Alex tidak percaya bahwa Ayuni lebih tua darinya. Perempuan itu punya wajah yang lebih muda daripada Alex. Mungkin dia tidak stres, pikir Alex. Dia tidak ditekan oleh orangtuanya sejak kecil. Ah, kok aku jadi membanding-bandingkan nasibku dengannya?
Alex mendapat informasi terkait Ayuni dari Bibi yang setiap hari bertemu dengan Ayuni. Alex juga bertanya apa lagi yang Bibi tahu tentang Ayuni. Perbincangannya dengan Bibi didengar oleh Halena, dan ibunya tampak tidak suka dengan Alex yang jadi suka usil.
"Ya, apa lagi namanya kalau bukan usil?" tegur Halena. "Kau jangan berani-berani sama asisten Mama, ya. Nanti kalau dia tidak nyaman dan pergi, bagaimana?"
"Bukan itu kan alasannya?" Alex menantang ibunya. "Mama sama seperti Papa. Mama tidak mau Alex dekat dengan orang yang tidak selevel dengan kita. Itu kan yang sebenarnya ada di pikiran Mama?"
"Alex!" sergah Halena marah. "Berani kau menjawab Mama seperti itu. Memang sudah seharusnya kau magang. Jadi kau tahu, perbedaan hubungan pribadi dan profesional. Paham?!"
"O ya?" jawab Alex dengan nada masa bodoh amat. "Yang Alex tahu, Mama terlibat dalam hubungan asmara dengan rekan kerja Mama. Lucas pemain biola itu mantan pacar Mama, kan?"
"Apa maksudmu, Alex?" tanya Halena tak gentar.
"Mama kira, Alex tidak tahu bahwa Mama masih mencintai orang lain? Alex tahu, Ma. Alex tahu Mama masih menyimpan surat-surat dari pria itu," sahut Alex. "Mama tenang saja. Alex tidak akan menjauhi Mama. Alex mengerti mengapa orang seperti Papa tidak layak dicintai."
"Alex..." Halena menggeleng. Tatapan matanya ke anaknya berubah getir. "Kau tidak tahu apa yang Mama rasakan. Ya Mama memang pernah suka dengan orang itu, tapi bukan artinya Mama masih cinta padanya. Mama menyimpan surat-surat itu dengan harapan papamu bisa sepertinya. Bisa menyayangi Mama."
"Papa tidak bisa melakukannya. Tidakkah Mama rasakan yang Alex rasakan, Mama? Papa benci Alex. Kadang Alex merasa, kehadiran Alex-lah yang menjadi sumber kekacauan di rumah ini," kata Alex pilu.
Halena memeluk anaknya. Inilah Alex, pikirnya. Alex yang selalu mengeluh dan membutuhkan ibunya. Halena mengucap maaf, dia tidak bermaksud memberi kesan demikian pada anaknya. Selama ini pertengkaran yang terjadi di rumah itu disebabkan oleh ketidakcocokan antara dirinya dengan Tristan.
Alex melepas pelukan ibunya dan memohon, "Alex tidak bahagia di sini, Ma. Mama mau kan mengizinkan Alex berhubungan dengan Ayuni? Alex janji, tidak akan macam-macam."
"Kau janji? Betul?" Alex tak kunjung menjawab. "Alex! Jawab! Mama tidak mau kau bermain api dengan anak itu. Kalian.." Halena diam, hampir saja dia keceplosan memberitahu bahwa Ayuni dan Alex adalah adik-kakak. "Kalian hanya boleh berteman, tok. Oke?"
"Alex janji, Ma."
Dia kenal betul anaknya. Pada waktu biasa dia dapat memercayai omongan Alex, tapi tidak kala itu. Ada sesuatu yang aneh dalam mata Alex. Dia sudah bukan anak kecil lagi yang bisa diatur-atur, apalagi terkait perasaan.
Jangan sampai dia jatuh cinta pada Ayuni, pikir Halena mulai khawatir. Dia tidak bisa tidur malam itu. Aku setuju dengan Tristan yang ingin Alex magang di kantor. Dengan begitu, dia bisa mengalihkan pikirannya dari Ayuni ke pekerjaannya.
Halena tidak mau menunda. Dia harus memastikan apakah Ayuni anak Tristan atau bukan. Masalahnya, sejak pertemuan gadis itu dengan Alex, dia malah jatuh sakit. Ayuni meneleponnya, memberitahu bahwa dia sedang demam, dan tak bisa ke rumah Halena.
Hari itu dia tidak mood bermain piano. Dia juga tak ada jadwal mengajar, jadi diputuskannya saja untuk menjenguk Ayuni. Halena tidak datang dengan tangan kosong. Dibawakannya buah-buahan dan obat penurun panas. Waktunya untuk menjenguk dia jadikan kesempatan untuk mengambil sisir gadis itu.
Dia melakukannya saat mata Ayuni terpejam. Ketika gadis itu tertidur setelah makan dan meminum obat, diam-diam Halena memasukkan sisir Ayuin yang ada di meja rias ke dalam tasnya. Setelah berbasa-basi dan berpamitan dengan kakek-nenek Ayuni, dia bergegas pulang.
Betapa terkejutnya dia melihat suaminya ada di rumah. Dahinya mengerut sambil menghampiri suaminya yang berdiri di depan ruang musiknya.
"Ada apa?" tanya Halena heran.
"Dari mana kau?" Tristan balik bertanya. Tatapannya tajam sampai istrinya merasa tidak nyaman. "Apakah kau memang seperti ini? Di saat suamimu pergi, kau kelayapan tanpa memberitahunya?"
Dimarahi adalah hal yang biasa bagi Halena. Dia menghela napas sabar. "Aku ke rumah Ayuni, mengantarkan beberapa buah dan obat. Dia sakit. Bagaimana pun dia kan kerja untukku, dan aku melakukannya karena aku peduli."
"Kau tidak bisa suruh orang untuk melakukannya? Harus dirimu sendiri?"
"Apa maksudmu? Apakah kau tidak percaya padaku?" jawab Halena jemu. "Kalau kau hanya ingin bertengkar, nanti saja. Aku lelah." Tanpa mau bicara lagi Halena berjalan ke arah kamar mereka.
Di belakangnya Tristan bertanya, "Ayuni bukan sekadar pegawai bagimu, kan."
Berjengit dada Halena mendengarnya. Dia membalikkan tubuhnya. "Ma... maksudmu?" katanya terbata.
"Kau bodoh." Suaminya berjalan melewatinya. Sekilas Halena dapat melihat senyum licik di sana. Suaminya menoleh lagi padanya. "Aku pulang karena ada dokumen penting yang ketinggalan. Akhir-akhir ini aku suka lupa. Kucoba meneleponmu, kau tidak angkat."
Halena tidak menjawab apa-apa. Bodoh, ulang Halena. Apa maksud perkataan suaminya? Apakah suaminya tahu sesuatu?
**
Teleponnya tersambung pada kakek Halena. "Belum cukupkah keluarga Anda membohongi saya? Perlukah Anda membohongi Halena juga?" Tristan berdecak tak percaya. "Saya sudah tahu apa yang Anda lakukan."
"Jadi, Halena percaya bahwa gadis itu anakmu?" Terdengar suara gelak Kakek di seberang sana. "Hati cucuku memang kepalang baik. Tak kusangka dia percaya begitu saja."
"Jangan ikut campur lagi urusan saya," kata Tristan tegas. "Urusan Naya menjadi urusan saya, kakek tua."
"Sombong betul dirimu sekarang. Bagaimana pun, kau lega kan, karena kau tidak punya anak haram," jawab Kakek tenang. "Harusnya kau berterima kasih Kakek, Tris."
"Berterima kasih? Kalau bukan karena perjanjian anak Anda dengan orangtua saya, sekarang hidup saya pasti sudah bahagia dengan wanita yang saya cintai." Rahang Tristan mengeras. "Untuk menjaga nama baik Halena, Anda sampai rela menyerahkannya pada saya."
"Itu yang dilakukan semua orangtua untuk anaknya. Halena tidak salah. Dia hanya terlalu cinta pada mantan kekasihnya saat itu," kata Kakek tenang. "Kau akan mengerti perasaan orangtua Halena jika Alex terlibat skandal. Kau pasti akan melakukan apa saja untuk membersihkan namanya, termasuk menikahkannya dengan orang baik-baik. Setidaknya, kau punya reputasi yang baik. Saat itu."
Pernahkah orang lain memikirkan kebahagiaanku, pikir Tristan di ruang studinya. Hari itu dia tidak ikut makan malam dengan anak dan istrinya. Dia memilih untuk melamun di ruang kerjanya. Alex, yang Papa lakukan padamu tidak ada apa-apanya dibandingkan apa yang dilakukan orangtua Papa dan ocrangtua Halena. Papa tidak akan memaksamu untuk menikahi wanita yang tidak kau cintai.
Terlebih lagi, hati wanita itu dimiliki laki-laki lain. Halena memang masih perawan saat ia menggaulinya pertama kali, menandakan bahwa Halena tidak membiarkan dirinya disentuh oleh pria mana pun sebelum menikah dengan Tristan. Kekecewaan masih dirasakan Tristan setelah tahu Halena masih melakukan pertemuan dengan Lucas. Pertemuan-pertemuan itu berkaitan dengan musik, tentu saja. Mereka melakukan kerjasama bersama, dan selalu pulang malam saat terlibat dalam suatu proyek.
Tristan tidak melarang. Itu sudah menjadi bagian dalam perjanjian nikahnya dengan istrinya, bahwa istrinya berhak melakukan pekerjaan tanpa izin darinya. Ingin sekali Tristan merobek perjanjian itu, namun dia masih menginginkan saham Halena.
Terkadang Tristan ingin, setelah dia mengorbankan hubungannya dengan Naya, Halena melakukan hal yang sama. Tristan ingin Halena jatuh cinta padanya, tapi lidah Tristan selalu kaku setiap dia hendak mengutarakan keinginannya.
Biarlah dia mengesampingkan rasa tersinggung dan kecewa yang berkecamuk di dadanya. Toh Naya juga sudah tidak ada. Fokusnya hanya masa depan anaknya. Anaknya tidak boleh gagal. Kegagalan adalah hal yang tabu di keluarganya. Bahkan jika harus mengorbankan nyawa orang lain, akan dilakukan oleh Tristan agar keluarganya tetap dipandang terhormat oleh orang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Surat Cerai untuk Halena #Completed
RomansTristan mencengkram kedua bahu istrinya. "Kau orang yang merenggut kebebasanku. Aku harus kehilangan wanita yang kucintai karena kau. Kenapa sekarang aku repot-repot memperhatikan perasaanmu agar bisa lepas dariku?" Tristan tersenyum licik pada istr...