SA #22

38 2 0
                                    

Bacanya pake hati yuk, di rasa, dinikmati, semoga perasaan aku sewaktu nulis setiap kisah sampai ke kalian 😊

Selamat Membaca, River!!!!

Suara gelas kaca yang menyentuh meja membuat jantung Alpha berdebar tak karuan. Saking tidak maunya mengganggu istirahat Amara, Alpha sangat berhati-hati agar tidak menimbulkan suara dari tiap benda yang ia sentuh.

Meski pada dasarnya akan menciptakan bunyi, tapi diharapkan tidak sampai pada indera pendengaran Amara.

Air hangat dari teko Alpha tuang ke dalam gelas tanpa gagang. Lalu ia taruh di atas meja secara perlahan-lahan. Alpha lanjut mengambil beberapa makanan di dalam kulkas. Sebab tidak ada hidangan yang tersaji di atas meja.

Alpha memilah lewat pandangan, isinya tersusun begitu rapih, semua masih terlihat segar. Melihat ada lima kaleng soda, Alpha menduga pasti minuman itu milik adik-adik Amara. Dia pun sedikit membungkuk untuk menjamah makanan yang menurutnya tepat. Sebelum di bawa keluar, Alpha periksa lebih dulu tanggal kadaluwarsa serta kelayakan makanannya.

"Roti ini masih layak dimakan. Ini juga enak, eh ada cookies cokelat, ambil deh. Terus ... mau ambil tiga macam buah juga biar Ara tambah seger!" celoteh Alpha.

Untuk makanan diletakkan ke dalam piring datar seukuran dengan muatannya. Alpha membuka lemari bawah untuk mengambil nampan. Semua hidangan ia taruh ke dalam sana. Seusai menyiapkan, Alpha berhati-hati melangkah ke ruang tamu.

"Alhamdulillah, Ara masih anteng," gumam Alpha, lega.

Alpha menaruh pelan-pelan nampan tersebut di atas meja. Ia bersiap ambil posisi disamping Amara. Alpha melipat kedua tangannya di tepi sofa, bagaikan anak TK yang malas mendengarkan materi dari guru. Bedanya, di sini Alpha semangat meski raga mulai lelah.

"Ara ... Bangun lagi yuk, kamu harus isi energi dulu," suruh Alpha.

Amara membuka matanya lagi. Omong-omong, dia memang sudah sadar sejak Alpha berbicara bahwa dia ada di sini. Tapi jiwa Amara masih belum mau membuka mata. Dia kembali tidur saat Alpha izin ke dapur, bahkan mereka baru bicara satu kali saja.

"Cantiknya Aal udah mulai seger nih kayaknya," canda Alpha, cengengesan.

Amara sebatas senyum tipis. Tubuhnya masih begitu lemas untuk digerakkan. Mau bangun saja belum kuat.

"Ara udah kuat duduk belum?" tanya Alpha, membelai puncak kepala Amara.

"Belum," balasnya lemas.

"Yaudah nggak papa. Tapi nanti setengah duduk ya." kata Alpha.

Alpha mengambil roti sisir rasa cokelat yang masih dikemas rapih. Lalu ia buka dengan cara di sobek bungkusnya. Alpha merobek kecil roti itu sesuai dengan kebutuhan Amara. Ditangan kirinya sudah ada gelas minum.

Kepala Amara bergerak ke kanan, matanya mengamati apa yang tengah Alpha lakukan. Lagi-lagi dia hanya bisa tersenyum haru, namun dalam hatinya tak henti-henti mengucapkan rasa syukur. Amara terkagum pada setiap tindakan Alpha. Perhatian kecil tapi berefek besar bagi Amara.

"Setidaknya perut kamu ke isi, Ara. Yuk, di buka mulutnya. Kereta express perlu akses, cut, cut!" tuntun Alpha yang bikin Amara menyengir lebar.

"Tut, tut, Alpha," koreksi Amara disertai kekehan.

Alpha terkesiap. Matanya mengerjap empat kali efek tidak percaya akan apa yang terjadi pada Amara.

"Ara udah bisa ketawa?!" Alpha histeris bangga.

Amara mengangguk tersenyum. "Udah, Aal. Kan aku cuman pingsan."

"Cuman nggak tuh. Sekalian doangnya, Ara, biar paket lengkap!" gurau Alpha yang terbesit sindiran.

SEPUCUK ASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang