Aruna baru menyadari kalau dia terbangun di pagi hari walaupun terakhir dia tidur di sore hari. Dia pun harus mandi dan bersiap dengan seragam sesuai hari yang tertera di jam tangannya. Setelah siap, gadis yang hari ini mengenakan seragam pramuka itu keluar kamar untuk sarapan. Keluarganya sudah menunggu di meja makan.
Aruna memperhatikan penampilan mamanya yang berbeda pagi ini. Biasanya wanita yang melahirkannya itu memakai seragam batik di hari jum'at, tapi sekarang malah menggunakan blouse dengan celana bahan berwarna hitam. Aruna juga baru sadar kalau pagi ini mamanya tidak menggedor-gedor pintu kamar untuk membangunkannya. Kenapa Mama begitu santai?"Mama nggak kerja?" tanya Aruna sambil menarik kursi tempatnya biasa duduk.
Mama yang tengah mengambilkan nasi untuk Papa menoleh ke anak perempuannya. Wanita itu menatap Aruna dengan tatapan aneh.
"Kamu amnesia apa gimana, sih?"
Aruna makin tidak paham saat pertanyaannya dijawab dengan pertanyaan lain oleh Mama. "Kamu lupa hari ini pengambilan raport?"
Aruna mengangguk-angguk dan membulatkan mulutnya seperti huruf O.
"Hehe... Kelebihan tidur kayaknya, Ma," ujar Aruna beralasan. Mama hanya bisa geleng-geleng kepala.
"Dasar pikun," celetuk Robin yang duduk di sampingnya. Tangan Aruna yang tengah memegang sendok reflek memukulkan sendok itu ke kepala adiknya---tidak keras tapi cukup membuat Robin diam.
"Mamaa..." Robin merengek dan mengadu pada Mamanya.
"Runa!"
Hanya cengiran yang Aruna berikan atas teguran Mamanya. Dia kemudian mencoba mengingat apa yang dia lakukan di hari pengambilan raport kenaikan kelas. Sepertinya dia tidak melakukan hal buruk. Mungkin hari ini dia hanya perlu membantu seseorang... Semoga saja.
"Mama ambil punya Robin dulu, abis itu baru punya kamu," ucap Mama. Aruna mengiyakan saja karena tidak mungkin Papa izin untuk mengambilkan raportnya.
"Kira-kira gimana semester ini, Kak?" sahut Papa yang sedari tadi hanya menjadi pendengar.
Aruna menunjukan tanda oke dengan jari-jarinya.
"Pokoknya pasti tiga besar, Pa," ucap gadis yang pagi ini rambutnya dikuncir kuda dengan mantap. Rambut Aruna sudah memanjang sebatas punggung. Tadi dia cengengesan karena merasa rambutnya tumbuh panjang dalam waktu beberapa jam. Padahal sebenarnya dia sudah melewati enam bulan perjalanan hidup.
"Pede banget Kakak, ih," cibir Robin lagi. Tidak di masa lalu atau pun masa depan, kakak beradik ini memang tidak pernah akur. Walaupun mereka saling menyayangi tapi ada saja hal kecil yang mereka ributkan.
"Gue kan pinter!" balas Aruna dengan sombong. Aruna berani berbicara seperti itu karena selama SMK dia selalu masuk tiga besar.
"Kalau nanti nggak dapat rangking baru malu tuh."
"Emangnya Kakak itu kamu apa," ledek Aruna. Dia juga menjulurkan lidahnya mengejek adik laki-lakinya itu.
"Mamaa..."
Aruna benar-benar kesal dengan Robin kecil. Bukan hanya Robin kecil, Robin besar pun sama menyebalkannya. Tapi Robin kecil ini memang definisi a rat* yang sesungguhnya. Andai dia bisa merekam kejadian ini dan menunjukannya pada Robin disaat dia kembali nanti. Itu bisa dijadikan senjata saat adiknya berulah nanti.
![](https://img.wattpad.com/cover/280938163-288-k22064.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Back To School✔
Teen FictionGlendia Aruna. Gadis berusia 24 tahun itu percaya kesialan gagal menikah yang ia alami adalah karma buruk atas perbuatannya pada seorang lelaki bertahun-tahun silam. Saat dia diberi kesempatan untuk meminta maaf pada lelaki tersebut, ternyata ada ha...