Selamat Membaca River!!!
Raka meminta adiknya untuk membawa mereka ke lantai empat. Raka masih ingat betul bagaimana isi pesan kakaknya—Amara tentang bagaimana berperilaku terhadap seorang perempuan. Tapi, untuk kali ini, Raka benar-benar tidak bisa menerapkan secara penuh amanah kakaknya itu.
Hembusan napas jengah tiap kali mendengar jeritan-jeritan manja minta pertolongan dari ketiganya membuat Raka ingin memakan mereka hidup-hidup. Pastinya tidak mungkin ia lakukan, namun Raka sungguh-sungguh jengkel dengan ocehan makhluk-makhluk centil itu.
Raka mendekati Dafi yang tengah mengawasi Yuli dan Lia dari balik punggung keduanya. Raka bergeser mendekati sang adik, berbicara menggunakan volume kecil.
"Jangan kasar lagi ya. Cukup tadi aja," pesan Raka. Tumben sekali nada bicaranya santai, minim unsur nada dingin dan rendah.
Dafi mengangguk patuh. Maka dirinya bergegas menuntun Yuli dan Lia ke atas sebelum matahari terbenam. Bisa-bisa mereka terkunci dari luar.
Seusai membawa dua pelaku ke lantai empat, dimana tempat tersebut merupakan wilayah rahasia sejak dua tahun yang lalu, Dafi tidaklah langsung turun. Ia menarik satu kursi di sudut ruangan, kemudian mengawasi mereka yang duduk di lantai berdebu.
"Makanya neng cantik, kalo iri sama orang ya cukup iri aja. Jangan negatif terus pikirannya. Kalo kalian beraksi kayak gitu kan jadi repot sendiri," ejek Dafi.
Yuli menghentakkan kakinya karena kesal. "Diem lo banci! Cowok kok mainnya sama cewek, futsal dong kayak yang lain! Jangan cuman bisanya nonton doang!" kecam Yuli.
Dafi tertawa terbahak-bahak. Hati mereka ini benar-benar terselimuti aura negatif, mau selembut apapun mereka berbicara tetap akan terlihat jika itu hanyalah pura-pura. Dafi sampai menyeka air matanya di sudut mata kiri, lucu mendengar dua orang ini menyerocos kesal.
"Tapi gue kan enggak kayak kalian, yang deketin orang cuman buat ngehancurin mereka. Yang baik aja salah dimata kalian, apalagi yang salah?" balas Dafi tepat sasaran.
Mereka ini hobi sekali beradu suara. Berisik! Jadi Dafi mengenakan headset bluetooth untuk meredam keributan konyol yang mereka ciptakan.
Pandangan Dafi mengedar disetiap penjuru ruangan ini. Semuanya tertata rapih meskipun barang yang ada bisa dihitung jari. Debu dilantai sudah pasti jarang sekali ada orang yang datang kemari, bahkan untuk sekedar bersih-bersih saja. Entah bagaimana bisa Raka kuasai, Dafi ingin sekali mengetahui alasan ditutupnya tempat tersebut.
Ruang Mawar Layu. Apa tempat ini ada sangkut-pautnya sama Rissa? batin Dafi menerka-nerka.
Faktanya, hanya ada dua orang saja yang diperbolehkan menginjakkan kaki mereka di lantai empat. Apalagi di ruangan ini. Terkecuali orang itu sudah mendapati izin keseluruhan atau perintah dari Raka langsung. Apabila ada yang melanggar terlebih nekat masuk kedalamnya, sudah dipastikan hari-harinya tidak akan aman. Hidupnya terancam.
Dilain tempat, Yuna berusaha untuk berdiri sambil mengusap-usap pinggul kanannya.
"Kalian mau bawa kita kemana?" tanya Yuna ketakutan. Sampai memundurkan diri.
Raka tidak mau menjawab pertanyaan dari Yuna. Jadi dia hanya diam saja sambil mengalihkan pandangan dan pura-pura sibuk sendiri. Berbicara dengan Yuna hanya buang-buang energi saja, tapi berbicara dengan kedua bidadarinya kian menambah energi dalam tubuhnya.
"Heh cowok brengsek! Jawab pertanyaan gue dong, jangan diem aja kayak patung! Gue sumpahin baru tau rasa lo!" ancam Yuna, galak.
Raka menatap dingin ke arah Yuna. Menghampiri gadis sepantarannya perlahan-lahan, sontak Yuna melangkah mundur hingga tak sadar punggungnya membentur dinding kelas. Maka Raka mengurung Yuna menggunakan kedua tangannya, memajukan wajahnya seolah-olah ingin mencium perempuan dihadapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEPUCUK ASA
قصص عامة| Regasia Series | "ᴅɪᴀ ꜱᴜᴅᴀʜ ᴘᴜʟᴀɴɢ ᴛᴀɴᴘᴀ ᴍᴇᴍʙᴇʀɪ ꜱᴀʟᴀᴍ. ꜱᴜɴɢɢᴜʜ ᴍᴇɴʏᴀᴋɪᴛᴋᴀɴ ᴅɪʙᴀɴᴅɪɴɢᴋᴀɴ ᴘᴜʟᴀɴɢ ᴅɪꜱᴇʀᴛᴀɪ ꜱᴀʟᴀᴍ." -Sҽρυƈυƙ Aʂα Setiap orang tentunya memiliki seribu harapan. Cara mereka mewujudkannya sangatlah beragam. Disamping terwujudnya sebuah...