SA #9

77 5 0
                                    

Happy Reading River

Amara membelai rambut hitam Raka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Amara membelai rambut hitam Raka. Rambut ini kian tumbuh semakin panjang dan lebat. Raka sendiri belum ada niatan untuk memotong rambutnya. Sepenglihatan Amara, Raka semakin tampan bersama dengan rambutnya yang tumbuh panjang.

Usapan Amara masih berlanjut hingga ke wajahnya. Ibu jari kanan Amara mengusap bagian bawah—dekat tulang pipi Raka yang lebam. Rupanya perkiraan Amara semalam tidak salah. Mereka berdua kembali bertengkar dibelakang dia.

Tadi itu Amara diam-diam masuk ke kamar Raka. Tiba-tiba saja Amara rindu dengan adiknya yang satu ini. Tak ada alasan khusus untuk mengakui rasa rindunya.

Amara mengulas senyum tipis melihat mata Raka yang mirip dengan mata Ayah. Sementara Dafi mirip di bagian bibirnya.

"Raka ... " sebut Amara, pelan.

"Jangan berantem terus sama Dafi. Jaga adik kamu baik-baik ya?" pesan Amara bernada rendah. Logatnya seperti orang yang akan pergi selamanya dari sisi mereka.

Jelas saja Raka tak memberikan respons. Dia larut dalam mimpinya. Tapi Raka dapat mendengar suara Amara secara samar-samar. Tidak begitu jelas apa yang Amara katakan, bagian yang jelas hanya terletak pada nama Dafi.

Amara membusungkan dadanya ke depan. Mendekatkan hidungnya yang mancung dan juga bibirnya yang manis ke atas dahi Raka.

Kecupan singkat sebagai rasa kasih sayang seorang Kakak mendarat mulus ke atas dahi Raka. Amara hanya memundurkan kepalanya sedikit, sekitar dua sentimeter. Pada jarak yang begitu dekat, Amara tersenyum lebar. Hatinya jadi tenang memandangi wajah Raka dengan jarak sedekat ini.

"Kakak tinggal dulu ya? Kamu baik-baik di rumah. Selamat pagi, Raka ... " pamit Amara menutup senyumnya.

Pelan-pelan Amara turun dari ranjang Raka. Mata indah itu menatap bingkai foto mereka bertiga sewaktu masih kecil. Saat itu semuanya tertawa senang, tapi sekarang tawa itu menjadi semu.

Anehnya, selama ia hidup, Amara merasa asing dengan kedua adiknya. Entah kenapa, Dafi dan Raka begitu jauh di hatinya. Seperti ... ada celah, ada ruang kosong, serta jarak jauh yang tak terlihat namun dapat dirasakan olehnya.

"Dia adik aku. Bukan orang asing, Amara. Kamu nggak usah mikir yang aneh-aneh deh!" Amara merutuki dirinya sendiri.

***

Dafi ketar-ketir di dalam rumah. Mencari seseorang ke setiap penjuru ruangan namun raganya tak mampu ia temukan. Sampai akhirnya, keputusan Dafi untuk memeriksa pada titik terakhir ia sepakati.

SEPUCUK ASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang