yang menimbulkan getaran dan amarah pada saat bersamaan.

Alex tiba di Bandara beberapa jam kemudian. Anak itu masuk ke mobil Tristan, duduk di sebelah ayahnya yang mengemudikan mobilnya sendiri.

Anak itu kelihatan murung. Tristan menegurnya, bertanya bagaimana perasaannya akan menilik Kakek Buyut.

"Aku tidak menyangka waktu akan datang secepat ini," jawab Alex lesu.

Kuliah bukan hal yang menyenangkan. Dia mengerahkan tenaga dan waktunya untuk lulus. Pikirannya pun terbebani dengan urusan janjinya pada ayahnya untuk tidak mengulang dan lulus sebagai mahasiswa terbaik. Dia kurang tidur, bahkan sering telat makan karena belajar terus-terusan.

Surat Cerai untuk Halena #CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang