MOTOR sport merah Ageng berbelok ke jalur satu arah usai berpisah dengan motor anak-anak Flamingo lainnya. Mereka pasti puas sudah menjarah isi dompet Ageng mentang-mentang ketua komunitas mereka itu baru saja berulang tahun, lalu seenaknya minta traktiran di warung lesehan tahu gimbal Pak Gembul langganan mereka.
Lantaran momen ulang tahun Ageng yang ke-25 itu pula kedua orang tuanya jadi berkunjung ke Semarang. Pelukan rindu saling dicurahkan, meski diselingi omelan ibunya ketika Monik iseng mengadukan Ageng yang masih hobi bangun siang.
"Nduk, Nduk, cah perawan ayu-ayu kok tuman bangun siang. Ndak takut apa kalau bakal jodohmu nanti disosor bebek?"
"Dipatok ayam kali, Bu'e."
"Ayamnya sudah kenyang matok rezeki anak-anak muda yang pada males."
"Iyain aja, deh. Pokoknya selama Bu'e masih suka masak rica-rica bebek, nggak ada kesempatan itu si bebek mau nyosor jodohnya Ageng. Dijamin amanlah calon mantunya Bu'e."
"Angel-angel, anak zaman sekarang nyahut aja kalau dibilangin. Ya, sudah sana kalau kamu mau yang aman, berarti kamu terima saja itu pinangannya Nak Susanto."
Sekakmat! Giliran Ageng kicep di tempat. Serius, orang tuanya benar-benar mau menjodohkannya dengan Susanto?
"Mau tunggu apa lagi toh, Nduk? Usia kamu itu sudah cukup buat nikah. Tengok sana, konco-konco sekolahmu dulu di kampung sudah pada nikah sama punya anak. Kamu tahu toh si Wiwik? Dia punya anak sudah lima, lho. Malah dengar-dengar sekarang dia tekdung lagi. Bu'e sama abah juga pingin cepetan momong cucu. Ya, memang namanya jodoh itu sudah ada yang mengatur. Tapi mbok yo coba kamu pertimbangkan lagi niat baik Nak Susanto."
Pikiran Ageng kembali mengulang wejangan ayah dan ibunya sebelum pulang ke Wonosobo. Ageng tahu orang tuanya bukan tipe otoriter. Selagi jelas bibit, bebet, dan bobotnya, hak sepenuhnya tetap mereka serahkan pada Ageng kalaupun ingin menemukan sendiri calon imam untuk menjalani ibadah seumur hidup tersebut.
"Eling-eling yo, Nduk, kamu itu perempuan. Calon istri. Calon ibu. Bu'e sama abah cuma pingin lihat kamu bisa punya rumah tangga yang sakinah, mawadah, warahmah."
Kesempatan Ageng hanya sampai akhir tahun ini. Jika tidak, maka mau tak mau Ageng diharuskan pulang kampung ke Wonosobo sekalian hitung-hitung pendekatan dengan Susanto.
Sempat terpikir oleh Ageng meminta akting Topan. Paling tidak orang tuanya cukup percaya saja dulu kalau Ageng sudah punya laki-laki pilihannya. Akan tetapi, Ageng sudah cukup lelah dengan kepura-puraan. Ia tidak mau berurusan lagi dengan buntut panjangnya. Terlebih Topan sudah dianggap seperti kakaknya sendiri dan ia tidak mau menyulitkan laki-laki itu.
Ageng menggelengkan kepalanya yang tertutup helm full face. Ia ingin cepat-cepat sampai ke kondominium, mandi air hangat, lalu tidur daripada pusing-pusing memikirkan masalah perjodohan itu lebih lanjut. Ia hendak menambah kecepatan laju motornya ketika sekilas fokusnya menangkap tidak asing sesosok perempuan dengan Mini Cooper kuning yang terparkir di bahu jalan.
Irena? Apa yang dilakukannya malam-malam di pinggiran jalan begini? Ah, sudahlah, apa peduli Ageng? Ia masih sangat kesal dengan perbuatan titisan Medusa itu.
Namun, tunggu sebentar. Dari kaca spion, Ageng masih bisa memantau keadaan Irena yang kemudian berjongkok dengan kepala dibenamkan pada kedua lututnya.
Payah!
Ageng tidak tahu sejak kapan memutar balik motornya sehingga kini tepat berhenti di depan Irena yang masih berjongkok. Bahkan dengan jarak yang lebih dekat sekarang membuat Ageng bisa melihat kedua bahu Irena yang bergetar. Menangis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret
Narrativa generale[ON GOING] New Adult | Religi | Romantic Drama Ageng Candramaya Lintang, seorang penulis novel platform digital yang karyanya telah dibaca jutaan kali. Kehilangan ide untuk cerita terbaru, membuat Ageng menerima tawaran berlibur dari sepupunya denga...