30. Tempat yang Lebih Indah

300 31 24
                                    

INSTALASI GAWAT DARURAT Rumah Sakit Universitas Lentera Diwangtara menerima kedatangan pasien dengan trauma abdomen. Seorang pemuda berusia 25 tahun mengalami perdarahan cukup hebat akibat tertusuk benda tajam. Prosedur operasi segera dijalankan setelah mendapat informed consent dari wali pasien.

Kasus penyerangan yang sempat menggegerkan massa di bandara telah sampai ke pihak berwajib. Mereka masih melakukan pengejaran terhadap pelaku berdasarkan jejak pantauan kamera keamanan. Sebuah alat berupa pisau lipat yang diduga untuk menikam korban telah ditemukan di tempat pembuangan. Media pun mulai beramai-ramai memperbincangkan motif pelaku kejahatan terhadap adik dari pengusaha muda Rino Bagasaka itu.

Sungguh, Bagas tak memperhitungkan akan ada orang yang mengincar nyawanya. Belum lagi ia juga dibuat geram oleh para pengawal pribadi yang diperkerjakannya tak satu pun becus menangkap sosok penyerang itu.

Jika semua ini berkaitan dengan bisnis, tentu bukan hal tabu bagi seorang pemimpin perusahaan besar seperti Bagas untuk dituntut waspada terhadap oknum-oknum tertentu dalam tanda kutip para pesaing yang berusaha menjatuhkannya. Tak terkecuali musuh dalam selimut yang bekerja di bawahnya.

Tunggu, musuh dalam selimut? Bagas masih yakin sejak pro dan kontra dirinya diangkat sebagai penerus tampuk kepemimpinan perusahaan, siapa saja bisa mengambil keuntungan jika terjadi sesuatu padanya. Namun, semestinya Bagas sudah mengurus para penjilat seperti itu melalui kredibilitasnya yang tak perlu diragukan lagi. Tidak, masih ada satu orang yang paling jelas menentangnya.

Ya, ia ingat sekarang. Sesaat sebelum Kara kehilangan kesadaran, ia masih bisa mendengar Kara ingin mengatakan sesuatu padanya. Namun, selain daripada rintihan, Bagas tidak mampu membaca gerak bibir Kara. Mungkinkah Kara tahu siapa orang yang mencelakainya?

Jika kecurigaan Bagas digabungkan dengan reaksi Kara, maka orang itu ....

Hadi Kuntoro.

Sial! Mati-matian Bagas menahan umpatan itu di antara bibirnya yang terkatup rapat. Matanya menatap nanar bercak darah Kara yang tertinggal di ruas-ruas jari tangannya. Saat ini mungkin Bagas yang akan berada di ruang operasi itu jika Kara tidak menyelamatkannya.

Kalau benar semua ini perbuatan Hadi Kuntoro, Bagas bersumpah tidak akan membiarkannya lolos begitu saja. Orang itu harus mempertangungjawabkan perbuatannya pada Kara.

Di sisi lain, seorang gadis berjaket tracktop itu pun merasa tidak bisa melakukan apa-apa selain hanya berdiri di depan pintu ruang operasi sambil memeluk tubuhnya sendiri. Kekhawatiran yang menyiksa, terasa sangat panjang menantikan jalannya tim dokter menyelamatkan nyawa satu pasien mereka.

Semua sudah terlambat ketika pada akhirnya Ageng bisa menemukan Kara, tetapi dalam kondisi yang paling ia tidak inginkan. Tanpa mengindahkan blokade para petugas keamanan bandara yang menjaga tempat kejadian perkara, Ageng bersikeras menerobos masuk dengan seluruh kekacauan tertumpah di wajahnya.

Hei, apa di dalam sana kamu bisa mendengar saya? Kamu itu kuat, kan? Saya tahu itu. Jadi bertahanlah, saya mohon.

Saya masih ingin mendengar suaramu yang memanggil nama saya, tawamu yang semerdu nuansa ombak samudra dalam cangkang kerang. Saya ingin melihatmu berdiri, lalu berjalan dengan kedua kakimu sendiri. Saya ingin belajar berkuda lagi denganmu.

Jangan tinggalkan saya sendirian bersama penyesalan karena terlambat menyadari perasaan ini. Walau cuma sebentar, asal itu kamu ... saya ingin mengulanginya tanpa kebohongan tentang diri saya. Seperti kamu mengakui bahwa dirimu adalah Mimosa. Mimosa yang pernah menyakiti hati saya, tetapi sebenarnya merupakan penyemangat di saat saya harus membuktikan kalau saya mampu menjadi lebih baik.

SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang