SA #31

63 1 0
                                    

Halooo, I'm Comeback 😭🙏🏻
Maaf baru update karena kesibukan pribadi ku.
Ini udh ku ketik beberapa hari setelah part 30 up, tapi blm update² karena masih mentah nya aja.

Boleh nih absen sesuai bulan lahir kamu, mana tau samaan kayak punya Alpha🙏🏻

Bisa dibaca dulu part sebelumnya kalo lupa, kalo mager gapapa lanjut aja, nikmati sambil pusing, nikmati sambil paham 😂😭🤣

⚠️⚠️⚠️ = Jika usia masih dibawah 17 tahun, diharapkan dan sangat disarankan untuk tidak membacanya. Mohon kebijakan pembaca.

.
.
.
.
.
.
.
.
.

SELAMAT MEMBACA, RIVER, SUNGAIKU, PASUKANKU!!!

Seorang remaja laki-laki berpakaian kaos hitam dan training hitam putih duduk di kursi panjang dengan lutut ditekuk, kedua tangan menyilang bertumpu di atas tempurung lututnya, menatap lurus jalan raya yang sepi pengendara.

Hembusan angin kencang menyapu cukup kasar permukaan kulitnya apalagi bagian wajah, mengakibatkan rambutnya berkibar berantakan namun justru terkesan makin tampan. Tak ada pernak-pernik langit malam, justru hanyalah gelap gulita bak mendung pertanda hujan.

Dafi tersenyum miris. Memutar otak untuk mengingat percakapan dirinya dengan Rissa saat di galeri seni, seperti; sepulang sekolah, meminum matcha bersama, duduk berdua di bus umum, bercengkerama serius untuk penentuan bahan proposal, dan ditutup oleh pembicaraan banyak pertimbangan.

Jadi ingat lagi tentang Rissa yang ingin menjelaskan semuanya pada hari Sabtu, saat mereka melangsungkan tugas kelompoknya.

"Gue udah salah berharap lebih sama lo, Ris. Ternyata maksud lo pengen jelasin semuanya adalah itu, bukan kejelasan hubungan kita." Dafi berkata miris.

"Gue secinta itu, Ris. Tapi kalau ternyata Allah maunya kita temenan, ya apa boleh buat?" lanjutnya.

Dia menertawai nasib hidupnya. Semakin sulit memiliki Rissa, bahkan untuk memperjuangkannya saja sudah dilarang keras. Sekarang Dafi benar-benar paham alasan Rissa suka menghindari dirinya. Gadis itu menjaga batas agar Dafi tidak melanggar terlalu jauh. Rissa selalu menetapkan kerasnya hati supaya Dafi jengah dan lelah, sehingga mereka renggang kemudian asing.

Semesta yang jahat atau cinta mereka yang kian memuncak?

Ketika ekspetasi Rissa yaitu renggang, namun kenyataan menjawab bahwa mereka semakin didekatkan.

"Niat lo udah bagus, tapi gue nya ngeyel. Lo pengen gue aman, pun sebaliknya. Ntah gimana lo sama Raka waktu dulu, makanya waktu sama gue lo belajar dari masa lalu," pikir Dafi.

Kepalanya menengadah lagi, membuat garis-garis wajah Rissa pada langit malam lewat imajinasinya. Dafi tersenyum tipis.

"Apa iya, gue juga harus kasih tau semuanya ke lo?" timbang Dafi.

Dafi bertutur miris, "Lucu nggak sih? Nanti lo lebih kaget daripada gue. Atau bisa jadi lo langsung jauhin gue? Sejauh mungkin kayak yang lo mau." Kemudian ia menunduk dalam, beberapa detik setelahnya terdengar suara isakan tipis tanpa ada yang mendengar.

Kanvas persegi berukuran sedang sudah ditimpa oleh berbagai macam warna. Bentuk dan garis menjadi satu kepaduan penuh akan estetika. Bakatnya dalam bidang melukis tentu memanjakan tiap mata yang melihat hasil torehan cat demi cat.

"Gue salah, Ris ... Gue minta maaf karena udah jatuh cinta terlalu dalam ... " lirih Dafi. Sesak di dada semenjak perdebatan di rumah tidak kunjung hilang. Niat hati keluar untuk melukis sebagai sarana hiburan, tapi nasib sial terus saja mengitari takdirnya.

SEPUCUK ASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang