"Heh, lo!" seru Vino, ketua kelas yang sekarang berdiri di depan meja Jevin.
Jevin mendongakan kepalanya, merasa dia lah orang yang dimaksud. Siapa lagi, hanya Jevin yang dipanggil dengan sebutan seperti itu. Jika yang dimaksud siswa lain pasti dia akan menyebutkan dengan nama. Ini masih mending daripada cowok aneh pojokan.
"Balikin tuh buku ke perpus!" perintah Vino sambil menunjuk dua tumpukan buku IPA yang ada di meja paling depan.
Tanpa menjawab iya atau tidak Jevin bangkit dari duduknya dan mengambil satu tumpukan buku. Akan susah jika dia membawa semuanya, jadi dia akan mengangkutnya dua kali. Apalagi perpustakaan sekolah ada di lantai satu sedangkan kelas Jevin ada di lantai dua yang artinya dia harus melewati tangga.
Buku itu dipinjam saat jam pelajaran pertama, tapi belum dikembalikan karena guru mapel berikutnya datang lebih cepat. Harusnya Jevin bisa menolak melakukan itu, karena mengembalikan buku ke perpus adalah tugas anak yang piket. Dan hari ini bukan jadwal piket Jevin. Tapi Jevin memilih diam dan menuruti perintah Vino, dia malas berdebat. Hanya membuang-buang waktu. Toh tak butuh waktu lama untuk mengembalikan buku itu ke perpustakaan.
Mungkin jika ada teman SMP-nya melihat, mereka tidak akan percaya jika anak yang dikucilkan dan dijadikan kacung itu adalah Jevin Regana Abiyaksa.
Setelah selesai dengan urusan mengembalikan buku, Jevin pun kembali ke kelas. Dalam perjalanan, dia melihat sosok gadis yang beberapa hari ini menghantui hari-harinya. Gadis cantik berambut sebahu yang terkenal sombong tapi menurut Jevin dia adalah gadis yang baik, bahkan sangat baik... Aruna. Jevin memilih berjalan di belakang gadis itu, mengamatinya gerak-gerik Aruna. Beberapa kali Jevin mendengar Aruna menggerutu, tidak jelas entah apa yang dia bicarakan. Rasanya menyenangkan untuk Jevin melakukan ini.
Aruna menaiki tangga menuju lantai dua, dimana kelas mereka berada. Namun baru beberapa anak tangga Aruna pijak, kaki gadis yang sedang dia amati terkilir dan tubuhnya tidak bisa menahan keseimbangan.
"Aruna!!!" pekik Jevan. Dengan cepat Jevin ikut menjatuhkan dirinya dan menjadikan tangannya bantal agar kepala Aruna tidak terkena tiang yang berada tepat di bawah tangga.
BRUGH!
Suara itu terdengar saat tubuh Aruna dan Jevin menyentuh lantai.
"Arghh..." jerit Aruna.
Jevin meringis, merasakan tangannya bergesekkan dengan lantai yang kotor oleh debu. Aruna yang merasakan kepalanya ditahan seseorang pun perlahan membuka mata. Dia menoleh ke sosok di sampingnya, hingga mata bulat gadis itu bertemu dengan mata Jevin, penyelamatnya.
Jantung Jevin berdebar kencang, bahkan dia yakin Aruna bisa mendengarnya. Ini ke-tiga kalinya dia begitu dekat dengan Aruna. Pertama saat mereka mengerjakan tugas Bahasa Inggris, ke-dua beberapa hari yang lalu saat Aruna mengajaknya makan bersama Hesti. Tapi diantara dua itu, ini adalah jarak paling dekat mereka berinteraksi.
Aruna cepat-cepat mengubah posisinya menjadi duduk. Disusul Jevin yang melakukan hal yang sama. Aruna membersihkan lengan serta seragamnya yang kotor oleh debu.
"Lo nggak apa-apa, Na?" Jevin memeriksa tubuh gadis berambut sebahu itu, hanya memeriksa tak berani menyentuh.
"Gue nggak apa-apa, Jev. Thanks banget, ya. Gue nggak tau kalau nggak ada lo mungkin kepala gue udah kena tiang itu," ujar Aruna berterima kasih. "Tangan lo luka?" lanjut Aruna saat melihat ada luka goresan di lengan Jevin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Back To School✔
Подростковая литератураGlendia Aruna. Gadis berusia 24 tahun itu percaya kesialan gagal menikah yang ia alami adalah karma buruk atas perbuatannya pada seorang lelaki bertahun-tahun silam. Saat dia diberi kesempatan untuk meminta maaf pada lelaki tersebut, ternyata ada ha...