"Gue bodoh, Jev! Bisa-bisanya gue nggak tau kalau mereka main di belakang gue dari lama!"
Rancauan Aruna di sekolah tadi terus terngiang di otak Jevin. Lelaki itu menoleh ke kaca spion dan memperhatikan gadis yang sedang ia bonceng. Dia terlihat sudah lebih tenang sekarang.
Tak mau terjadi sesuatu dengan Aruna, Jevin menawarkan dirinya untuk mengantar gadis itu pulang. Aruna yang sedang tidak baik-baik saja memilih menerima tawaran Jevin. Aruna yakin Hesti tidak akan marah jika pacarnya mengantarkan Aruna.
"Jev, jalan!"
Aruna menegur Jevin saat lelaki itu tidak juga menjalankan sepeda motornya saat lampu lalu lintas sudah berubah menjadi hijau. Beberapa kendaraan yang ada di belakang mereka bahkan sudah membunyikan klakson membuat telinga Aruna sakit.
Jevin buru-buru memutar gas sepeda motornya. Untung saja dia hanya diklakson dan tidak sampai dimarahi oleh pengendara lain.
"Yang lagi sedih gue, kenapa yang nggak fokus malah lo, Jev," celetuk Aruna.
"Gue nggak bisa lihat lo sedih. Jadi jangan lo buang air mata lo cuma buat mereka yang sama sekali nggak hargain lo, Na."
Aruna terdiam mendengar kata-kata Jevin. Gadis yang sekarang memakai jaket hitam kebesaran milik Jevin itu tersenyum.
"Gue harap saat balik ke masa depan gue punya kesempatan buat ketemu lo, Jev," batin Aruna. Dia benar-benar menyesal tidak mengenal Jevin dengan baik di masa lalu. Bodohnya lagi dia juga seperti anak lain... tidak menganggap keberadaan Jevin. Aruna hanya tahu jika Jevin adalah cowok aneh pojokan yang tidak memiliki teman. Tapi siapa sangka, anak itulah yang selalu ada di saat dirinya membutuhkan.
Aruna memberikan helm yang baru dia lepas dari kepalanya. "Thanks, Jev."
"Anytime," balas Jevin. "Kalau lo butuh apa-apa, temen curhat atau apapun lo bisa hubungin gue, Na."
"Pasti. Asal pacar lo nggak ngerasa keganggu aja," canda Aruna.
Jevin mengerutkan keningnya. Apa maksud Aruna dengan memyebutkan kata-kata pacar?
"Pacar?"
"Udah... Udah gue udah tau jadi lo nggak perlu sembunyiin lagi. Gue seneng lo sama dia," potong Aruna. "Gue masuk dulu. Bye!"
Aruna berlari masuk ke rumahnya, meninggalkan Jevin yang masih terdiam. Gadis itu tak memberikan Jevin waktu untuk menjelaskan.
"Maksud lo apa sih, Na? Gue aja nggak punya pacar."
***
Aruna membuka pintu rumah dengan tergesa. Dia lalu menyandarkan tubuhnya ke tembok dan memegang dadanya yang terasa sakit. Meskipun baru saja Aruna mengatakan jika dia senang Jevin bersama Hesti, tapi hati gadis itu tidak sepenuhnya mengatakan hal itu. Separuh hati Aruna sakit mengetahui kenyataan Hesti yang menjadi pacar Jevin. Separuhnya lagi dia merasa Hesti lebih pantas mendampingi Jevin daripada dirinya yang selalu bersikap buruk saat di sekolah.
Mendengar suara motor Jevin menjauh, Aruna membuka gorden dan memandangi lelaki itu.
"God, forgive me please... gue suka sama cowok orang. Gue nggak bisa buat hilangin perasaan gue ke dia. Tapi jangan hukum gue lagi. Gue pengen balik ke masa depan," isak Aruna yang tubuhnya sudah merosot ke lantai.
"Apa yang kamu curigai ternyata benar. Aku harap itu tidak akan mengubah sikap kamu pada mereka besok."
Aruna yang tengah memakan es krim hanya mengangguk. Dia sudah menghabiskan dua cone, dan sekarang masih menikmati makanan dingin tersebut dengan santai. Kejadian hari ini benar-benar yang terberat selama dia di masa lalu. Dan es krim mampu mengurangi rasa sedihnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/280938163-288-k22064.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Back To School✔
Teen FictionGlendia Aruna. Gadis berusia 24 tahun itu percaya kesialan gagal menikah yang ia alami adalah karma buruk atas perbuatannya pada seorang lelaki bertahun-tahun silam. Saat dia diberi kesempatan untuk meminta maaf pada lelaki tersebut, ternyata ada ha...