SA #16

76 3 0
                                    

Selamat Membaca River

Martabak manis rasa cokelat kacang memenuhi ruang mulut Amara. Kenikmatan tiada tara pada setiap gigitannya teramat menggugah selera. Memang, hidangan ini membuat Amara melupakan seluruh masalahnya.

Amara tidak malu bila cara makannya terkesan berantakan. Sampai-sampai noda cokelat menempel pada sudut kiri bibirnya. Diketahui bahwa Amara sangat bersemangat menikmati jajanan manis ini, membuat Alpha terkekeh beberapa kali.

Satu sisi Amara sibuk makan, sisi lainnya ada Alpha yang paling sibuk mengamati gerak-gerik Amara. Seringkali dia mengunyah sambil senyum-senyum. Kupu-kupu indah berkeliaran di perut Alpha, menggelitik manja disertai oleh degupan nikmat.

Akibat terlalu sibuk menghayati tingkah Amara, Alpha hampir menggigit sobekan kertas dari bungkus martabak. Astaga, dia salah ambil benda rupanya.

Mata Amara bergilir melihat Alpha. Tanpa diketahui Amara, sewaktu dia balas memandangi Alpha, pria itu bergegas memutus pandangannya.

Amara lebih dulu membuka ruang obrolan selepas peristiwa hening sepanjang lima menit.

"Alpha suka juga sama Martabak?" tanya Amara.

Alpha berdeham singkat. Menetralisir rasa canggung.

"Semenjak ketemu kamu hari itu dan hari ini, aku jadi tambah suka, Ara!" jawab Alpha semangat.

Mata Amara membulat lugu. Suapan martabak terakhir masih dipegang Amara.

"Suka martabak karena aku?" Amara memastikan. Siapa tau aja dia salah dengar.

Alpha mengangguk jujur. "Iya, Ara. Jadi kalau kamu gak ada temen makan Martabak, biar aku yang maju paling depan." tanggap Alpha, dramatis.

Hati Amara terenyuh. Martabak terakhirnya lolos ke dalam mulut Amara. Dikunyah sambil menikmati sensasi haru di sekitarnya.

Memori tentang Ayah kembali menghadirkan pilu di hati Amara. Karena Alpha adalah orang kedua setelah Ayah yang memiliki pengakuan sama soal makanan favoritnya.

Pada hari itu, Ayah berkata;

"Ayah emang nggak suka. Tapi dengan tulus, Ayah rela ngelakuin apa aja demi cantiknya Ayah. Biar Amara ada temen makan Martabak. Enggak kesepian lagi."

"Ayah jamin deh, Ayah yang maju paling depan! Jadi superhero buat Amara!"

Hari itu, Amara tertawa lepas. Candaan Ayah selalu mengindahkan hari-hari Amara. Cara Ayah merayu Amara agar tidak sedih sangat lucu. Waktu itu Bunda sampai menangis, melihat keluarganya dipenuhi kebahagiaan.

"Ara!" Amara terkesiap kala Alpha memanggilnya. Ia berhasil sadar dari dunia yang dulu.

"Tiga kali aku panggil kamu nggak ada respon. Ara kenapa?" Alpha gelisah sampai peluh sedikit muncul pada pelipisnya.

Amara menggeleng beserta senyuman tipis.

"Bohong nih, Ara. Aku aduin ke Bunda lho," rajuk Alpha.

"Bunda siapa?" sahut Amara, bertanya.

"Bunda aku. Biar kamu di kasih wejangan biar nggak nipu diri sendiri lagi. Berat tau, Ara." balas Alpha.

Amara menghela panjang. "Ya ampun ... Aku kira apaan. Nggak perlu, Al. Aku baik-baik aja kok." Amara menghindar secara halus.

Sontak, Alpha menunjuk Amara. "Nah! Bohong nya nambah dua!" sosor Alpha.

"Kok bohong? Bener kok! Aku ngelamun itu gara-gara nikmatin rasa martbak nya. Kamu beli di mana emang?" alih Amara.

SEPUCUK ASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang