Chapter 23

1.2K 251 64
                                    

Aruna tersenyum bahagia sambil menepuk-nepuk pelan permukaan pipinya yang telah sembuh. Saat dia terbangun tadi, waktu telah berjalan tiga bulan dari dia tidur tadi malam.

"Finally... udah nggak sakit lagi," ucapnya girang. Gadis yang masih memakai baju tidur itu bahkan sampai berjingkrak-jingkrak membuat Jiya geleng-geleng kepala.

"Kamu benar-benar seperti baru berumur 17 tahun, Aruna. Siapa yang menyangka kalau kamu hampir saja menikah."

Aruna menatap Jiya sinis. Dia tidak suka masalah gagal menikahnya dengan Leo dibahas. Kalau kemarin-kemarin dia benci membahas itu karena sedih, tapi setelah beberapa waktu di masa lalu justru dia lebih ke merasa bodoh. Bodoh karena bisa-bisanya dia tidak tahu dua orang terdekatnya bermain api dan bodohnya lagi kenapa dia menangisi lelaki buaya seperti Leo.

"Nggak usah dibahas juga kali!"

Jiya terkekeh mendengar jawaban jutek Aruna.

Aruna kemudian menghampiri Jiya yang masih berada di tempat tidur. Peri bergaun putih tadi itu terbangun saat mendengar Aruna bersorak kegirangan.

Aruna duduk di samping Jiya kemudian menanyakan sesuatu. "Menurut lo, gue bakal trauma sama yang namanya pernikahan nggak?"

Entah kenapa pertanyaan itu tiba-tiba terlintas di pikiran Aruna. Dia takut kalau dia sampai mengalami trauma karena kegagalannya kemarin. Banyak hal seperti itu terjadi dan Aruna tidak ingin dia juga mengalaminya.

"Untuk apa kamu harus trauma. Aku yakin Tuhan sudah menyiapkan seseorang yang lebih baik dari Leo untuk kamu," jawab Jiya. "Kegagalan kamu kemarin sebenarnya bukan ujian, tapi justru itu anugerah."

"Anugerah?" tanya Aruna bingung.

"Bayangkan kalau kamu mengetahui Leo dan Vanya ada hubungan setelah kalian menikah, akan lebih sakit bukan?" jelas Jiya.

Aruna mengangguk-angguk, benar juga apa yang dikatakan peri pendampingnya.

"Bener juga, ya? Tapi... Gue juga punya ketakutan lain," ucap Aruna sambil meremas jari-jarinya.

Jiya mengerutkan dahinya, tanda bertanya ketakutan apa lagi yang Aruna rasakan.

"Gue takut sama pandangan orang-orang pas gue balik ke masa depan. Gue takut temen-temen kantor gue natap gue dengan tatapan atau lebih parahnya mereka ngata-ngatain gue," curhat Aruna.

Jiya menghela napas kemudian meletakan tangannya di pundak Aruna.

"Semua itu hanya pikiran buruk yang ada di otakmu. Aku yakin orang-orang yang ada di sekitarmu baik. Lagi pula untuk apa mereka ngata-ngatain kamu? Kalau pun ada yang harus dihujat, harusnya Leo orangnya. Dia yang berbuat salah."

Aruna menaikan kedua sudut bibirnya setelah mendengar ucapan Jiya. Namun tak lama gadis itu justru terbahak. Jiya jelas bingung kenapa Aruna tertawa padahal beberapa detik yang lalu dia dalam mode serius.

"Kenapa kamu tertawa?"

"Lucu aja, nggak biasanya kita ngobrol serius gini," jawab Aruna sambil terus tertawa bahkan sampai memegangi perutnya.

"Jangan tanya hal seperti itu lagi kalau begitu!"

Aruna tambah terbahak mendengar respon Jiya.

***

"Ahhh... Gue nggak sabar banget buat besok!"

"Besok?" tanya Aruna sambil menurunkan tas dari punggung.

Aruna baru saja masuk kelas dan Scarlet Girl tengah heboh membicarakan sesuatu yang Aruna tidak tahu apa.

Feli, Gisel dan Vanya menatap aneh wajah cengo Aruna.

Back To School✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang