Halena menawarkan Ayuni untuk menjadi asisten pribadinya di rumah. Tugas Ayuni berkaitan dengan jadwal latihan Halena, menghubungi tukang reparasi piano, dan membantu segala keperluannya untuk tampil di acara televisi. Awalnya Halena pesimis dengan kemampuan Ayuni mengingat gadis itu tidak melanjutkan selulusnya dari SMA, tapi dia cepat sekali belajar dan tidak mengecewakannya.
Rumah keluarga Naya yang menurut Halena tak layak untuk dijadikan tempat tinggal, kini direnovasi dengan biaya yang dikeluarkan Halena. Sementara keluarga Naya tinggal di rumah kontrakan mewah yang disediakan Halena. Di depan keluarga Naya, Halena menekankan betapa dekatnya dengan Naya, dan dia ingin diberi kesempatan untuk memberi kehidupan yang baik untuk Ayuni.
Halena juga memberitahu Ayuni selama bekerja di rumahnya, ia berkomunikasi sekenanya saja dengan orang-orang di rumah itu, terutama suami Halena. Di depan Ayuni dia mengesankan bahwa dia menjaga suaminya dari hubungan terlarang. Halena menjanjikan Ayuni untuk menyekolahkannya di kampus yang ia mau.
Tentu saja Tristan tahu ada orang baru di rumahnya. Halena merasa dadanya berjengit saat kedua matanya melebar melihat Ayuni dari luar ruang musik. Halena pikir, wajar suaminya kaget. Halena sudah melihat foto Naya saat dia ke rumah Ayuni untuk menjemput gadis itu, dan wajah Naya dan Ayuni mirip sekali.
Tidak mungkin suaminya sudah lupa wajah wanita yang didambakannya itu. Tristan bertanya pada Halena di mana Halena menemukan Ayuni, Halena hanya menjawab dari kakeknya dan tampak Tristan yang tak senang. Sambil Ayuni bekerja untuknya, Halena berusaha untuk mengambil rambutnya, untuk dibawa tes DNA.
Halena tidak memanjakan Ayuni. Dia merepotkan semua hal kepada Ayuni. Bukan hanya mengurus ruang pianonya, Ayuni juga harus memijatnya setiap ia kelelahan, dan setiap hari dia bolak-balik butik untuk mengambil gaun yang disiapkan untuk Halena. Dia juga memastikan Halena tidak telat makan dan memasak segala makanan yang disukai Halena.
"Apa kau tidak terlalu keras sama anak baru itu?" tegur Tristan saat mereka makan malam. "Dia sudah bekerja sejak subuh, kan? Tidak kau beri waktu untuk istirahat?"
"Sebentar lagi dia pulang," jawab Halena datar. "Aku sudah lama tidak tampil di televisi. Aku butuh orang untuk mendampingiku, memastikan segala sesuatunya beres."
"Kau kan hanya tampil paling lama dua puluh menit saja," sahut suaminya merendahkannya. "Kenapa berlebihan begitu? Dengan frekuensi main pianomu yang cenderung sering, seharusnya kau tidak segugup ini."
"Tetap saja," kilah istrinya. "Setelah itu pekerjaan Ayuni tidak akan berat lagi, kok. Selama ini kan Alex yang mau aku repotkan dengan urusan begini."
"Dia tidak mungkin selamanya jadi anak sekaligus kacungmu, Halena," tegur suaminya. "Gadis bernama Ayuni itu. Dia hanya lebih tua beberapa tahun dari Alex, kan? Apa dia sudah kuliah?"
"Aku sudah menawarkannya, dan dia sedang pikir-pikir jurusan apa yang akan diambilnya."
"Aku tidak tahu kau sebaik itu dengan orang asing," kata Tristan skeptis. "Apa betul kau tidak ada hubungan apa-apa denganmu?"
"Apa betul dia tidak ada hubungan apa-apa denganmu?"
"Kenapa? Kau curiga itu anakku dengan laki-laki lain?" sahut istrinya menantang. "Aku ini juga seorang ibu. Aku punya perasaan untuk memperbaiki nasibnya."
Suaminya mengangkat bahu. "Ya mana kutahu. Selama aku pergi ke kantor, aku kan tidak tahu apa yang kau lakukan di belakangku."
"Aku bukan dirimu. Mungkin kau yang suka bermain di luar rumah," jawab Halena berdiri dari tempat duduknya.
"Habiskan makananmu, Halena!" bentak suaminya tajam.
Halena mengela napas panjang. Dia bukan orang yang suka menyia-nyiakan makanan, tapi berada bersama suaminya membuat napsu makannya sirna. Dia kembali duduk, melanjutkan makannya.
Suara perseteruan mereka yang tak pernah absen menggema rumah itu terang sampai ke telinga Ayuni, apalagi setelah dia satu bulan bekerja di sana, dia menjadi tahu betapa sedihnya menjadi Bu Halena. Setiap hari dimarahi suaminya. Ayuni yang selama ini mengeluh mengapa dia dilahirkan yatim-piatu, menghela napas syukur. Setidaknya dia tidak perlu mendengar pertengkaran orangtuanya. Kakek dan neneknya juga tak pernah ribut di depannya.
Halena meminta Ayuni untuk menemaninya ke studio stasiun televisi. Mereka akan berada di studio dari jam tujuh malam sampai jam sebelas malam. Dari belakang panggung, Ayuni memperhatikan majikannya yang begitu hebat memainkan jari-jarinya di atas piano, menimbulkan tepukan riuh para penonton seusainya ia tampil.
Mereka tidak pulang begitu saja. Ada acara makan malam dengan petinggi stasiun televisi itu. Di depan rekan-rekan kerjanya, Bu Halena mengenalkannya sebagai anak asuhnya. Mereka seperti memahami, mengangguk mengerti sebab anak Bu Halena yang sebenarnya ada di tempat yang jauh dari Bu Halena. Beberapa dari mereka bahkan mengira Ayuni adalah anggota keluarga suami Bu Halena.
Pukul dua malam mereka baru sampai rumah. Halena menawarkan Ayuni untuk tidur di kamar tamu saja, biar besok pagi diantar sopir ke rumah kontrakan. Ayuni mengatakan terima kasih dan menerima tawaran Bu Halena.
Halena memerhatikan Ayuni yang terlelap. Aku tak bisa menyiksanya rupanya, pikir Halena. Diselimutinya Ayuni. Aku bukan Tristan. Aku tidak sanggup menyiksa anakku dan anak orang lain, sekali pun anak itu adalah anak haram suamiku. Aku yakin, bahwa Ayuni ini adalah anak Tristan. Lihat saja alisnya yang tebal. Hidungnya.. Hidung mancungnya persis sekali Tristan.
Bahu Halena disentuh. Dia segera menoleh dengan kaget.
"Aku ingin tahu siapa anak ini, mengapa kau memperlakukannya seperti anakmu sendiri," kata Tristan dingin.
"Ssst, kau bisa membangunkannya," bisik Halena. Ia menarik lengan suaminya keluar dari kamar tamu. Di lorong, dijelaskannya bahwa ia juga seorang ibu. "Apalagi aku jauh dari Alex. Aku ingin mencurahkan kerinduanku pada anakku dengan memperlakukan staf baruku seperti anakku. Apa salah?"
"Salah, karena kau tidak pernah seperti ini sebelumnya," dengus Tristan. "Awas saja. Kalau aku tahu anak itu bukan hanya sekadar pekerjamu, kau tahu aku bisa membuatmu sangat menyesal, kan?"
"Omonganmu tidak masuk akal. Kita berdua tahu bahwa aku masih perawan sebelum menikah denganmu," sindir Halena kesal. Tristan langsung mendelik padanya disenggol dengan pernyataan itu. "Terlepas dari tuduhanmu, aku merasa Ayuni itu mirip dengan Alex."
"Mirip apa! Alex tidak mirip dengan siapa-siapa, dan dia tidak boleh dibanding-bandingkan dengan orang lain," sahut suaminya, pergi menjauh darinya.
Huh gitu saja sudah marah, keluh Halena. Apa yang dikatakan Halena mengenai Alex tidak bisa dipungkiri kebenarannya. Setiap hari ia dirundung rasa khawatir dengan anaknya. Sejak kecil ia selalu mendampingi Alex belajar, dan anak itu selalu bergantung padanya.
Alex pernah bilang, jika bukan karena ibunya, dia sungkan untuk belajar. Tristan hanya menyuruhnya untuk belajar, belajar, dan belajar, tapi tak pernah ikut proses belajarnya, bahkan Tristan tidak pernah meluangkan waktu untuk membantu tugas sekolah Alex.
Semua diserahkannya pada Halena.
Kecemasan Halena terjawab saat siang itu Alex meneleponnya. Tidak biasanya Alex melakukan itu. Saat mengantarkan anaknya ke apartemennya di Singapura, Halena menasihati Alex untuk belajar mandiri sebagaimana yang diminta ayahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Surat Cerai untuk Halena #Completed
RomanceTristan mencengkram kedua bahu istrinya. "Kau orang yang merenggut kebebasanku. Aku harus kehilangan wanita yang kucintai karena kau. Kenapa sekarang aku repot-repot memperhatikan perasaanmu agar bisa lepas dariku?" Tristan tersenyum licik pada istr...