Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Raka menepikan motornya di dekat warung soto. Ponsel di dalam tasnya bergetar terus menerus. Raka membuka kaca helmnya usai mengambil ponselnya dari dalam tas. Tertera nama kakaknya pada bar notifikasi.
Di sana tertulis bahwa Raka lupa membawa buku tulis Biologi dan Seni Budaya. Pantas saja Amara menelpon sebanyak lima kali ntah itu dari WhatsApp maupun panggilan biasa.
Raka benar-benar bimbang. Pasalnya jarak dari rumah dan tempat dia berhenti memakan waktu 25 menit, jika dia putar balik maka dipastikan Raka telat masuk ke sekolah.
Mau menyuruh Dafi pun dia sudah berangkat lebih dulu. Terpaksa Raka meminta kakaknya untuk mengantarkan buku tersebut ke lokasinya saat ini.
|Raka |
Bawa ke sini. Deket warung soto Bu Ijah.
Oke! Tungguin Kakak ya 😊
Read
Di rumah, Amara berteriak histeris. Perkara buku yang ketinggalan, akhirnya Raka mau mengirim pesannya lebih dulu. Sebab sudah hampir 2 tahun Raka enggan berkomunikasi dengan Kakaknya. Pasti selalu dirinya yang memulai percakapan. Sekedar di baca saja Amara sudah bersyukur.
Untung saja jadwal pagi ini kosong. Jadi Amara bisa mengantarkan buku-buku ini kepada Raka. Amara sudah siap semuanya, sekarang dia berjalan menuju perempatan. Tidak ada yang mengantar, jadi Amara naik ojek.
"Ke jalan Raflesia ya, Pak." ucap Amara pada tukang ojek.
"Siap, Neng!" balas bapak tua itu. Dia naik ke atas motor dan menyalakan mesinnya.
Pria berusia 40 tahun itu pamitan kepada teman-teman pangkalannya. Amara pun naik.
Ia mengemudikan motornya dengan hati-hati. Kecepatannya juga sesuai. Jadi rasa khawatir Amara berkurang pesat.
"Pak, agak cepat sedikit ya? Kasian adik saya nungguin,"
