SA #7

105 6 0
                                    

Halo, Kita ketemu lagi nih ^^

Absen yuk, pake huruf awal nama kamu.

Semoga suka dan nyaman bacanya. Mohon maaf bila ada typo atau kesalahan kata.

Selamat Membaca River

Amara terdiam cukup lama seusai Raka pergi ke kamarnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Amara terdiam cukup lama seusai Raka pergi ke kamarnya. Tatapannya kosong tapi isi kepalanya riuh bergemuruh. Amara tak merasakan rasa sakit di lututnya sebab hidupnya sudah lebih menyakitkan.

Amara terima kalau dia harus menjadi tulang punggung nya. Tapi Amara juga tidak mau diam saja soal tuduhan yang terus Raka lontarkan.

Anak itu terus saja menyangkal fakta bahwa bukan Amara pelakunya. Dialah orangnya!

Krek.

"Ah! Ssshhh ... " Amara merintih perih.

Beling dari piring menancap di lututnya. Amara mengulum bibirnya ke dalam lalu ia rapatkan guna menahan sakit.

Pelan-pelan Amara mencabut beli kecil itu dan darah bertambah banyak. Amara menahan pendarahannya menggunakan telapak tangan dia. Dia mencoba berdiri namun gagal.

"Awas aja kalo ada yang ngira aku suster ngesot." sinis Amara.

Dia ngesot sampai ke ruang tengah untuk mengambil kotak P3K. Syukurlah ada di bawah meja. Amara ambil dan bergegas membersihkan lukanya.

"Yahhh ... Plester nya habis gara-gara aku," sesal Amara. "Nanti deh aku beli lagi." imbuhnya dan lanjut membalut lukanya.

Amara harus pergi ke dapur untuk mencuci tangannya yang bersimbah darah. Karena lukanya sudah tertutup, Amara mencoba berdiri dan melangkah pelan-pelan. Salep yang ia gunakan cepat bereaksi, ditambah cainya alkohol nya. Jadi, rasa sakit di lututnya lumayan berkurang.

"Ampun deh, Raka. Hobi banget marah-marah. Nuduh tanpa bukti. Untung aku sayang," monolognya heran.

Tiba-tiba Raka menyahuti perkataan Amara, "Belum aja gue laporin ke polisi." pungkas Raka. Kontan, Amara mendongak ke arah tangga tapi tak ada figur Raka samasekali.

"Lo yang megang pistol itu. Masih nggak mau ngaku juga?" Raka menyudutkan Amara.

"JAGA BICARA KAMU, RAKA!" sungut Amara.

Raka malah terkekeh jahat. Dia menyeringai puas lalu kembali masuk ke dalam kamarnya.

Sorot mata Raka penuh keremehan dengan smirk di wajahnya ketika meneliti setiap foto yang terpampang di papan kayu. Jemari kanannya mencuil salah satu foto tersebut. Raka tersenyum menakutkan dimana artinya dia puas karena telah berhasil melewati mereka.

SEPUCUK ASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang