"Aruna bukan orang seperti itu." Jevin mengulangi kata-katanya. Dia mendekat ke dua anak perempuan berseragam putih abu-abu yang merupakan teman satu kelasnya.
Hesti berdecak mendengar pembelaan Jevin. Gadis itu sudah menduga, walaupun Aruna yang salah tetap akan ada yang membelanya. Meskipun Hesti baru beberapa hari bersekolah di sana, tapi sudah menjadi rahasia umum jika anak yang cantik dan hits itu tidak akan pernah salah. Itu berlaku di mana pun, bahkan di daerah asalnya. Dan dia yang merupakan murid biasa saja akan selalu menjadi pihak yang dirugikan.
Rasanya seperti, keadilan sosial bagi seluruh rakyat yang good looking. Atau dunia ini mudah untuk mereka yang berwajah cantik.
"Kamu bilang begitu karena Aruna ini cantik, kan?" tuduh Hesti. Gadis itu dengan berani menatap Jevin nyalang.
Jevin menggeleng. "Aruna emang sedikit sombong," ucap Jevin berjeda. Cowok itu menatap Aruna sebentar yang dibalas pelototan oleh Aruna. Kurang ajar Jevin! Aruna akui perkataan Jevin tidak seratus persen salah, tapi apa perlu dikatakan dengan gamblang seperti itu?
"Tapi apa yang lo tuduhin ke dia sama sekali nggak bener," lanjut Jevin.
"Apa buktinya?" tantang Hesti.
"Lo minta bukti? Lo aja baru kenal Aruna beberapa hari, tapi kenapa dengan mudah lo simpulin semua tentang dia kaya gitu?"
"Dari caranya memperlakukanku tadi, apa itu kurang jelas? Aku tau aku ndak secantik apalagi sepintar dia, tapi apa dia punya hak untuk mempermalukanku seperti itu?"
Entah kenapa mendengar ucapan Hesti batin Aruna rasanya teriris. Dia merutuki segala sikap buruknya dulu, kenapa dia tidak memikirkan perasaan orang lain sebelum mengatakan sesuatu?
Setetes air bening keluar dari mata bulat Aruna. Secepat kilat Aruna menyekanya. Ini bukan sifat Aruna, dia tidak sesensitif ini. Tapi kenapa di masa lalu dia sudah dua kali menangis?
"Gue bakal lakuin apapun yang lo minta asalkan lo mau maafin gue," ujar Aruna bersungguh-sungguh. Dia bertekad akan melakukan apapun agar Hesti mau memaafkannya. Setelah itu dia bisa melangkah ke masa depan lagi.
Hesti menatap Aruna, mencari kejujuran di mata seseorang yang telah menghinanya tadi.
"Please," lirih Aruna.
"Aku mau kamu minta maaf di depan kelas," putus Hesti.
Aruna terkejut mendengar permintaan Hesti. Selama ini tidak ada yang pernah memintanya melakukan hal semacam itu.
"What?"
"Kamu ndak mau?"
"Bukan gitu, tapi..."
"Kamu mempermalukan aku di depan kelas, jadi permintaan maaf pun harus kamu sampaikan di depan kelas. Itu syarat yang aku berikan, kalau kamu ndak mau, aku ndak maksa," potong Hesti. Gadis itu bertekad tidak akan pernah mau lagi jika di tindas. Kejadian tadi pagi sudah membuatnya bertekad untuk memperjuangkan apa yang menurutnya benar.
Aruna terlihat ragu, setelah mempermalukan orang, sekarang sepertinya dia harus membayarnya dengan mempermalukan diri sendiri.
Jevin memegang lengan Aruna, cowok itu mengangguk, menyakinkan Aruna untuk menerima persyaratan itu.
"Oke. Sekarang juga gue bakal minta maaf di depan kelas."
Akhirnya mereka bertiga kembali ke kelas. Suasana dalam kelas ramai karena sebagian besar murid sudah kembali ke kelas. Waktu istirahat masih tersisa beberapa menit lagi. Hesti dan Jevin kembali ke tempat duduknya, sedangkan Aruna melangkahkan kakinya pelan. Gadis berambut sebahu itu berhenti tepat di depan papan tulis.
![](https://img.wattpad.com/cover/280938163-288-k22064.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Back To School✔
Teen FictionGlendia Aruna. Gadis berusia 24 tahun itu percaya kesialan gagal menikah yang ia alami adalah karma buruk atas perbuatannya pada seorang lelaki bertahun-tahun silam. Saat dia diberi kesempatan untuk meminta maaf pada lelaki tersebut, ternyata ada ha...