SA #30

71 1 2
                                    

Siang River!

Akhirnya aku bisa update lagi ^^

Pelan-pelan ya bacanya 😍😁

Kalian wajib putar lagi ini :
1. Ziva Magnolya - Peri Cintaku
2. Mahen - Seamin Tak Seiman
3. Melly Goeslaw - Ketika Cinta Bertasbih
4. Tulus - Manusia Kuat

SELAMAT MEMBACA!

Sesuai prediksi mereka, pukul satu siang hari proposal kegiatan bertemakan Kreativitas Generasi Milenial dengan judul yang mereka ambil yaitu Pameran Biru Tanah Alam telah selesai diketik sampai tahap revisi. Baik Rissa maupun Dafi sama-sama bersandar pada pagar kayu saung ini sembari mengembuskan napas lega. Beberapa bulir keringat membasahi dahi mereka.

Dafi dan Rissa saling pandang, mengucapkan rasa terima kasih satu sama lain atas kerja keras yang mereka lalui. Bahkan Dafi sendiri masih sulit percaya bila tugas kelompok dengan anggota yang sedikit mampu terselesaikan hari itu juga. Biasanya, paling lama yang Dafi alami itu hampir satu mingguan untuk ukuran makalah.

"Kamu keren banget! Pinter atur waktu. Jarang lho aku ngerasain tugas kelompok selesai dengan waktu singkat gini," bangga Dafi.

Rissa mematikan laptop Dafi setelah dokumennya berpindah ke ponselnya. Lalu, ia menanggapi, "Sebenernya gue itu rajin buat malas-malasan."

"Lagian juga lebih cepat, lebih baik 'kan? Lo tenang bisa istirahat panjang, gue juga ngerasain hal yang sama. Kita itu sama-sama untung!" seru Rissa.

Dafi mengangguk setuju. Kemudian ia duduk untuk meminum kembali es teh dengan suhu dinginnya yang mulai berkurang. Pecahan-pecahan es batu di dalam teko tersisa sedikit lagi, kira-kira bila dimasukkan ke dalam gelas pasti memenuhi tipe gelas belimbing.

"Aku bakalan inget terus gimana usaha keras kamu demi menjaga kelompok ini. Pasti aku kenang semua kerja keras kamu, Ris," cetus Dafi selesai meneguk tuntas es teh dalam gelasnya.

Rissa mengukir senyum. "Gue juga tarik kata-kata gue. Akhirnya gue nggak nyesel satu kelompok sama lo, gue juga nggak benci."

Binar mata dan wajah berseri-seri muncul begitu cepat. Dafi kontan setengah berdiri sambil berseru heboh, "Beneran? Rissa nggak bohong 'kan? Wah, kalo iya, aku seneng banget karena akhirnya kamu mulai nerima kehadiran aku!" Dafi bertepuk tangan riang.

Kekehan renyah dari Rissa bikin Dafi ikut tertawa. Sebelum meladeni kalimat Dafi, Rissa memasukkan laptop cowok itu ke dalam tasnya.

"Lo heboh banget sih. Lo kan emang ada di sini, yakali gue kira mati. Emangnya ada yang nggak nerima kehadiran kamu?" celetuk Rissa.

"Ada! Orang tua aku." Dafi menyahut cepat.

Rissa langsung bungkam dengan kepala yang masih mendongak menatap Dafi yang setengah berdiri. Lima detik berselang ia menurunkan pandangannya, Rissa jadi merasa bersalah. Merutuki mulutnya yang suka lepas kendali.

"Maafin kalimat gue yang udah bikin lo sedih," sesal Rissa dengan kepala setengah menunduk.

Dafi menggeleng kuat, dia samasekali tidak tersinggung atas perkataan Rissa. Maka ia duduk bersila sambil bergeser agar dekat dengan Rissa. Dafi meraih dagu Rissa kemudian mengangkat pandangannya. Mengulas senyum simpul untuk meyakini Rissa bila dia tidak tersinggung samasekali, apalagi sedih.

"Justru aku bahagia. Karena ada kamu di sisi aku." Dafi tersenyum lebar.

***

SEPUCUK ASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang