Chapter 5

1.8K 321 3
                                    

Suara alarm kembali berbunyi, bedanya pagi ini bukan berasal dari jam weker yang ada di atas nakas, melainkan jam tangan yang sejak tadi malam Aruna gunakan. Persis seperti yang Jiya sampaikan. Aruna membuka matanya dan mengubah posisinya menjadi duduk... kemudian mengulet. Dia menghela nafas pelan saat mendapati kenyataan masih ada di masa lalu. Kejadian kemarin bukan mimpi, itu berarti hari ini dia juga akan menjalani hidupnya sebagai gadis lima belas tahun. Harusnya dia sekarang sedang liburan bersama Feli dan Gisel, tapi kenapa dia jadi liburan ke masa lalu? Menyebalkan!

Aruna menekan tombol yang ada di jam tangan.

"2 September 2012," gumam Aruna.

Ternyata waktu berjalan sangat lambat. Dia masih ada di tanggal 2 September 2012, berjalan normal dari hari kemarin. Apa dia benar-benar akan menunggu sampai tiga tahun untuk bertemu dengan orang yang ingin ia mintai maaf?

"NOOO!!!" teriak Aruna tanpa sadar saat membayangkan jika hal itu terjadi.

Mama yang baru saja menjemur pakaian kaget mendengar anaknya berteriak. Wanita yang masih memakai daster batik itu langsung menuju kamar Aruna.

"Kamu kenapa, Na?!" tanya Mama sembari mengetuk keras pintu kamar Aruna.

"Nggak apa-apa, Ma!" jawab Aruna.

"Jangan teriak-teriak, masih subuh!" peringat Mama. "Cepet mandi kamu."

Setelah mengucapkan itu Mama pergi ke dapur untuk memasak sarapan bagi suami dan kedua anaknya.

"Ngelakuin keburukan apa lagi gue hari ini?" lirih Aruna. Lalu dia meremas-remas kasar selimutnya dan menggerutu tanpa suara. Merasa frustasi dengan apa yang terjadi. Tak lama dia memutuskan melaksanakan perintah sang Mama. Mandi dan bersiap.

"Ma..." Aruna yang sedang duduk di meja makan bersama keluarganya menutup mulut dengan telapak tangan saat mulutnya bersuara tanpa diperintah. Aruna tidak berniat memanggil Mamanya, tapi lidahnya seperti memiliki nyawa dan bergerak sendiri. Mama yang juga sedang menikmati sarapan menoleh ke anak gadisnya.

"Kenapa?"

"Aku minta duit buat beli modul akuntansi."

Aruna kembali dibuat bingung saat lagi-lagi kalimat yang tak ingin dia ucapkan keluar begitu saja. Disaat bersamaan, Aruna ingat kesalahan apa yang dia lakukan di tanggal 2 September 2012. Membohongi kedua orang tuanya. Dia tidak membutuhkan uang untuk membeli modul akuntansi, tapi dia meminta uang untuk membeli album dan merch grup Korea kesukaannya yang akan comeback.

Aruna sekarang benar-benar tersadar betapa buruknya dia. Membohongi orang tua untuk hal-hal yang bahkan tidak terlalu penting. Aruna masih bisa hidup walaupun dia tidak membeli album itu.

Yang jadi pertanyaan sekarang adalah, kenapa Aruna tidak bisa mengendalikan mulutnya? Padahal dia tidak ingin mengatakan itu, tapi kenapa saraf-saraf mulutnya bertentangan dengan perintah otak? Dia mencoba bangkit dari duduknya, berniat pergi sebelum mulutnya mengucapkan hal-hal aneh lagi, tapi dia sama sekali tidak bisa mengendalikan tubuhnya. Kakinya serasa tak bisa lepas dari lantai, bahkan menggerakan tangan sesuai kehendaknya pun tidak bisa. Tangannya sibuk menyuapkan nasi yang ada di piring ke mulut.

Ada apa ini sebenarnya? Kenapa dia bisa seperti ini? Berbagai pertanyaan terlintas di otak Aruna.

"Itu urgent, Kak?" Papa ikut menyahut.

"Iya, Pa."

Hais... Aruna hanya bisa mengumpat dalam hati.

"Kamu butuh berapa? Nanti pulang kerja Papa mampir ke ATM."

"Lima ratus ribu, Pa."

"Kamu harus banyak berhemat, Na. Kebutuhan kita semakin banyak, tahun depan Robin juga masuk SMP. Kamu harus mulai bawa bekal kayak Robin."

Back To School✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang