"JADI namanya Jerry."
Berwisata ke Sambara Stable tentu belum lengkap jika belum mengunjungi area istal. Di salah satu bilik kandang kuda tersebut, Kara mengajak Ageng berkenalan dengan Jerry. Ageng terlihat senang saat kuda friesian itu memakan wortel di tangannya.
Syukurlah kondisi Jerry berangsur membaik. Setelah penyampaian Pak Ginanjar tempo lalu, Kara lekas memerintahkan segala upaya perawatan medis terbaik untuk Jerry.
Jerry terdiagnosis sindrom tukak lambung yang menyebabkan kolik atau nyeri pada daerah perut hingga mengalami anoreksia. Untuk beberapa minggu ke depan kondisi Jerry masih akan terus dipantau.
Kabar baiknya, kuda gagah dengan ciri khas surai ikal lebat dan panjangnya yang sekarang terlihat jauh lebih kurus itu sudah mulai menunjukkan pergerakan aktif, terlebih begitu mengetahui kedatangan Kara. Sepertinya selain sakit perutnya itu Jerry juga terserang malarindu tropikangen dengan tuannya. Wajar saja, karena pasca kecelakaan yang menimpanya tersebut Kara tidak pernah mengunjungi istal lagi.
"Kamu pasti sayang banget sama Jerry." Ageng kembali berujar.
Kara mengusap surai kepala Jerry. "Benar, Jerry udah menemani saya selama ini. Papa saya yang membelikan kuda ini saat ulang tahun saya yang ke tujuh. Waktu itu Jerry masih kecil. Saya senang setiap kali belajar berkuda dengan Jerry."
Mulut Ageng otomatis membulat takjub. Seketika itu juga ia yang sekadar pernah mendapat kado ulang tahun satu pak buku tulis hanya bisa menyimak di pojokan sambil makan kuaci.
Apalah masa kecilnya sebagai anak kampung yang cuma bisa blusukan mencari keong sawah atau ikut angon bebek di kali. Bayangkan saja saat Kara berusia tujuh tahun yang tampil menawan dengan outfit berkuda ala ningrat, Ageng di usia sama hanya puas nyeker sambil memakai setelan celana pendek dan kaus sporot mangkak yang multifungsi juga untuk lap ingusnya.
"Kamu mau coba naik kuda?" tawar Kara.
"Apa? Saya? Naik kuda?" Gelengan kaku kepala Ageng mengikuti ekspresi keraguan-raguannya. Ia tidak yakin sanggup menunggangi kuda sungguhan selihai mengendarai kuda besi alias motor kesayangannya. "Tapi saya nggak bisa naik kuda."
"Tenang aja. Ada Pak Ginanjar yang akan memandu kalian."
"Pak Ginanjar ... maksudmu sopir kita tadi?"
"Pak Ginanjar dulunya sopir mama saya. Setelah mama meninggal, Pak Ginanjar beralih tugas mengurus vila dan istal ini. Pak Ginanjar itu juga jago berkuda." Kara memberi kode lambaian tangan kanannya ke arah Pak Ginanjar yang ternyata berada tidak jauh dari kandang Jerry.
Tak butuh waktu lama bagi Pak Ginanjar mempersiapkan perlengkapan berkuda untuk Ageng. Dipikir-pikir bukan ide yang buruk juga. Kapan lagi, kan, ia punya kesempatan mejeng di atas kuda bak syuting adegan film kolosal? Seumur-umur mengenal kuda, paling mentok ia cuma kesampaian naik dokar di samping pak kusir setiap kali diajak ibunya kulakan ke pasar.
Seekor kuda putih sudah dalam kendali Ageng dibantu arahan Pak Ginanjar sebagai pemandu. Ageng tak menyangka bisa mendapat pengalaman istimewa tatkala tubuhnya benar-benar berada di atas pelana kuda yang membawanya berkeliling arena pacu.
Di lain pihak, kegembiraan Ageng terus diperhatikan Kara dari luar pagar arena pacu. Ada senyum bahagia yang ikut terulas, tetapi juga tak menyangkal secercah pancaran kesedihan di dalam kedua bola matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret
Ficción General[ON GOING] New Adult | Religi | Romantic Drama Ageng Candramaya Lintang, seorang penulis novel platform digital yang karyanya telah dibaca jutaan kali. Kehilangan ide untuk cerita terbaru, membuat Ageng menerima tawaran berlibur dari sepupunya denga...