SA #23

40 2 0
                                    

SELAMAT BERIMAJINASI, RIVER!

Raka membuka pintu rumah yang terkunci. Cara dia bisa masuk ke dalam, karena setiap saat Raka menggunakan kalung berbandul kunci rumah cadangan. Jadi, dia sangat bebas kapan bisa menutup dan membuka aksesnya.

Raka jalan santai ke dalam. Membuka topi dan masker hitamnya lalu di taruh di atas meja makan. Menaruh barang belanjaannya ke dalam kulkas sembari bersiul kecil. Sambil meletakkan sayur-mayur yang segar dan barang bulanan lainnya ke dalam rak-rak tertentu, Raka melihat jarum pendek berhenti di pukul sepuluh malam. Raka agak buru-buru menaruhnya, jadi sedikit menimbulkan bising.

Kantong bahan warna merah polos Raka lipat dan dikembalikan ke tempat semula. Setiap kali Raka pergi belanja bulanan ke supermarket, diwajibkan oleh orangtua mereka untuk menggunakan tas sendiri. Dulu, sewaktu Ayah dan Bunda masih hidup, Raka pernah di jewer sama Bunda karena pulang membawa kantung plastik. Tak hanya satu, tapi tiga kantung.

Isinya? Oh tentu saja semua barang milik Raka.

"Kalo kamu bawa pulang plastik lagi, Bunda denda ya!" Kata Bunda waktu itu.

"Bunda nggak mau elus kepala kamu pas mau tidur. Biarin ditemenin sama kecoa nanti!" Bunda menakut-nakuti Raka kecil.

Sejak saat itulah, tiap pergi belanja bulanan, Raka selalu sedia tas sendiri. Satu keluarga pun sama. Pernah sekali, Raka membawa Tote Bag cokelat sebagai kantung jajan di sekolah. Tapi, selalu saja ditertawakan dan di ejek. Maka dari itu, hanya pada pembelian tertentu saja dia memakainya.

"Ayah sama Bunda lagi apa ya sekarang?" Raka merindukan mereka.

Segelas air dingin Raka tuntaskan. Sebelum ke kamar, Raka bersih-bersih dulu. Memastikan lagi tatanan di kulkas aman, barulah dia dengan tenang pergi ke kamar tercinta.

Raka naik ke tangga, dengan langkah yang terburu-buru menciptakan derap yang cukup jelas. Amara yang masih di dalam kamar, bergegas keluar dari sini.

Ceklek!

Pintunya terbuka. Raka masuk ke dalam tanpa menyadari ada Amara yang bersembunyi di samping lemari. Lemari khusus Dafi dan Raka yang berisikan barang-barang kesukaan mereka. Amara mengintip, memastikan aman total, barulah ia mengendap-endap turun ke bawah.

"Shit! Turns out she knew!" Umpat Raka.

Raka membuka tempat lainnya. Berharap benda itu tidak benar-benar hilang, tapi rupanya tebakan dia melenceng. Itu hilang!

Baiklah. Sekarang Raka frustasi. Dia kalang kabut jika berkas itu sampai dibuka oleh Amara. Raka berteriak tanpa suara, memukul dinding berkali-kali karena gagal menjaga amanah beliau. Raka berakhir lemas di lantai, tubuhnya terlentang menatap langit-langit kamar.

Tapi, Raka malah tersenyum. Tertawa gila begitu menggema.

"Kita sama-sama menderita, Kak." lantur Raka.

***

Dafi keluar dari suatu rumah sambil mengunyah kentang goreng buatan tuan rumah. Berjalan santai menyusuri jalanan malam tanpa takut akan tertabrak kendaraan. Meksipun lenggang, sikap waspada juga perlu.

Dafi berteriak kepada langit dengan penuturan bangga. Rasanya, semua beban di kepala Dafi hilang begitu saja. Kepalanya jadi ringan lagi, tidak seberat sebelumnya. Setelah dibuat emosi dan geram, akhirnya Dafi bisa bersantai menikmati sisa makanan yang dia ambil.

Dafi menelan kunyahan terakhir begitu nikmat. Takaran garam dan bumbu pedas yang pas mampu mengguncang kenikmatan Dafi. Sesekali dia memeluk tiang listrik, tiang lampu jalanan, atau guling-guling di aspal karena sukses menjalankan hasrat.

SEPUCUK ASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang