SA #24

32 2 0
                                    

Happy Reading!!!
Pelan-pelan aja bacanya 🤡

.
.
.
.
.

Suasana kampus di pukul sembilan pagi begitu menyegarkan. Ada pohon-pohon rindang yang tumbuh dengan baik nan sehat, tumbuhan hijau dengan bentuk beragam, serta bunga-bunga cantik penuh aromatik. Dion dan Alpha saling menghirup sedapnya udara pagi.

"Bogor dingin banget ya," ucap Dion seraya menggosok telapak tangannya.

Alpha menyahut, "Iya. Tapi tahun ini masih mending daripada yang dulu. Berasa musim dingin!"

Itu benar. Akhir-akhir ini, Bogor sedang mengalami cuaca dingin. Meski tidak sedingin sebelumnya, akan tetapi tetap memberikan respons tubuh berupa menggigil. Dion sendiri sampai menggunakan jaket cukup tebal-dimana biasanya dia jarang mengenakan jaket ke kampus.

Alpha menyipitkan mata kala melihat seorang dosen wanita mengenakan kacamata tengah berjalan menuju aula merah. Alpha kontan menepuk-nepuk pundak kiri Dion guna mengalihkan atensinya yang sibuk memandangi gedung-gedung kampus.

"Apaan, brodi?" sahut Dion merasa terganggu.

Alpha menunjuk dosen tersebut. "Itu teh siapa?" tanya Alpha.

Sontak mata Dion tertuju pada dosen di sana. Dion lantas terkekeh pelan disusul menjawab, "Itu Ibu Mante. Dulu dia pernah ngajar di mata kuliah umum, lo lupa?"

"Bu Mante?" ulang Alpha, memastikan.

Dion manggut-manggut. "He'eh. Bu Mante si mantan RT"

"Hush! Nggak gitu juga kali, Yon!" tegur Alpha sembari menabok punggung Dion.

Dion malah terkikik, "Lah emang bener kok. Kebetulan aja tuh namanya Mante dan dia emang mantan RT di tempatnya tinggal." Dion menggulir fakta.

Alpha menghela pasrah. Mau bilang ini aneh, tapi kenyataannya memang begitu. Alpha bisa menerima fakta dari Dion, karena waktu mereka masih Semester 1, beliau pernah dengan bangganya memamerkan diri bahwa dia adalah seorang RT di tempatnya tinggal.

Sekali lagi, Alpha menyelidiki wajah jujur Dion. Menggoda temannya yang hobi menciptakan jenaka.

"Yang bener? Awas nanti kualat loh ngejekin kayak gitu," peringat Alpha secara tegas.

Dion mengembus kesal. "Ya Allah, Alpha yang gantengnya sejagat raya ... Masa iya gue keliatan bohong? Tanya aja sendiri atau lo tanya noh sama anak-anak yang lain!" jengkel Dion.

Alpha cengengesan, akhirnya dia setuju akan ungkapan Dion. Alpha mengusap-usap kedua pundak Dion sebagai penenang sekaligus membujuk permintaan maaf.

"Ya maaf, aku kira bohong. Lucu aja gitu, Di." kekeh Alpha.

Bagai sengatan listrik, rasanya tubuh Dion lemas begitu saja. Hatinya berdenyut nyeri namun haru akan nama panggilan tersebut.

"Karena lo make embel-embel, Di, bukan Yon kayak lainnya, gue maafin deh! Jarang soalnya yang manggil gue kayak gitu kecuali si, Me-" Kalimat Dion berhenti sebab dia tiba-tiba merasa gelisah.

Dion sampai menunduk dalam dengan kedua tangan saling terkepal menahan pahitnya masa lalu. Telapak tangan Dion mulai berkeringat dan peluh hadir di pelipisnya. Badan Dion gemeteran saat nama itu hampir disebut jelas.

"Dion? Lo kenapa?" Alpha memeriksa keadaan Dion.

Kini Alpha berada didepannya, menundukkan kepalanya agar sejajar dengan wajah Dion, Alpha memegang pundak Dion.

SEPUCUK ASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang