SA #6

127 5 0
                                    

Halo semuanya. Maaf ya lama updatenya. Akhir-akhir ini sibuk dengan tugas.

Yuk absen, kota kalian dari mana aja nih???

Selamat menikmati part 6 ini.

Selamat Membaca River ^^

Raka mengacak-acak seisi rumah lantaran emosi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Raka mengacak-acak seisi rumah lantaran emosi. Raka kesal dan marah sebab semalam, sewaktu mengikuti pertandingan balapan motor 25A, Raka kalah. Dia tertinggal sangat jauh begitu mendekati garis finish. Satu kilometer lagi Raka bisa menembus garis finish.

Raka berpikir, ada orang yang sengaja menyabotase motornya. Hampir saja semalam dia jatuh ke jurang yang sangat curam. Namun, ketika Raka bertanya baik-baik maupun dengan emosi, mereka semua selalu berkata jujur kalau bukan mereka pelakunya. Lantas siapa?!

Tidak mungkin kan Amara?! Kakaknya yang lemah dan cengeng itu!

"ARRGHHH!" raungan geram Raka terdengar lagi, ia menjambak frustasi rambut hitamnya.

Raka menarik napas kemudian ia hembuskan dengan tidak santai. Raka berdiri hendak menghampiri rak piring. Lalu ia ambil secara asal daan kemudian di pecahkan ke arah dinding.

Prank!

Pecahan piring terlempar ke mana-mana. Sedikit lagi mengenai pipi kiri Raka.

Dan itu merupakan piring ke tujuh yang berhasil Raka hancurkan. Semua piring itu terbuat dari keramik, ada pula yang terbuat dari marmer. Perlu diketahui, pada salah satu piring tersebut terdapat piring favorit Amara yang jarang ia gunakan.

Amara sengaja jarang menggunakan piring itu, katanya sih takut rusak. Makanya ia letakkan di rak paling belakang supaya aman. Eh ternyata dihancurkan oleh Raka.

Di sini ia menjaga, di sana dia menghancurkannya.

Deru napas Raka masih belum santai. Mukanya merah, urat-urat leher nampak begitu jelas.

"Kalau bukan mereka terus siapa?! HAH?!" amuk Raka sambil menendang kursi makan.

Rasanya, di dalam tubuh Raka ada gejolak api yang begitu besar. Rasanya, ada banyak kepulan asap di dalam kepalanya.

Semalam saja dia susah tidur. Dendam terus menyelimuti relung hatinya.

Raka mengembuskan napas panjang. Ia memejamkan mata dan berusaha mengontrol emosinya. Raka pun bersandar pada dinding. Lama kelamaan tubuhnya merosot ke bawah. Dia duduk selonjoran di tengah-tengah pecahan piring.

Serius deh, dapurnya benar-benar seperti kapal pecah. Pecahan beling di mana-mana, belum lagi barang-barang di ruang tamu yang habis kena amukan Raka.

Pandangan Raka jadi kosong. Rasanya pasrah begitu mendengar kekalahan yang ia terima. Padahal, Raka sangat membutuhkan uang itu.

Raka mengepalkan tangannya kuat-kuat. Rahangnya masih mengeras. Rasanya, giginya mau patah. Dia memukul keras lantai dingin berwarna abu-abu muda. Pelampiasannya masih belum cukup sampai di sini.

SEPUCUK ASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang