Chapter 2

2.4K 345 22
                                    

Aruna mendekat ke gadis bergaun putih yang tengah duduk di meja belajarnya.

"Siapa lo?" tanya Aruna sambil menelisik penampilan gadis itu. Yang ditanya turun dari meja dan berdiri di depan Aruna.

"Aku Peri pendampingmu," jawab gadis itu masih dengan senyum merekah.

Aruna memegangi kepalanya yang mendadak pening. Peri pendamping? Apalagi ini? Dia saja masih belum bisa memahami apakah ini mimpi atau nyata. Otaknya mengatakan kalau dia harus tenang karena ini hanya mimpi, tapi disisi lain hati dan apa yang tersaji di depan matanya sekarang tampak begitu nyata.

"Gini yah..." Aruna menghela nafas kasar sebelum melanjutkan kalimatnya. "Gue nggak ngerti kenapa mimpi gue keliatan nyata banget. Ini kamar gue waktu gue sekolah dan tadi Mama bilang kalau gue harus mandi supaya nggak telat ke sekolah. Dan pas gue mandi airnya kerasa nyata banget dinginnya kaya... kaya bukan mimpi. Tapi gue ini udah nggak sekolah lagi. Gue udah kerja dan itu..."

Aruna menunjuk kalender yang ada di atas nakas membuat seseorang yang menyebut dirinya Peri pendamping menoleh ke arah yang ditunjuk oleh Aruna.

"Itu kenapa tanggalnya tahun dua ribu dua belas, sedangkan sekarang udah dua ribu dua satu?" cerocos Aruna frustasi.

Peri pendamping tersenyum lalu memegang pundak Aruna.

"Tenang, Aruna. Semua yang kamu lihat ini nyata," jawab Peri pendamping. "Kamu memang ada di masa lalu. Tahun dua ribu dua belas. Untuk itu aku tadi menyambutmu, welcome to the past."

"GIMANA CERITANYA!!!"

Aruna ngegas membuat Peri pendamping terlonjak kaget, tidak menyangka jika client-nya kali ini begitu agresif. Dia memegangi dadanya yang naik turun.

"Sabar, Aruna," kata Peri pendamping mencoba menenangkan Aruna. "Tarik nafas perlahan."

"GIMANA GUE BISA SABAR!!!!!"

"Sttt..." Peri pendamping meletakan jari telunjuknya di depan bibir, mengisyaratkan agar Aruna diam. Dia tidak mau orang tua Aruna mendengar mereka dan akhirnya datang ke kamar.

"GUE MAU PULANG SEKARANG!!!!!"

Peri pendamping yang kesal pun kini berkacak pinggang dan menatap Aruna tajam. Nyali Aruna sempat ciut, tapi dia berpura-pura berani membalas tatapan Peri pendamping.

"Manusia memang susah dimengerti. Dia sendiri yang meminta, tapi setelah permintaannya terkabul dia meminta hal lain," cibir Peri Pendamping sinis.

"Heh! Gue nggak pernah minta buat balik ke masa lalu, yah!" balas Aruna tak kalah sinis.

"Kamu sendiri yang ingin diberi kesempatan meminta maaf ke seseorang yang sudah kamu permalukan di masa lalu!" ujar Peri pendamping dengan kesal.

Aruna terdiam beberapa saat setelah mendengar ucapan Peri pendamping. Apa jangan-jangan permintaan iseng di sendang tadi terkabul?

Melihat Aruna yang terdiam, Peri Pendamping pun berkata, "Sekarang kamu diberi kesempatan itu. Gunakan sebaik-baiknya karena aku tidak akan mengembalikanmu ke masa depan kalau permintaanmu belum terkabul."

"Gimana caranya? Gue aja nggak tau cowok itu siapa. Kejadiannya pun bukan di tahun dua ribu dua belas, tapi dua ribu lima belas. Itu masih tiga tahun lagi dari sekarang."

"Ada harga yang harus kamu bayar untuk setiap permintaan, Aruna." Dia yang tadi berkacak pinggang kini melipat kedua tangannya di depan dada.

Aruna mengeryitkan alisnya, tak mengerti harga apa yang harus dibayar olehnya.

Back To School✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang