Selamat Membaca River 🌹
Alpha meminta Lara untuk mengantar Dion pulang karena ada alasan pribadi. Seusai Lara menyetujui, Alpha bergegas menaiki motornya, melaju cepat menuju rumah. Sebelumnya dia sudah berpamitan kepada Dion, sedikit memberikan nasihat untuknya agar dia tergerak hatinya untuk berbagi masalah dengan mereka.
Jalanan begitu lenggang sehingga Alpha dengan cepat sampai di rumah. Buru-buru Alpha memarkirkan motornya serta melepas sepatu yang ia taruh ke dalam lemari sepatu. Alpha melempar tasnya ke sofa tamu, tanpa salam dia asal masuk ke ruang kerja ayahnya.
"Ayah, maaf udah lancang. Kita perlu diskusi soal masalah itu," serobot Alpa pada intinya.
Anta mengepal tangan saat angka yang ia ketik salah posisi. Anta tidak boleh marah, ini terjadi berbarengan saat Alpha main masuk ke dalam. Diperkirakan tiga detik sebelum Alpha masuk matanya terasa begitu berat, sehingga terpejam dua detik. Anta baru tidur sepanjang tiga jam.
Hela napas keluar dari mulut Anta.
"Pilih aja tempatnya. Nanti Ayah susul," lontar sang Ayah.
Alpha mengangguk. "Oke. Taman belakang wilayah dua, dekat kolam renang. Alpha tunggu tiga menit dari sekarang ya, Ayah." pungkas Alpha menutup percakapan.
Anta menghela napas panjang tatkala Alpha pergi dari ruangannya. Punggungnya ia sandarkan pada sandaran kursi kerja, pelipisnya ia pijat ringan untuk meredakan pening akan masalah. Anta berdiri upaya meregangkan otot-ototnya.
Sudah dua hari Lily mendiamkan Anta semenjak masalah perjodohan Alpha dan Lara. Istrinya itu benar-benar tidak mau bicara satu kata pun, alhasil Vira menjadi peran penyambung lidah antar keduanya. Respon Lily hanya sebatas visual saja, ntah itu mengangguk, angkat bahu, menggelengkan kepala, dan lainnya.
Anta berkali-kali merayu dan membujuk Lily, tapi hasilnya tetap sama. Sampai-sampai Vira yang menasehati tindakan Ayahnya itu.
Bersyukur mereka berdua masih satu kamar. Sekalipun marah, Lily masih menghargai kehadiran suaminya. Salah satu contohnya dia setia menunggu dikala Anta belum juga pulang. Cukup dengan hanya melihat Anta yang datang. Tidak dipastikan kedepannya apakah dia akan balik lagi bekerja atau justru pergi karena kepentingan lain.
Tok! Tok! Tok!
Suara ketukan pintu menghentikan pikiran lelahnya. Anta mendengkus kesal.
"Ayah, Vira boleh masuk?" Vira meminta izin.
"Boleh, cantik. Masuk aja sini." Anta mempersilahkan.
Pintu putih tulang yang terdapat gantungan papan bertulis Ruang Kerja Happy terbuka sesuai porsi tubuh Vira. Anak gadisnya masuk perlahan lalu duduk di sofa dekat jendela.
"Ada apa cantik? Kok mukanya murung gitu?" Anta bertanya bingung. Mengusap sekilas pipi kiri Vira.
Vira memanyunkan bibirnya sesaar disusul hembusan napas lelah. Vira sudah tidak tahan lagi menahan batin, maka ia pun menyampaikan unek-unek hatinya secara jelas kepada sang Ayah.
"Ayah, batalin aja perjodohannya. Mau ya?" Tanpa ba bi bu, Vira memohon demikian.
Agak kaget mendengarnya, tapi Anta adalah orang yang pintar bermain ekspresi. Kenapa sih keluarga ini nggak setuju aja? Padahal jelas-jelas hidup keduanya pasti terjamin, kalo semuanya satu suara kan nggak ada yang namanya masalah, apalagi cuek-cuekan gini.
Anta kesal!
Laki-laki itu berdiri untuk membuka jendela, meskipun ruangan ini menggunakan AC, akan tetapi rasanya lebih segar apabila menggunakan angin alami. Seusai mematikan AC, Anta kembali duduk di dekat putri kesayangannya. Anta merangkul bahu Vira, dilanjut mengelus kepalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEPUCUK ASA
General Fiction| Regasia Series | "ᴅɪᴀ ꜱᴜᴅᴀʜ ᴘᴜʟᴀɴɢ ᴛᴀɴᴘᴀ ᴍᴇᴍʙᴇʀɪ ꜱᴀʟᴀᴍ. ꜱᴜɴɢɢᴜʜ ᴍᴇɴʏᴀᴋɪᴛᴋᴀɴ ᴅɪʙᴀɴᴅɪɴɢᴋᴀɴ ᴘᴜʟᴀɴɢ ᴅɪꜱᴇʀᴛᴀɪ ꜱᴀʟᴀᴍ." -Sҽρυƈυƙ Aʂα Setiap orang tentunya memiliki seribu harapan. Cara mereka mewujudkannya sangatlah beragam. Disamping terwujudnya sebuah...