38 ~ Apa yang kau inginkan sekarang?

2.4K 230 175
                                    

Kondisi kesehatan Alex berangsur membaik. Dia sudah tidak lemas lagi, dan luka di punggungnnya juga sudah kering. Suatu hal yang mengganggu pikirannya adalah ibunya yang masih serumah dengan ayahnya. Mereka memang tidak tidur sekamar, sebab Alex memperhatikan ayahnya langsung mengurung diri di ruang kerjanya setiap malam.

Ibunya juga kembali mengajar di ruang musiknya seperti biasa. Piano itu dikirim lagi ke rumah mereka. Alex punya kekhawatiran, ayahnya punya cara lain untuk mengancam ibunya hingga ibunya tak kunjung diceraikan.

Pada suatu pagi, yang mana sorenya Alex akan kembali ke Singapura, kebingungannya semakin bertambah. Tidak ada perdebatan maupun pertengkaran yang terjadi pada saat mereka sarapan bersama. Selama masa pemulihan Alex selalu menyantap makanan paginya di kamar. Itulah pertama kalinya dia sarapan dengan orangtuanya setelah Kakek Buyut Gunadi meninggal.

"Kenapa, Alex?" tegur Tristan, menurunkan korannya ke atas meja. "Ada yang ingin kau katakan?"

"Papa masih ingat janji Papa, kan?" tanya Alex gelisah.

Halena yang tengah menuangkan kopi ke cangkir suaminya, mengulum senyum. Dia kemudian mendekati anaknya, menyentuh kedua bahu Alex dengan lembut. "Kau belajar saja yang benar."

"Ma, Alex sudah minta sama Papa untuk tidak..."

"Perceraian adalah jalan terakhir untuk menyelesaikan masalah, Alex," jawab Tristan tegas. "Saat ini orangtuamu sedang dalam proses berdamai dan saling memaafkan."

"Berdamai dan saling memaafkan," tukas Alex masam. "Aku hampir mengorbankan nyawaku karena perselisihan kalian. Papa pikir aku akan percaya bahwa kalian bisa berdamai dan saling memaafkan?"

Sesaat Halena dan Tristan saling bertatapan. Halena menjawab, "Alex, ada hal yang lebih penting dari sekadar kebebasan."

"Apa? Harta? Kehormatan?" sahut Alex sinis.

Tristan mendengus. Dia ingin sekali membentak anaknya, tapi dia menahannya, apalagi dia tahu bahwa Alex punya kecenderungan untuk mengakhiri hidupnya sendiri.

"Berikan orangtuamu kesempatan untuk akur, Nak," kata Halena menawar. "Kau tahu, Sayang, saat kau masuk rumah sakit, Mama merasa Mama tidak bisa melaluinya jika Papa tidak di sisi Mama. Mama sadar, bahwa sebenarnya, peran ayahmu ada dan penting di hidup Mama."

"Apa yang akan terjadi jika kalian tidak akur? Aku tidak mau suatu hari mendapat berita kalian saling membunuh," jawab Alex masih kesal.

"Kau mau Papa melakukan apa agar kau percaya, Alex?" tanya Tristan sama sebalnya.

"Jangan lakukan apa-apa. Papa cukup memperlakukan Mama dengan baik."

Saat mereka sarapan, Ayuni datang untuk memberitahu beberapa hal pada Halena terkait pekerjaan Halena sebagai guru piano. Sadar bahwa Ayuni bukan lagi bawahannya, Halena mengajaknya makan bersama keluarganya, namun Ayuni menggeleng saat Alex menatap dingin ke arahnya.

Halena tidak mau menasihati Alex. Biar saja anak itu bersikap demikian sampai pikirannya betul-betul jernih. Halena meminta Ayuni untuk menunggu di ruang musiknya.

"Anak itu. Jika dia punya apa yang Kakek punya, artinya termasuk saham di perusahaan properti kakekmu?" tanya Tristan datar.

"No, Tris, jangan bahas hal-hal semacam itu sekarang," sahut Halena jemu. Dia menoleh pada Alex. "Habiskan makananmu, Alex. Jangan didengar ayahmu yang bahas saham melulu."

"Aku tidak meminta Papa untuk berubah, kok," jawab Alex tenang, yang langsung disambut pelototan dari ayahnya. Alex lalu tersenyum tenang.

Selepas sarapan Alex balik ke kamarnya, menyisakan Tristan dan Halena di ruang makan. Keduanya sama-sama menarik napas panjang begitu Alex tidak berada di tengah mereka.

Surat Cerai untuk Halena #CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang