SA #19

46 2 0
                                    

Hi, Alhamdulillah Dateng lagi.

Gimana kabar kalian? Semoga lekas membaik dan selalu baik ya! Jangan lupa istirahat, cari kebahagiaan kalian 😊

Yuk absen sesuai tokoh kesayangan kalian di cerita Sepucuk Asa 🤩

Maaf ya bila ada typo, keburu kangen kalian.

Selamat Membaca, River 🥰🔥

Amara sudah diperbolehkan pulang sejak pukul lima pagi. Melihat kondisinya yang cepat membaik. Amara masih ingat penjelasan dari dokter, bahwa dia telat meminum obatnya, jarang makan dan terlalu memaksakan diri sampai lupa berisitirahat. Iya, Amara akui itu semua benar.

Akan tetapi, mau bagaimana lagi? Raka, adiknya itu meminta uang darinya sebesar dua juta rupiah. Tentu Amara perlu kerja ekstra agar mendapatkan gaji yang sepadan. Terhitung selama tiga hari belakangan ini, Amara sampai izin kuliah demi lemburan.

Wajar saja bila semalam nyawa Amara diambang batas. Tapi syukurlah, kambuhnya penyakit Amara tidak pada jenjang yang serius. Jadi, Amara tidak perlu diinfus, hanya perawatan khusus saja.

"Kalian hati-hati ya berangkatnya. Belajar yang rajin, fokus, dan jangan lupa nurut apa kata guru." Amara berpesan tegas.

Dafi dan Raka bergantian menyalimi punggung tangan Amara. Dafi mengecup kening Amara dalam waktu dua detik sebagai tanda salam. Mereka berdua berangkat bersama, ini karena Amara sendiri yang meminta. Tidak bisa bantah.

Raka yang menyetir motornya. Kaca helm Raka di tutup duluan, sedangkan helm Dafi masih ia pegang. Mau melihat jelas wajah kakaknya.

"Berangkat dulu ya, Kak!" Dafi pamitan disaat motor Raka mulai bergerak.

Amara membalas lambaian tangan Dafi. Sekali lagi dia berteriak untuk mengucapkan peringatan kepada mereka. Amara jalan ke depan untuk menutup pagar, suara motor Raka akhirnya hilang. Maka, sesuai kegigihannya, Amara bergegas berganti pakaian.

"Akhirnya aku bisa ketemu temen-temen lagi. Pokoknya, aku nggak boleh keliatan lagi sakit!" Amara bermonolog, semangat.

Seusai berganti pakaian dan merapihkan polesan wajahnya, Amara keluar untuk sarapan.

Perlu kalian garis bawahi, yang memasak sarapan kali ini adalah Raka. Laki-laki usia delapan belas tahun itu pandai memasak. Bukan yang pertama atau kedua, tapi terlampau sering. Hanya saja tidak orang rumah yang mengetahuinya kecuali Rissa.

Amara melahap suapan terakhir. Amara begitu menghargai usaha Raka membuatkan sarapan keluarga. Ini enak dan lezat.

"Raka udah kayak koki aja. Aku akuin deh masakan ku kalah dari dia. Ini enak banget!" puji Amara.

Usai sarapan, Amara bercermin sebentar. Senyumnya terukir kala melihat kondisinya yang sudah membaik. Amara senang karena terlihat sehat dan normal seperti biasanya.

Maka, Amara bergegas keluar rumah untuk memenuhi tanggung jawabnya. Lagi dan lagi, Amara terpaksa bohong. Tadi, Amara berjanji kepada mereka untuk istirahat selama satu hari penuh. Ternyata diingkari.

"Masalah nanti sore, aku bakalan pikirin alasan yang logis biar mereka nggak curiga," ucapnya.

Namun ternyata, ada dua alasan mengapa Amara telat lima menit ke tempat kerja. Pertama, hatinya tergerak untuk memberikan nutrisi kepada tumbuhan liar di depan rumahnya. Kedua, karena Alpha si pria penuh perhatian.

SEPUCUK ASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang