34 ~ Ayuni? Anak Kakek Himawan?

2.3K 240 133
                                    

Ditemani Ayuni, Halena seharian di rumah sakit. Pemeriksaan-pemeriksaan yang dijalani Kakek cukup banyak, dan Kakek baru mendapat ruang inap pada pukul setengah empat sore. Setiap Halena bertemu kakeknya, Kakek bilang padanya bahwa dia ingin sudahi saja hidupnya dan Halena tidak perlu repot mengurus dirinya yang sakit.

Halena mendesis, mengingatkan kakeknya untuktidak bicara demikian. Selama kita masih bisa diberi kekuatan untuk berusaha, kita harus berjuang semaksimal mungkin. Setelah Kakek dibawa ke ruang inap, Kakek memberitahu suster bahwa dia mau didampingi asistennya, sebab ada beberapa hal terkait perusahaan yang perlu disampaikan pada asistennya. Dia pun sudah merasa cukup menghabiskan waktu dengan cucu-cucunya hari itu.

Selepas dari rumah sakit, Halena mengantarkan Ayuni pulang. Sebelum Ayuni masuk rumah, Halena meminta maaf atas ucapan Alex hari ini. "Tidak apa-apa, Bu. Mas Alex pasti mengerti setelah tahu kebenarannya," jawab Ayuni. "Ibu jangan lupa makan ya, Bu. Jaga kesehatan Ibu."

"Ayuni, saya akan bercerai dari Pak Tristan. Rencananya malam ini saya mau jemput Alex dan bawa dia ke rumah saya yang lain. Saya juga akan mengajar di rumah itu," kata Halena. "Saya akan berikan alamatnya, jadi kau tak usah lagi ke rumah yang biasa, ya."

Halena akan menjelaskan pada Alex bagaimana hubungan Ayuni sebenarnya dengan keluarga Gunadi. Hal itu akan melukai hati Alex sebab dia tahu bahwa keluarga ibunya baik, tapi sampai kapan Halena bisa menghindari pengakuan itu? Apalagi setelah melihat sikap Alex yang kurang ajar pada Ayuni. Dia tidak bisa membiarkan Alex membenci keluarganya sendiri.

Jalanan sangat macet hari itu. Halena baru tiba di rumah setelah maghrib. Bibi yang menyambutnya memberitahu bahwa barang-barangnya yang sudah diantar ke rumahnya yang lain oleh orang-orang suruhan Bapak.

Jadi Tristan tahu di mana aku akan tinggal, pikir Halena. Dia tetap menjeratku sampai dia dapat uang dari ayah Lucas, begitu? Ha. Biar saja, aku juga ingin tahu apa yang bisa dilakukannya dengan uang sebanyak itu. Syukur-syukur dia sehat saat uang itu datang padanya!

Bibi juga menambahkan, Pak Tristan juga baru saja pulang dari kantor dan berada di ruang kerjanya seperti biasa. Halena menghela napas berat. Ini kali terakhirnya dia menginjakkan kaki di rumah itu.

Diberikannya Bibi sejumlah uang. "Saya tidak akan tinggal di sini lagi, Bi. Jika Bibi butuh bantuan, Bibi telepon saya saja, ya?"

"Bu, maaf, ini kebanyakan.."

"Tidak apa-apa, Bi," potong Halena, kemudian berjalan ke kamar Alex. Tanpa mengetuk kamar anaknya dibukanya pintu itu.

Alex yang baru saja selesai belajar, menutup laptop-nya dan menoleh pada ibunya. Dapat dirasakannya kemarahan ibunya saat dia menatap mata ibunya yang melotot ke arahnya.

"Kau sudah menelepon Ayuni untuk meminta maaf?" tanya Halena garang. Bukannya terlihat takut, anaknya malah tertawa padanya.

"Minta maaf? Pada perempuan materialistis itu? Aku tidak mau!"

"Alex! Ayuni tidak materialistis. Mama memberikan fasilitas padanya agar dia bisa menimba ilmu seperti kau!"

"Sampai kapan Mama mengelak terus?!" teriak Alex marah. Dia berdiri menatap ibunya lekat-lekat. "Mama memberi separuh harta Kakek padanya, benar, kan? Kenapa?!"

"Dari mana kau tahu soal itu? Ayahmu?" sahut Halena tak gentar. Dia ingin sekali menampar mulut anaknya. Apalagi tatapan anaknya yang menantangnya itu membuatnya murka. "Dan sejak kapan kau peduli pada harta? Mengapa kau menjadi seperti ayahmu?"

"Ya karena Alex memang anak Papa! Anak dari laki-laki yang Mama benci!" bentak Alex gusar.

"Alex, kau bukan papamu," kata Halena, menghela napas panjang. "Ayuni mendapatkan apa yang seharusnya menjadi haknya. Dia itu.." Halena merasa dadanya sesak, tapi dia harus mengatakan yang sejujurnya. "Ayah Ayuni adalah kakekmu, Nak. Ayuni itu adik Mama. Tantemu."

Surat Cerai untuk Halena #CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang